Dukung Pengaturan Pengeras Suara saat Ramadan, DPR: Kalau Mau Dengar Ceramah, Masuk Masjid

Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi angkat bicara terkait kontroversi penggunaan pengeras suara selama ramadan. Dia menilai pengaturan pengeras suara yang dikeluarkan Kementerian Agama, sudah tepat dan proporsional.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 16 Mar 2024, 10:30 WIB
Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi (tengah) saat menggelar rapat Panja Haji dengan pihak pemerintah yang terdiri dari Kemenag, BPKH, dan pihak-pihak terkait lainnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/2/2023). Pemerintah dan DPR menyepakati ongkos naik haji (ONH) atau biaya haji 2023 sebesar Rp 49,81 juta. Adapun Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) disepakati sebesar Rp90 juta. Maka besaran biaya yang harus dibayarkan jamaah adalah 55,3 persen dari BPIH atau sebesar Rp49,8 juta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi angkat bicara terkait kontroversi penggunaan pengeras suara selama ramadan. Dia menilai pengaturan pengeras suara yang dikeluarkan Kementerian Agama, sudah tepat dan proporsional.

Menurut dia, edaran terkait pengeras suara yang saat ini sedang ramai diperbincangkan sebenarnya merupakan penguat dari Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022. Dalam surat edaran yang beredar, kata dia, tak ada larangan penggunaan pengeras suara untuk Azan maupun mengaji.

"Saya sampaikan bahwa seharusnya sebelumnya membaca isi di surat edaran Kemenag. Kalau dicermati sesungguhnya tidak ada larangan Azan, tak ada larangan tarhim dan mengaji. Yang ada itu mengatur," jelas Ashabul Kahfi dikutip dari siaran pers, Sabtu (16/2/2024).

"Point pentingnya dalam pandangan kami SE ini cukup proporsional. Saya tambahkan lagi bahwa tahun 2022 dewan masjid mendukung surat edaran ini, bahkan beberapa organisasi seperti Muhammadiyah juga mendukung," sambungnya.

Menurut dia, surat edaran tersebut ditujukan agar umat Islam bisa melaksanakan kehidupan beragama dengan aman dan tentram. Selain itu, agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan di sekitar.

"Kalau mau dengar ceramah harusnya kan memang masuk ke dalam masjid atau musala, tidak menunggu di luar," ujarnya.

Dia mendukung Menteri Agama Yaqut Cholis Qoumas yang berani mengeluarkan kebijakan agar umat bisa beribadah dangan nyaman. Ashabul menuturkan bahwa menjadi pejabat memang harus berani mengambil kebijakan yang memihak masyarakat.

"Untuk kebijakan, kita harus berhadapan dengan resiko tentu untuk kepentingan yang lebih besar," tutur Ashabul.

2 dari 2 halaman

Surat Edaran Terkait Pengeras Suara

Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan edaran tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idulfitri 1445 H/2024 M pada 26 Februari 2024.

Salah satu isinya adalah tentang penggunaan pengeras suara di masjid dan musala sesuai dengan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Edaran terkait pengeras suara ini, yang pertama kali terbit pada 18 Februari 2022, mengatur volume pengeras suara yang maksimum adalah 100 dB (seratus desibel). Khusus untuk kegiatan syiar Ramadan, penggunaan pengeras suara diatur dengan ketat, seperti dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarus Al-Qur'an.

Sedangkan untuk takbir Idulfitri di masjid/musola, dapat dilakukan dengan pengeras suara luar sampai pukul 22.00 waktu setempat dan kemudian dilanjutkan dengan pengeras suara dalam.

 

infografis Kebiasaan Saat Puasa Ramadan di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah).

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya