Janji Hormati Hak Perempuan Afghanistan, Taliban Ingin Hubungan Damai dengan Negara Lain

Kelompok militan Taliban ingin menempuh jalan perdamaian.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 18 Agu 2021, 12:21 WIB
Di depan bendera Taliban, juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid berbicara pada konferensi pers pertamanya, di Kabul, Afghanistan, pada Selasa (17/8/2021). Mujahid menjawab berbagai pertanyaan dari wartawan dalam konferensi pers bersejarah. (AP Photo/Rahmat Gul)

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok Taliban kini menguasai Afghanistan. Mereka menyatakan ingin hubungan damai dengan negara lain dan akan menghormati hak-hak perempuan dalam kerangka hukum Islam.

Pernyataan yang disampaikan dalam jumpa pers resmi pertama Taliban sejak mengambil alih kekuasaan di Kabul ini menunjukkan pendekatan lembut dibandingkan pemerintahan mereka 20 tahun lalu. Pengumuman sikap Taliban ini disampaikan itu ketika Amerika Serikat dan sekutu Barat melanjutkan evakuasi diplomat dan warga sipil sehari setelah adegan kekacauan di bandara Kabul saat warga Afghanistan memadati landasan pacu.

"Kami tidak menginginkan musuh internal atau eksternal," kata juru bicara utama gerakan itu, Zabihullah Mujahid, seperti dilansir Channel News Asia, Rabu (18/8/2021). 

Perempuan akan diizinkan untuk bekerja dan belajar dan "akan sangat aktif dalam masyarakat tetapi dalam kerangka Islam," tambahnya.

Saat mereka bergegas untuk mengungsi, kekuatan asing menilai bagaimana menanggapi situasi yang berubah di lapangan setelah pasukan Afghanistan dilebur hanya dalam beberapa hari. Hal ini banyak diprediksi sebagai kemungkinan cepat kandasnya hak-hak perempuan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 
2 dari 3 halaman

Pendekatan AS dan Inggris

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid, berjabat tangan dengan seorang wartawan setelah konferensi pers pertamanya, di Kabul, Afghanistan, pada Selasa (17/8/2021). Selama bertahun-tahun, Mujahid adalah sosok misterius yang mengeluarkan pernyataan atas nama para militan. (AP Photo/Rahmat Gul)

Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan mereka telah sepakat untuk mengadakan pertemuan virtual para pemimpin Kelompok Tujuh minggu depan untuk membahas strategi dan pendekatan bersama ke Afghanistan.

Selama pemerintahan 1996-2001 mereka, juga dipandu oleh hukum syariah Islam, Taliban melarang perempuan bekerja dan menjatuhkan hukuman termasuk rajam di depan umum kepada mereka yang bersalah. Anak perempuan tidak diizinkan pergi ke sekolah dan perempuan harus mengenakan burqa yang menutupi semua untuk pergi keluar dan hanya jika ditemani kerabat laki-laki.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB akan mengadakan sesi khusus di Jenewa pekan depan untuk mengatasi "masalah hak asasi manusia yang serius" setelah pengambilalihan oleh Taliban, kata sebuah pernyataan PBB.

Ramiz Alakbarov, koordinator kemanusiaan PBB untuk Afghanistan, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa Taliban telah meyakinkan PBB bahwa mereka dapat melanjutkan pekerjaan kemanusiaan di Afghanistan, yang menderita kekeringan.

Uni Eropa mengatakan hanya akan bekerja sama dengan pemerintah Afghanistan setelah Taliban kembali berkuasa jika mereka menghormati hak-hak dasar, termasuk hak-hak perempuan.

 
3 dari 3 halaman

Infografis Kejatuhan dan Kebangkitan Taliban di Afghanistan

Infografis Kejatuhan dan Kebangkitan Taliban di Afghanistan. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya