Produsen Mobil AS Tetap Lirik Pasar Rusia

Pasar Rusia diperkirakan masih menjadi pasar potensial untuk mengembangkan bisnis termasuk otomotif.

oleh Agustina Melani diperbarui 20 Apr 2014, 08:15 WIB
(Foto: Gesit Prayogi/Liputan6.com)
Liputan6.com, Jakarta - Produsen mobil Amerika Serikat (AS) tetap melirik pasar Rusia meski pemerintah AS tetap memberikan sanksi dan terjadi krisis Ukraina.
 
Sejumlah ahli mengatakan, Rusia menjadi terlalu penting dan besar untuk diabaikan oleh produsen mobil.
 
"Pasar Rusia akan menjadi lebih besar dari Jerman," ujar John Branch, Profesor University of Michigan Ross School of Business, seperti dikutip dari laman Thebull Asia, Minggu (20/4/2014).
 
Branch menambahkan, permintaan impor untuk industri otomotif Rusia meningkat meskipun pemerintah Rusia memberlakukan hambatan. Akan tetapi produsen mobil tidak dapat mengabaikan potensi pasar di sana meski sifatnya volatile.
 
General Motors sudah sebagian terlibat untuk investasi di Rusia. Salah satunya dengan membangun usaha patungan dengan AvtoVaz, dan membangun merek Lada, salah satu merek otomotif paling populer di Rusia.
 
Menurut Branch, merek Lada adalah peninggalan dari era Soviet dan penjualan mereka sebagian besar terkonsentrasi di kota pinggiran dan daerah pedesaan.
 
Sementara itu, konsumen di kota besar seperti Moskow dan St Petersburg lebih sadar merek. Konsumen itu menyukai mobil impor dan telah mengembangkan kendaraan sport kecil. GM-Avtovaz memproduksi Chevrolet Niva, salah satu mini sport utility vehicle (SUV) populer di Rusia.
 
Ekonom General Motors, David Teolis memperingatkan, prediksi pertumbuhan pasar Rusia harus dianggap hati-hati. Ekonomi dan kelas menengah Rusia telah tumbuh melambat sejak 2008 sehingga menghambat pertumbuhan penjualan.
 
Penjualan mobil Rusia turun 50% pada 2009 di tengah krisis global tetapi tumbuh cepat mencapai hampir 3 juta unit pada 2012.
 
Akan tetapi tahun lalu, penjualan otomotif turun 5,5% karena ekonomi Rusia melambat, dan diperkirakan turun lagi pada 2014. Menurut Departemen Keuangan, pertumbuhan ekonomi melambat 0,5% tanpa tekanan sanksi.
 
Hal itu menimbulkan pertanyaan tentang potensi sektor otomotif untuk berkembang cepat. "Rusia harus menjadi negara normal," ujar Teolis.
 
Sementara itu, mantan diplomat Amerika yang menjabat sebagai Presiden Dewan Bisnis AS-Rusia, Daniel Russell menuturkan, bahkan dengan krisis saat ini atas Ukraina, Rusia hanya terlalu penting bagi bisnis AS.
 
Russell menambahkan, hubungan antara kedua belah pihak benar-benar dapat mendapatkan keuntungan dari hubungan komersial yang kuat.  "Telah ada lonjakan dramatis dalam perekonomian Rusia pada 10 tahun terakhir," ujar Russell.
 
Negara lain pun diragukan bersedia untuk melupakan bisnis dengan Rusia. Dengan bisnis dan keuangan serta hubungan dekat dengan Rusia, negara-negara Eropa barat telah lebih segan untuk meningkatkan tekanan sanksi.
 
"Sanksi tidak bekerja," kata Russell, mengingatkan Rusia selamat dari ancaman sanksi pada 2008 setelah perang singkat dengan Georgia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya