Alasan DPR Harus Tolak RUU Pilkada

RUU Pilkada yang tengah dibahas di DPR memunculkan polemik baru. Ini lantaran wacana penghapusan pilkada langsung yang tertuang di dalamnya.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 07 Sep 2014, 09:27 WIB
Ruang sidang utama Gedung DPR. (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - RUU Pilkada yang tengah dibahas di DPR memunculkan polemik baru. Ini lantaran wacana penghapusan pilkada langsung yang tertuang dalam RUU itu. Dengan penghapusan pilkada langsung, maka kepala daerah dipilih oleh DPRD.

Pengamat politik dari Sinergi Demokrasi untuk Masyarakat Demokrasi (Sigma) Said Salahuddin menilai, pengembalian hak pilih pada DPRD seharusnya ditolak DPR.

"RUU Pilkada usulan pemerintah yang materi muatan pokoknya hendak menghapus pemilukada langsung oleh rakyat harus ditolak tegas oleh DPR," kata Said dalam keterangan resmi yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (6/9/2014).

Dia mengatakan, soal penghematan anggaran dan meminimalisir kepala daerah menjadi pelaku korupsi merupakan alasan yang dipakai untuk mengembalikan hak memilih pada DPRD dalam RUU Pilkada. Said menilai, hal itu bukanlah urgensi.

"Jika pilkada langsung dinilai memakan biaya yang sangat mahal, maka permasalahan ini sebetulnya bisa diatasi dengan memperbaiki aturan. Contoh, pemilukada dilaksanakan secara serentak agar pemprov bisa patungan dengan pemda kabupaten/kota dalam membiayai pemilukada," ujar dia.

"Jumlah TPS (tempat pemungutan suara) dikurangi dengan cara menetapkan jumlah DPT per TPS pada pemilukada sama dengan pileg atau pilpres," imbuh dia.

Sementara itu, terkait pemilihan langsung yang disebut-sebut melahirkan banyak pelaku korupsi, Said menilai hal tersebut bisa dicegah lewat KPK.

"Dikatakan kepala daerah hasil pilkada langsung banyak yang tersangkut kasus korupsi, hal itu tidak benar. Banyaknya kepala daerah yang ditangkap itu lantaran sejak diberlakukannya pemilukada, aturan tentang korupsi sudah semakin ketat," tutur dia.

"Kita juga sudah punya KPK. Andai saja saat pemilihan oleh DPRD aturan tentang soal korupsi sudah ketat dan telah ada KPK, maka boleh jadi jumlah kepala daerah yang masuk penjara jumlahnya lebih banyak lagi," tandas Said. (Ado)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya