Merger XL-Smartfren Dinilai Bisa Mudahkan Pembagian Spektrum dan Percepat 5G

Isu tentang merger XL Axiata dengan Smartfren mendapat tanggapan dari operator Indosat Ooredoo Hutchison. Indosat mengungkap kalau merger benar terjadi jumlah operator jadi semakin sedikit dan memudahkan pembagian spektrum frekuensi untuk menggelar 5G yang lebih luas.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 04 Apr 2024, 14:00 WIB
Ketua Dewan Pengawas ATSI, Muhammad Danny Buldansyah. Dok: Indonesia Technology Forum

Liputan6.com, Jakarta - Isu merger XL Axiata dan Smartfren kian santer di industri telekomunikasi Indonesia. Kedua operator ini disebut-sebut bakal segera menggabungkan usaha, bahkan Menkominfo Budi Arie Setiadi telah beberapa kali menyebutkan masalah ini.

Di sisi lain, kompetitor menilai merger XL Axiata-Smartfren bakal membuat industri lebih sehat. Lepas dari itu, merger operator ternyata dirasa akan memudahkan pembagian spektrum frekuensi baru dan imbasnya bisa mempercepat penggulirkan 5G. Kok bisa?

Dikatakan Director & Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison Muhammad Buldansyah, saat ini di Indonesia ada empat operator telekomunikasi.

Namun, jika XL Axiata dan Smartfren merger, total Indonesia hanya akan memiliki tiga operator seluler, yakni Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison, dan entitas gabungan XL Axiata-Smartfren.

Dengan hanya tiga operator, Buldansyah menilai kalau pembagian spektrum frekuensi (melalui lelang) untuk menggelar layanan bakal lebih mudah.

"Kalau saya rasa pembagian spektrum (melalui mekanisme lelang) akan lebih enak buat kita, lebih gampang, kalau sekarang kan walaupun lelang tetap saja kalau ada operator yang punya sedikit spektrum dibanding yang lain kan dianggapnya enggak adil gitu ya," tutur Buldansyah ditemui di sela Buka Puasa IOH dengan Media di Jakarta, Rabu (3/4/2024).

2 dari 4 halaman

Pembagian Spektrum Lebih Mudah

XL Axiata mengumumkan kerja sama bidang cloud dengan Google Cloud (Foto: XL Axiata)

"Kalau ada tiga operator pembagian spektrumnya pun jauh lebih gampang," ia mengimbuhi.

Menurutnya, dengan pembagian spektrum yang lebih mudah dan merata dimiliki ketiga operator nantinya, pengguliran layanan 5G di Indonesia akan jauh lebih baik ketimbang saat ada empat operator seluler.

"Pemerataan itu masalah skala, kalau ada satu operator, dua operator punya pelanggan sekian. Lalu kini jadi tiga (oprator), skala per operator pun makin besar, makin besar skala operatornya semakin menguntungkan," kata pria yang karib disapa Danny.

3 dari 4 halaman

Ekspansi Lebih Mudah

IOH bersama mitra strategisnya Ericsson, akan menghadirkan layanan 5G di sekitar lokasi Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC). (Foto: Corpcomm Indosat Ooredoo Hutchison).

Imbasnya, ketika operator mendapatkan keuntungan, akan memudahkan perusahaan untuk ekspansi. "Karena bagaimana pun, 5G ini kan butuh ekspansi," katanya.

Bicara 5G di Indonesia, Buldansyah menyebutkan kalau perkembangan teknologi merupakan keniscayaan. Namun, pengguliran 5G di Indonesia perlu melihat kesiapan device, aplikasi, dan lainnya. Jika berbagai hal di atas sudah siap, pengguliran 5G makin cepat.

"Semakin siap semakin cepat roll out-nya sehingga utilisasinya makin banyak. Jangan sampai gelar 5G tapi yang pakai sedikit, yang akhirnya rugi," kata dia.

 

4 dari 4 halaman

Industri Lebih Sehat Kalau Operator Hanya 3

Ilustrasi: BTS Indosat Ooredoo (Foto: Indosat Ooredoo)

Director & Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison Muhammad Buldansyah mengatakan, industri telekomunikasi memiliki tingkat kompetisi yang ketat. Oleh karenanya, menurut dia, semakin sedikit pemain bisa membuat industri telekomunikasi lebih sehat.

Berkaca dari pernyataan Menkominfo Budi Arie Setiadi yang mendorong adanya konsolidasi XL Axiata dan Smartfren, Buldansyah menyebut makin cepat makin baik, jika kedua kompetitor Indosat itu memutuskan untuk bergabung.

"Harapannya, yang terbaik untuk mereka, lebih cepat barangkali lebih baik. Pak menteri sudah beberapa kali menyebut," kata Buldansyah.

Bicara soal indusri yang lebih sehat, saat di Indonesia masih ada empat operator, semua berlomba-lomba untuk mencari sebanyak-banyaknya pelanggan.

Pria yang karib disapa Danny ini mengatakan, di masa lalu, banyaknya jumlah operator membuat persaingan merebut hati pelanggan melalui perang tarif menjadi hal yang lumrah.

"Kalau ada satu operator yang memulai perang harga, yang lain pasti ikutan, sekarang (dengan hanya empat operator), sudah lebih baik dibandingkan tiga atau empat tahun lalu, karena saat itu jika operator tak melakukan perang harga agak susah di market," kata Buldansyah di sela Buka Puasa IOH bersama Media, di Jakarta, Rabu (3/4/2024).

Infografis Akhir Riwayat Ponsel Black Market di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya