Starbucks Bakal Investasi di Papua, Nilainya Diumumkan April 2020

Setelah penandatanganan MoU akhir bulan lalu, kini pemerintah dan Starbucks sedang melakukan pendalaman.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Mar 2020, 19:45 WIB
Ilustrasi Starbucks. (AP)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia telah menyaksikan perjanjian kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan perusahaan asal Amerika Serikat (AS) Starbucks. Waralaba yang menjual kopi ini meneken kerja sama investasi hijau (green investment) di wilayah Papua dan Papua Barat.

"Kemarin saya menyaksikan," kata Bahlil di Kantor BKPM Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Jumat (6/3/2020).

Bahlil menuturkan Papua memiliki salah biji kopi terbaik di dunia jenis Arabika dari Wamena. Hanya saja, jenis kopi ini tidak ditanam secara massal. Cuma ada di beberapa titik tertentu dan kualitasnya terbaik.

Ada beberapa bentuk investasi Starbucks di Timur Indonesia itu. Mulai dari kebun kopi, hingga membuka kedai kopi. Bahkan, biji kopi tersebut bakal juga diekspor.

Terkait nilai investasi, Bahlil mengaku belum ada angka yang disepakati. Kedua belah pihak masih saling menghitung besaran investasi.

Setelah penandatanganan MoU akhir bulan lalu, kini pemerintah dan Starbucks sedang melakukan pendalaman. Ada tim yang disebut tim feasibility study (studi kelayakan) yang sedang menghitung besaran investasi.

Jika tim ini sudah selesai melakukan pengkajian, barulah angka investasi keluar. Diperkirakan baru bulan depan muncul nilai investasi Starbucks di Indonesia. Lalu diresmikan dalam sebuah penandatanganan kontrak kerja sama.

"(Setelah) kontrak baru kucur dana bulan depan," ujar Bahlil.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Didorong Investasi Hijau

Gerai Starbuks Indonesia di kawasan Glodok, Jakarta Barat. (dok. Starbucks Indonesia)

Mantan Ketua HIPMI ini mengatakan, pemerintah Indonesia saat ini mendorong investasi yang masuk berupa investasi hijau. Semua investasi berorientasi pada keunggulan dan kearifan lokal.

Dulu kata Bahlil, Indonesia dijajah Jepang lantaran kaya rempah-rempah seperti, pala dan kakao. Kini pemerintah Indonesia ingin mengembangkan produksi empon-empon. Bahkan, putra daerah Papua ini memoratorium investasi di sektor sawit.

"Sawit kita stop lah. Oleh Papua sudah moratorium, enggak boleh lagi sawit-sawit," kata Bahlil mengakhiri.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya