Kasus Pencucian Uang Nazaruddin yang 'Mangkrak' Disidangkan

Pada perkara ini, KPK telah menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka sejak 13 Februari 2012.

oleh Sugeng Triono diperbarui 24 Nov 2015, 15:03 WIB
Muhammad Nazaruddin saat ditanya oleh wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/3/2015). Nazaruddin diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alkes di Universitas Udayana tahun anggaran 2009. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksana Tugas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi mengungkapkan bahwa penyidik telah merampungkan berkas perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Dengan demikian, setelah dilimpahkan ke tahap penuntutan maka perkara yang sudah 'mangkrak' di KPK ini akan segera disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta paling lama 14 hari setelah pelimpahan.

"Minggu lalu kami dipaparkan kalau TPPU Nazaruddin sudah selesai," ujar Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/11/2015).

Namun, Johan mengaku belum bisa menjelaskan secara detail dan memastikan kapan berkas perkara tersebut dilimpahkan ke tahap penuntutan atau P21.

"Nanti saya cek lagi ya," kata Johan.


Pada perkara ini, KPK telah menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka sejak 13 Februari 2012. Sejumlah aset milik Nazaruddin yang diduga terkait pencucian uang ini telah disita KPK. Puluhan saksi juga telah diperiksa terkait hal ini.

Nazaruddin yang pernah menjadi buronan Interpol tersebut diduga mencuci uang sebesar Rp 300,85 miliar dengan membeli saham PT Garuda Indonesia. Uang pembelian ini diduga merupakan hasil korupsi terkait pemenangan PT Duta Graha Indah dalam sejumlah proyek pemerintah.

Pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia itu dilakukan 5 perusahaan yang merupakan anak perusahaan Permai Grup atau perusahaan milik Nazaruddin. Perusahaan tersebut adalah PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technology Utama, PT Cakrawala Abadi, PT Darmakusumah, dan PT Pacific Putra Metropolitan.

Atas dugaan itu, Nazaruddin dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, subsider Pasal 5 Ayat (2), subsider Pasal 11 Undang-Undang Tipikor. Selain itu, dia juga dijerat dengan Pasal 3 atau Pasal 4 juncto Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. (Nil/Ali)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya