Anggota DPRD DKI: Ramadan Bukan Alasan Tanah Abang Kian Semrawut

Ramadan, saatnya berburu baju untuk berlebaran ke pusat-pusat perbelanjaan, seperti Tanah Abang, Jakarta Pusat.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 03 Jun 2018, 16:02 WIB
Aktivitas jual beli pedagang kaki lima (PKL) di depan Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Kamis (3/5). Diberikannya izin berjualan di kawasan tersebut menyebabkan fungsi trotoar dan jalan raya beralih fungsi. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Ramadan, saatnya berburu baju untuk berlebaran ke pusat-pusat perbelanjaan, seperti Tanah Abang, Jakarta Pusat. Meningkatnya kebutuhan sandang ini, membuat pedagang kaki lima membludak di sekitar pasar Jalan Jatibaru dan Stasiun Tanah Abang.

Mereka menggelar barang dagangannya di trotoar dan bahu jalan. Aktivitas jual beli pun membuat jalan tersebut semakin macet dan semrawut.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan, Tanah Abang ibarat semut dan PKL adalah gula. Hal itu tidak bisa dipisahkan. Justru dia bersyukur dengan adanya simbiosis ini karena mengartikan perekonomian yang berkembang di wilayah tersebut.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Gembong Warsono menilai peribahasa "ada gula ada semut" tidak dapat dikaitkan dengan kasus Tanah Abang. Sebab, semakin hari, kondisi Tanah Abang semakin semrawut.

"Bulan suci Ramadan jangan jadi alasan penyebab kesemrawutan Tanah Abang," kata Gembong saat dihubungi, Jakarta, Minggu (3/6/2018).

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Bukan karena Geliat Ekonomi

Menurut dia, persoalan di Tanah Abang disebabkan oleh penataan pedagang dan lalu lintas yang tidak tepat. Bukan karena adanya lonjakan perekonomian saat bulan puasa.

"Ini kan persoalan penataan. Ketika tidak ditata maka akan makin liar secara otomatis. Jangan bulan puasa jadi alasan ada gula ada semut," kata Gembong.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya