Alasan Sutan Bhatoegana Ajukan Praperadilan terhadap KPK

Tersangka kasus dugaan menerima gratifikasi terkait pembahasan APBNP Kementerian ESDM Sutan Bhatoegana telah mengajukan praperadilan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 26 Mar 2015, 17:31 WIB
Sutan Bhatoegana menaiki mobil yang telah menjemputnya usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (23/2/2015).Sutan menjadi tersangka kasus korupsi di Kementerian ESDM (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Tersangka kasus dugaan menerima gratifikasi terkait pembahasan APBN perubahan Kementerian ESDM Sutan Bhatoegana telah mengajukan permohonan praperadilan. Permohonan praperadilan atas penetapan Sutan sebagai tersangka itu diakui mengikuti Komjen Pol Budi Gunawan (BG) yang memenangkan gugatan serupa terhadap KPK.

Menurut kuasa hukum Sutan, Eggi Sudjana, dengan dikabulkannya permohonan praperadilan BG maka telah berlaku azas yurisprudensi.

"(Kita ajukan praperadilan) Karena melihat yurisprudensi Budi Gunawan. Waktu Sutan belum ditangkap kan belum ada yurisprundensinya. Memangnya nggak boleh (saya ajukan praperadilan)?" ujar Eggi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/3/2015).

Sistem hukum yang berlaku di Indonesia tidak seperti aliran Anglo-Saxon yang menganut freie rechtslehre, dimana membolehkan hakim untuk menciptakan hukum (judge made law). Sistem hukum di Indonesia menganut aliran rechtsvinding yang menegaskan hakim harus mendasarkan putusannya kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal ini selaras dengan ketentuan Pasal 20 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie yang menyatakan bahwa hakim harus mengadili berdasarkan undang-undang. Namun, hakim tetap memiliki kebebasan untuk menafsirkan dan berpendapat. Hakim memiliki keterikatan yang bebas (vrije gebondenheid) dalam melaksanakan tugasnya mengadili suatu perkara.

Pelaksana Tugas (Plt) Komisioner KPK, Johan Budi juga pernah mengatakan, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menerima permohonan praperadilan Komjen Budi Gunawan bukanlah merupakan yurisprudensi atau sumber rujukan putusan perkara.

"Kami pada dasarnya menghormati proses praperadilan. Namun, putusan praperadilan terkait penetapan tersangka bukan merupakan yurisprudensi. Karena itu kami sudah mempersiapkan langkah-langkah untuk menghadapi hal itu," kata Johan, Kamis 26 Febuari 2015.

Sutan Bhatoegana resmi jadi tersangka pada 14 Mei 2014. Dia diduga menerima hadiah atau janji yang berkaitan dengan pembahasan APBN Perubahan Kementerian ESDM era Menteri Jero Wacik di Komisi VII DPR yang dipimpinnya.

Politikus Partai Demokrat itu dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. (Mut)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya