Jurus Pemerintah Percepat Bangun Infrastruktur Tenaga Listrik

Pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi hingga 97,2 persen pada 2019.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 27 Jan 2016, 18:21 WIB
Pekerja tengah memasang Trafo IBT 500,000 Kilo Volt di Gardu induk PLN Balaraja, Banten, Kamis (16/12). Pemasangan terafo tersebut diperuntukan untum perkuatan sistem kelistrikan Jakarta-Banten. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Presiden (Perpres) akan dikeluarkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Langkah ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan listrik untuk rakyat dan mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan rasio elektrifikasi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menuturkan, Perpres tentang infrastruktur ketenagalistrikan ini merupakan salah satu isi paket kebijakan ekonomi ke IX yang diluncurkan pada Rabu (27/1/2016) di Istana Presiden, Jakarta.

Darmin menuturkan, rasio elektrifikasi baru mencapai 87,5 persen. Pemerintah menargetkan 97,2 persen untuk rasio elektrifikasi pada 2019. Untuk mencapai target itu diperlukan pembangunan infrastruktur ketenaga listrikan.

"Sampai tahun 2015, kapasitas listrik terpasang di Indonesia mencapai 53 GW dengan energi terjual mencapai 220 TWH. Rasio elektrifikasi saat ini sebesar 87,5 persen. Untuk mencapai rasio elektrifikasi hingga 97,2 persen pada 2019, diperlukan pertumbuhan pembangunan infrastruktur  ketenagalistrikan sekitar 8,8 persen per tahun. Ini berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6 persen per tahun dengan asumsi elastisitas 1,2," ujar Darmin.

Diperlukan kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan berupa penugasan kepada  PT PLN (Persero) untuk mengejar target rasio elektrifikasi.

Dengan adanya Perpres ini, PLN akan memiliki dasar hukum yang kuat untuk mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.

Pemerintah akan mendukung berbagai langkah PLN seperti menjamin penyediaan energi primer, kebutuhan pendanaan dalam bentuk PMN, dan lain-lain.

Selain itu, pemerintah juga mendukung fasilitas pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), penyederhanaan perizinan melalui PTSP, penyelesaian konflik tata ruang, penyediaan tanah serta penyelesaian masalah hukum, serta pembentukan badan usaha tersendiri yang menjadi mitra PLN dalam penyediaan listrik.

Namun PLN juga wajib mengutamakan penggunaaan barang/jasa dalam negeri melalui proses pengadaan yang inovatif.

Misalnya pengadaan secara open book, pemberian preferensi harga kepada penyedia barang atau jasa dengan  tingkat kandungan dalam negeri yang tinggi, serta penerapan pengadaan yang memungkinkan pabrikan-pabrikan dalam negeri menyediakan komponen untuk sistem pembangkit listrik. (Yas/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya