2 Instansi Gagalkan Penyelundupan Mutiara Senilai Rp 45 Miliar

Indonesia selama ini tidak pernah menikmati keuntungan dari sumber daya alam yang dieksploitasi perusahaan asing.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 12 Jan 2016, 12:46 WIB
Indonesia selama ini tidak pernah menikmati keuntungan dari sumber daya alam yang dieksploitasi perusahaan asing.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan berhasil menggagalkan ekspor ilegal 114 kilogram (kg) mutiara dengan tujuan ke Hong Kong. Dengan upaya ini, negara terselamatkan dari kerugian senilai Rp 45 miliar.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro dalam Konferensi Pers mengungkapkan, Indonesia selama ini tidak pernah menikmati keuntungan dari sumber daya alam yang dieksploitasi perusahaan asing, salah satunya mutiara yang melimpah di Maluku dan Nusa Tenggara.

"Kerjasama dan koordinasi yang baik antara Bea Cukai dan KKP telah menggagalkan upaya pengiriman ilegal 114 Kg mutiara ke Hong Kong," tegasnya di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (12/1/2016).

Menurut Bambang, pencegahan tersebut terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok dengan potensi kerugian sebesar Rp 45 miliar. Potensi kehilangan itu diukur dari harga mutiara sebesar Rp 400 ribu per gram.

"Kalau tidak dilakukan pencegahan, kita bisa kehilangan devisa yang sangat bermanfaat dan kerugian immaterial tidak berkembangnya industri mutiara nasional, karena bahan baku diselundupkan ke luar negeri," ujarnya.

Awal ekspor ilegal terindentifikasi Bea Cukai Tanjung Priok, bermula dari kecurigaan yang berawal dari pengajuan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dari CV SBP pada 2 Desember 2015. Barang tersebut diajukan sebagai manik-manik yang dikemas dalam 5 boks kayu dengan berat bruto 116,6 Kg.

Pengiriman tersebut menggunakan konsolidator (LCL), artinya dalam satu kontainer terdapat beberapa pengiriman dengan beberapa penerima barang di luar negeri. Selanjutnya, berdasarkan informasi KKP dan hasil analisa intelijen diindikasikan adanya pelanggaran berupa pemalsuan dokumen.

"Indikasinya barang tidak sesuai dengan PEB. Sehingga Nota Hasil Intelijen (NHI) dan dilakukan pemeriksaan fisik serta uji laboratorium oleh Badan Pengujian Identifikasi Barang (BPIB). Hasil uji laboratorium BPIB keluar dan menyatakan barang itu jenis mutiara budidaya dari laut (belum diolah)," jelas dia.

Berdasarkan hasil uji laboratorium, lanjut Menkeu, dilakukan penindakan dan penelitian terkait dugaan tindak pidana yang melanggar Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

"Hukumannya dipidana paling singkat 2 tahun, paling lama 8 tahun. Dan denda paling sedikit Rp 100 juta dan Rp 5 miliar paling banyak," tegas Bambang.

Sementara itu, Dirjen Bea Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengaku, saat ini sedang dilakukan penelitian antara Bea Cukai dan KKP mengenai kasus ini. Bila diteukan unsur tindak pidana kepabeanan, kasus ini akan ditingkatkan ke tahap penyidikan.

"Kita akan lakukan pendalaman, sudah dicek jaringan mafia, alamatnya kamuflase dan sudah dijual. Industri mutiara memang bisnis tertutup, jadi kita akan buka supaya transparan agar industri mutiara nasional berkembang," papar Heru.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengapresiasi kinerja Bea Cukai dalam memberangus praktik penyelundupan ekspor dan impor ilegal terhadap produk kelautan dan perikanan.

"Ekspor ilegal seperti ini sangat merugikan Indonesia, karena nilainya tidak tercatat. Biasanya dilakukan farming (pembudidaya) perusahaan asing yang membuka bisnis di Indonesia Timur. Cuma mempekerjakan orang lokal sedikit, cuma gantung-gantung saja, dan devisa tidak diparkir di sini," pungkas Susi.(Fik/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya