Pro-Kontra Sistem Pemilu 2024, Jusuf Kalla: Semua Ada Positif dan Negatifnya

Perbicangan mengenai sistem pemilihan umum (Pemilu) 2024 kian mencuat seiring akan diujikannya materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

oleh Marifka Wahyu Hidayat diperbarui 21 Jan 2023, 19:00 WIB
Ketua Umum PMI, Jusuf Kalla (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Palangka Raya Perbicangan mengenai sistem pemilihan umum (pemilu) 2024 kian mencuat seiring akan diujikannya materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi tersebut, menjadikan wacana penerapan sistem proporsional tertutup kian santer di masyarakat.

Setidaknya, ada delapan partai politik yang menolak wacana tersebut. Delapan parpol tersebut meliputi, Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Menanggapi hal tersebut, mantan Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) menjelaskan perbedaan sistem pemilihan proporsional tertutup dan terbuka. Dalam sistem pemilu proporsional terbuka, pemilih dapat memiih langsung para wakilnya di legislatif.

Sehingga, penetapan calon terpilih didasarkan pada perolehan suara terbanyak. Maka nomor urut bagi calon anggota legislatif, tidak terlalu berpengaruh terhadap potensi perolehan kursi di parlemen.

"Kalau terbuka, maka masyarakat di samping memilih partai juga memilih calon yang menurut pemilih itu dapat nomor juga, sehingga nanti anggota DPR mempunyai konstituen dan orang mengenal siapa yang dia pilih," ungkap JK saat kunjunganya ke Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin (16/1/2023).

Berbeda dengan sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih tanda gambar atau lambang partai politik. Kemudian jumlah kursi di legislatif ditentukan banyaknya perolehan jumlah suara partai, sehingga kandidat dengan nomer urut terkecil dalam partai politik menjadi berpengaruh.

"Kalau tertutup yang aktif itu partai, pencalonan yang menjadi anggota sesuai dengan nomer. Kalau partai dapat tiga, maka nomer satu, dua dan tiga. Itu memang lebih mudah," tambah JK.

JK juga dalam menilai sistem proporsional terbuka maupun tertutup, masing-masing memliki kelebihan dan kekurangan. Namun, pada intinya semuanya baik dan setiap partai politik mempunyai pandangan masing-masing.

"Semua ada positif (kelebihan) dan negatifnya (kekurangan), tergantung pada pilihan partai yang ada sekarang," ujar JK.

Sekadar informasi, rencananya Mahkamah Konstitusi (MK) akan menjadwalkan sidang untuk perkara gugatan uji materi terhadap sistem pemilu terbuka pada Selasa (17/01/2023). Adapun gugatan uji materi terhadap sistem pemilu ini telah teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya