WikiLeaks Segera Bocorkan Dokumen Rahasia Pemerintah Turki

Situs WikiLeaks akan merilis ratusan ribu dokumen rahasia pemerintah Turki. Apa isinya?

oleh Khairisa Ferida diperbarui 19 Jul 2016, 15:19 WIB
Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan (Guardianlv.com)

Liputan6.com, Istanbul - Situs pembocor informasi rahasia, WikiLeaks, mengumumkan melalui akun Twitternya, akan merilis 300 ribu email yang berasal dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Namun pascapengumuman tersebut, WikiLeaks mengklaim mendapat 'serangan'.

"Infrastruktur kami diserang secara terus menerus," tulis WikiLeaks di akun Twitternya seperti dikutip Russian Today, Selasa (19/7/2016).

"Kami tidak yakin tentang asal-usul serangan itu. Waktu kejadian mengarahkan pelaku adalah faksi berkuasa negara Turki atau sekutu-sekutunya," cuit akun tersebut.

Meski mendapat gangguan, namun situs itu berjanji untuk 'menangani dan mempublikasi' segera dokumen pertama. Sebelumnya, WikiLeaks menyebut dokumen yang akan dirilis nantinya mengekspos 'struktur kekuasaan politik', di mana terdapat 300 ribu email dan 500 ribu dokumen.

WikiLeaks juga memperingatkan masyarakat bahwa Pemerintah Turki akan melakukan berbagai upaya untuk mencegah informasi ini beredar di negara sekuler itu.

"Turki kemungkinan akan melakukan penyensoran untuk mencegah mereka (rakyat) membaca sekitar 100 ribu rilis dokumen politik kami yang tertunda dan mengarah pada kudeta," tulis akun WikiLeaks.

Situs WikiLeaks juga meminta masyarakat untuk mendukung mereka dalam upaya berbagi informasi.

Dalam pernyataannya, WikiLeaks juga meminta agar Turki siap dengan sistem censorship bypassing seperti TorBrowser dan uTorrent. "Dan orang lain siap untuk menolong mereka melewati sensor dan mendorong link-link kami melalui sensor yang akan datang," tulis WikiLeaks di akun Twitternya.

Pengumuman WikiLeaks ini muncul setelah Turki menghadapi kudeta militer pada Jumat 15 Juli lalu. Kudeta tersebut gagal, namun hingga kini tidak diketahui pasti siapa yang mendalangi aksi tersebut dan apa alasannya.

Presiden Erdogan menyebut kudeta sebagai 'kejahatan berupa pengkhianatan'. Ia menuding seorang ulama Turki yang tinggal di Pennsylvania, Amerika Serikat (AS), Fethullah Gulen sebagai otak di balik kudeta ini.

Sejumlah media menggambarkan, Gulen adalah teman yang berakhir sebagai musuh bagi pemerintahan Erdogan. Awalnya, ia merupakan pendukung sang presiden namun pada 2013 saat keluarga dan para pendukung Erdogan yang duduk di sejumlah instansi terlilit kasus korupsi, Gulen menarik dukungannya.

Erdogan menuding Gulen adalah sosok penyebar fitnah korupsi tersebut. Ulama berusia 75 tahun itu pun memutuskan kabur ke AS, namun hingga kini Gulen yang menyebarkan ajaran Hizmet (pelayanan terhadap umat manusia) itu tetap dimusuhi Erdogan dan upaya mendeportasinya dari Negeri Paman Sam pun belum membuahkan hasil.

Dihimpun dari berbagai sumber, ajaran Hizmet disebut punya jutaan pengikut dan memiliki dana hingga triliunan dolar. Pengikut ajaran yang menyerukan kerja untuk kebaikan bersama ini kabarnya menempati sejumlah posisi penting di berbagai instansi Turki.

Komisaris Uni Eropa yang berurusan dengan perundingan keanggotaan Turki di organisasi itu, Johannes Hahn mengatakan ditangkapnya sejumlah hakim terkait kudeta militer yang gagal menunjukkan bahwa bahwa peristiwa itu telah dirancang dengan lebih dulu mempersiapkan daftar nama pembangkang.

"Ini terlihat seperti sesuatu yang telah dipersiapkan. Daftar yang telah tersedia, di mana mengindikasikan ini memang sudah dipersiapkan dan dapat digunakan dalam kondisi tertentu," ujar Hahn seperti dilansir Reuters.

Pascakudeta, sekitar lebih dari 8.000 orang termasuk di antaranya ratusan petinggi militer dan hakim ditahan. Sementara itu, 232 orang dilaporkan tewas dan 1.400 lainnya terluka.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya