Sukses

DuckDuckGo Dkk Serukan Larangan Penargetan Iklan

Kelompok perusahaan teknologi yang berfokus pada privasi tersebut meminta otoritas di Amerika dan Eropa untuk memberlakukan undang-undang perlindungan data

Liputan6.com, Jakarta Sekelompok perusahaan teknologi yang berfokus pada privasi, termasuk DuckDuckGo, Vivaldi, dan ProtonMail menyerukan larangan praktik penargetan iklan.

Mereka meminta otoritas di Amerika dan Uni Eropa untuk memberlakukan undang-undang perlindugan data pribadi dalam antisipasi praktik penargetan iklan.

Mereka menolak dengan tegas larangan secara luas pada iklan yang berbasis pengawasan, seperti pelacakan aktivitas pengguna.

“Meskipun kami menyadari bahwa iklan merupakan sumber pendapatan penting bagi pembuat konten dan penerbit online, kami tidak membenarkan sistem pengawasan komersial besar-besaran yang dibentuk dalam upaya untuk 'menampilkan iklan yang tepat kepada pengguna,'” kata mereka dalam keterangan tertulis, dilansir Vice, Kamis (8/7/2021).

Menurut surat yang diterbitkan, kelompok itu mendesak anggota parlemen di Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk memberlakukan undang-undang perlindungan data yang dapat melindungi konsumen dari praktik "permusuhan privasi" yang dilakukan banyak perusahaan untuk iklan.

Pasalnya, banyak perusahaan yang menggunakan praktik pelacakan aktivitas pengguna sebagai dasar untuk melakukan penargetan iklan.

Kelompok ini juga menjelaskan bahwa eksploitasi privasi pengguna demi iklan yang dipersonalisasi tidak diperlukan bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan.

Sebagai dukungan, DuckDuckGo dan Proton Technologies mengklaim telah memprioritaskan perlindungan data dalam layanan yang disediakan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Iklan Kontekstual

Di samping itu, banyak dari perusahaan yang tergabung dalam kelompok yang menolak penargetan iklan ini juga menghasilkan uang dari iklan. Hanya saja, mereka menggunakan model iklan kontekstual daripada ‘bertarget’.

Pada search engine, misalnya, ini berarti pengiklan bisa membeli ruang untuk iklan saat pengguna menelusuri istilah tertentu.

Hal itu berbeda dari iklan bertarget, yang berpotensi mengumpulkan riwayat penelusuran pengguna, info demografis dan biografi, riwayat penelusuran web, lokasi geografis, dan lainnya, sebagai dasar target periklanan.

Sebagai informasi, surat ini dibuat guna mendukung laporan terbaru dari Norwegian Consumer Council (NCC) yang menganalisis bagaimana perusahaan di seluruh dunia melanggar privasi pengguna dengan mengumpulkan data.

NCC bekerja sama dengan perusahaan keamanan siber Mnemonic untuk menganalisis bagaimana sepuluh aplikasi seluler populer menggunakan dan mengumpulkan data.

3 dari 3 halaman

Berbagi Data

Studi tersebut menemukan, kesepuluh aplikasi itu telah berbagi data pengguna dengan setidaknya 135 pihak ketiga yang terlibat dalam periklanan atau pembuatan profil.

Selain itu, ditemukan bahwa Facebook menerima data dari sembilan aplikasi, dan layanan periklanan Google DoubleClick menerima data dari delapan aplikasi.

Setelah merilis studi tersebut, NCC bergabung dengan lebih dari 55 organisasi, mendesak anggota parlemen Eropa untuk memberlakukan Undang-Undang Layanan Digital yang dapat memberikan perlindungan kepada konsumen dan menetapkan dasar untuk kebijakan di masa depan.

Anggota parlemen AS juga didesak untuk mulai menciptakan perlindungan privasi yang komprehensif untuk orang Amerika.

“Bentuk lain dari teknologi periklanan ada, yang tidak bergantung pada memata-matai konsumen. Bisnis dapat berkembang tanpa praktik privasi-invasif,” tutup kelompok itu.

(Rif/Isk)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini