Kontras: 242 Anggota DPR Punya Catatan Buruk

Deputi Kontras Farah Fathurrahmi menyebutkan, ada 10 catatan yang merupakan bentuk pelanggaran anggota DPR periode 2014-2019.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 14 Okt 2014, 12:26 WIB
DPR kembali menggelar Rapat Paripurna ke-5 dengan agenda pembicaraan tingkat II di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, (4/9/2014) (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat ada 242 anggota DPR periode 2014-2019 yang memiliki catatan buruk. Mereka juga diduga terlibat dalam sejumlah kasus.

Deputi Kontras Farah Fathurrahmi menyebutkan, ada 10 catatan yang merupakan bentuk pelanggaran.

"Selain itu 242 anggota juga pernah menjadi tersangka korupsi, mereka juga diduga terlibat kasus korupsi, aktif membela terdakwa kasus korupsi, pernah melakukan pelanggaran hak asasi manusia, pernah terlibat kasus tindak pidana, pernah terlibat kasus pelanggaran pemilu, juga pernah merima sanksi etik oleh BK DPR, hingga memililki catatan absen yang buruk sejak menjabat sebagai angoota DPR pada periode sebelumnya," ujar Farah di kantor Kontras, Menteng, Jakarta, Selasa (14/10/2014).

Menurut dia, berdasarkan catatan KontraS, anggota DPR RI paling terbanyak yang memiliki catatan buruk berasal dari fraksi PDIP, yaitu 57 orang.

"Fraksi Golkar menduduki peringkat kedua dengan 44 orang, Fraksi Demokrat 37 orang, Fraksi Gerindra 24 orang, Fraksi PPP 20 orang, Fraksi PKS 18 orang, Fraksi PAN 16 orang, Fraksi PKB 11 orang, dan Fraksi Nasdem 9 orang," jelas Farah.

Selain itu, Kontras mencatat 52 anggota dewan sering melakukan absensi, 16 orang terkena internal etik, dan 38 orang melakukan pelanggaran pemilu.

"19 Pelanggaran pidana, 9 melanggar HAM, 4 pengacara koruptor, 76 diduga korupsi, 63 terperiksa korupsi, 16 tersangka korupsi, dan 5 terdakwa korupsi," tegas dia.

Menurut Farah, buruknya track record para anggota DPR seakan memproyeksikan nasib masa depan penegakan demokrasi negara Indonesia. Sejumlah regulasi pun dipersiapkan untuk memuluskan jalan mereka.

"Sejumlah regulasi pun dipersiapkan untuk memuluskan jalan para perompak politik untuk membelokkan arah demokrasi Indonesia ke dermaga lama Orde Baru. Disahkannya UU MD3 dan UU Pillada jelas menutup kembali keran demokrasi, melumpuhkan perjuangan hak asasi manusia, serta menghapus semangat pemberatasan korupsi," pungkas Deputi Kontras itu. (Sss)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya