Pencuri Listrik Dijerat Denda Rp 2,5 Miliar

Pemerintah menerjunkan penyidik PNS yang bekerjasama dengan Bareskrim Polri untuk hukum para pelaku pencurian listrik di Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 09 Agu 2015, 18:30 WIB
Listrik PLN. (Agus Trimukti/Humas PLN)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kejahatan pencurian listrik semakin merajalela. Pemerintah serius dengan sanksi berat yang akan dijatuhi kepada pelaku jika terbukti melakukan tindak pidana tersebut. Hukumannya dibui maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 2,5 miliar.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jarman mengungkapkan pemerintah menerjunkan penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerjasama dengan Bareskrim Polri untuk menindaktegas para pelaku pencurian listrik di Indonesia.

"Pencurian ini kita lihat dulu, mencuri karena niat jahat atau tidak sengaja. Bisa saja dia tidak sengaja mencuri lantaran tidak mengerti, dibodoh-bodohin oknum di lapangan oleh PLN atau lainnya. Listrik murah tapi sebenarnya mencuri," ujar dia dalam Diskusi Energi Kita di Jakarta, Minggu (9/8/2015).

Jarman menuturkan, apabila tidak ada unsur kesengajaan, maka pemerintah hanya mengenakan denda melalui P2Tel. Sementara jika ada kesengajaan, lanjutnya, merujuk pada Undang-undang (UU) No 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, si pelaku pencurian akan dikenakan sanksi pidana maupun perdata.

"Hukuman kurungan maksimal lima tahun penjara dan denda sampai Rp 2,5 miliar. Jadi kita akan eksekusi pidana maupun perdatanya karena pelaku telah terbukti mencuri hingga ratusan juta rupiah, misalnya. Beberapa pelaku sudah kita hukum, ada yang dibui setahun atau lebih dari itu," terang Jarman.

Dia berharap, masyarakat dapat meningkatkan kesadaran dan tidak melakukan perbuatan mencuri listrik. Sebab, sambung Jarman, tindakan tersebut dapat merugikan masyarakat dan negara.

"Listrik dibiayai dengan harga mahal, janganlah dicuri. Karena mencuri listrik, selain merugikan negara, tapi juga masyarakat. Di mana tegangan listrik bisa jadi turun, drop dan tidak stabil," tukas Jarman. (Fik/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya