Dicecar Wartawan Asing Terkait Tragedi 1965, Suara Luhut Meninggi

Sejumlah wartawan asing mencecar Menko Polhukkam Luhut Binsar Pandjaitan dengan pertanyaan terkait Simposium Tragedi 1965.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 21 Apr 2016, 12:00 WIB
Menko Polhukam Luhut Pandjaitan saat konferensi pers di kantor Kementerian Koordinator Polhukam di Jakarta, (11/12). Luhut secara tegas terganggu dengan pemberitaan yang mengaitkan namanya dalam skandal kasus Setya Novanto. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Meski pemerintah sudah menegaskan tidak akan meminta maaf terkait tragedi 1965, namun banyak pihak masih penasaran dengan sikap pemerintah.

Hal ini terlihat ketika sejumlah wartawan asing mencecar Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan dengan pertanyaan terkait Simposium Tragedi 1965 yang berlangsung 18 April lalu.

Suara Luhut sempat meninggi ketika menjawab pertanyaan tersebut. "Kasus 1965 ya kita terbuka dan fair. Jangan Indonesia mau didikte orang lain dan ada pengadilan di Belanda. Kita akan bikin di sini," tegas Luhut dalam acara Coffee Morning bersama wartawan yang digelar di kantornya, Kamis (21/4/2016).

Sebagian besar pertanyaan para wartawan asing mengarah pada jumlah korban yang meninggal dalam tragedi 1965.

Luhut pun menjelaskan pemerintah tidak punya data akurat terkait total korban meninggal dunia. Untuk itulah digelar simposium, supaya korban dan penyintas memberikan bukti kasus.

"Kami belum ada buktinya. Tapi aduan selalu datang dari bawah, maka kita gelar simposium. Ada yang bilang jumlah meninggal 400 ribu, itu tidak mungkin. Ada yang bilang 80 ribu, juga enggak mungkin. Itu melebih-lebihkan. Saya kira paling hanya 100-200 korban," papar mantan Kepala Staf Presiden itu.

"Ada wartawan asing dari BBC dan CNN, bilang ke saya tahu jumlahnya. Saya minta buktinya. Mereka bilang dari film di Youtube. Saya tunggu sampai sekarang belum kasih bukti ke saya," tambah dia.

Menurut Luhut, siapapun boleh memberikan informasi terkait korban. Tapi, dengan catatan info tersebut adalah fakta, bukan rumor.

"Kalau kasih bukti, tahu di mana kuburan massalnya, saya janji tindaklanjuti. Tapi kalau hanya rumor-rumor, I chase (kejar) you," tutur Luhut.

Luhut pun menegaskan, pemerintahan saat ini berbeda dengan sebelumnya. Kasus pelanggaran HAM akan dibuka seutuhnya. Presiden Jokowi sendiri telah menjamin hal itu. Namun, pembuktian akan kasus ini tidak akan melibatkan asing sama sekali.

"Ini berlaku di semua pelanggaran HAM, yang di Papua termasuk juga. Total ada 24 pelanggaran HAM, mau kita buka dan investigasi oleh orang Indonesia. Kalau ada orang luar tidak masalah tapi kita yang undang," tandas Luhut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya