Sukses

Alih-Alih Insentif 5G, XL Axiata Minta Pemerintah Pangkas BHP Frekuensi

XL Axiata meminta pemerintah untuk memangkas besaran regulatory charge atau BHP frekuensi hingga 20 persen alih-alih memberikan insentif atas penggelaran 5G.

Liputan6.com, Jakarta - Operator seluler tengah menanti keputusan pemerintah terkait besaran biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi radio alias regulatory charge, untuk meminang spektrum frekuensi baru yang akan dipakai menggelar layanan 5G. 

Operator anggota ATSI, termasuk di antaranya Indosat Ooredoo Hutchison dan XL Axiata sama-sama sepakat meminta agar regulatory charge dipangkas. Pasalnya, besaran BHP frekuensi kini kian mencekik bisnis operator lantaran nilainya yang terlalu tinggi.  

Chief Corporate Affairs XL Axiata, Marwan O. Baasir, mengatakan alih-alih diberikan insentif, sebenarnya perusahaan ingin agar pemerintah menurunkan besaran regulatory charge. 

"Kami ingin regulatory charge turun, saat ini rata-rata regulatory charges 12 persen, kalau XL sudah di angka 14 persen. Jika dilihat dari World Forum GSMA, industri (telekomunikasi) akan sangat sehat kalau regulatory charge di bawah 5 persen, moderat 5-10 persen, dan berat itu di atas 10 persen," kata Marwan ditemui dalam Buka Puasa bersama Media di Jakarta belum lama ini. 

Marwan mengatakan, dengan besaran regulatory charge saat ini yang sudah di atas 12 persen (dari pendapatan operator), operator kesulitan untuk investasi di jaringan baru, termasuk 5G. 

"Sekarang pemerintah mau bagaimana (menentukan besaran regulatory charge), bisa di 5-10 persen sudah Alhamdulillah. Kalau pemerintah mau kasih insentif, artinya ada kewajiban baru dan itu sama saja. Kami mengharapkan pemerintah memangkas regulatory charge," kata Marwan. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Minta Regulatory Charge Dipangkas 20 Persen

Industri telekomunikasi sendiri berharap dan telah mengirim surat ke presiden, meminta agar regulatory charge dipangkas 20 persen dari yang sekarang. 

Sekadar informasi, ATSI telah mengajukan surat permintaan ke Presiden RI pada 4 September lalu namun sampai saat ini belum ada keputusan dari pemerintah atas permintaan tersebut. 

"Masih dibahas di Kementerian Keuangan, sampai sekarang belum juga. Kami pasti akan tanya lagi, bersurat lagi karena sudah masuk tujuh bulan, batas waktunya dalam waktu dekat," katanya. 

Terkait insentif yang diusulkan pemerintah, Marwan mengatakan saat pertemuan dengan Kementerian Keuangan sekitar enam minggu lalu, operator seluler menyampaikan bahan yang sama hal yang diinginkan operator menyoal regulatory charge. 

 

3 dari 3 halaman

Bocoran Insentif yang Diusulkan Pemerintah

Namun, menurutnya pemerintah ingin memberikan dua opsi terkait insentif. Pertama terkait up front fee atau biaya awal peminangan spektrum frekuensi dan pemerintah ingin operator memiliki kewajiban membangun lagi di wilayah 3T. 

"Intinya kami masih menunggu beban ini berapa pengurangannya. Kalau ada pengurangan (BHP) tetapi ada kewajiban baru ini bagaimana, kami (bagaikan) pasien yang sedang masuk ke ruang perawatan," kata Marwan mengibaratkan kondisi bisnis operator saat ini. 

Untuk pembangunan infrastuktur di wilayah non 3T sendiri sebelumnya sudah dilakukan. Di mana beberapa waktu lalu pemerintah meminta operator membangun 3.543 site.

"Kalau pembangunan ini ditambah, kan ada yang baru, hitungan yang lama bagaimana (3.543 site), katanya usulan dari Pemda, tetapi kalau dimekarin terus, tidak akan selesai pembangunan coverage," tuturnya. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.