Sukses

Bos Twitter Akui Belum Berhasil Lindungi Korban Perundungan Online

CEO Twitter, Jack Dorsey, mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan teknologi di Silicon Valley, termasuk miliknya, tidak melakukan cukup banyak hal untuk melindungi korban abuse (perundungan) online.

Liputan6.com, Jakarta - CEO Twitter, Jack Dorsey, mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan teknologi di Silicon Valley, termasuk miliknya, tidak melakukan cukup banyak hal untuk melindungi korban abuse (perundungan) online. Ia menyebut hal ini sebagai "kegagalan besar".

Dilansir Reuters, Kamis (14/2/2019), dalam sebuah wawancara melalui[ Twitter]( 3887748 "") dengan pendiri Recode pada Selasa (12/2), Kara Swisher, Dorsey mengatakan akan memberikan dirinya nilai "C" terkait "tanggung jawab teknologi" yang disebutkan Swisher.

"Kami membuat kemajuan, tapi berantakan dan tidak cukup terasa. Mengubah pengalamannya belum cukup berarti. Dan kami telah menempatkan sebagian besar beban pada korban perundungan. Itu adalah kegagalan besar," ungkap Jorsey.

Twitter bersama dengan Facebook menghadapi kritik terkait unggahan yang kasar, pengguna palsu, dan berita tidak akurat di layanannya.

Media sosial microblogging itu sendiri telah banyak berinvestasi untuk meningkatkan hal yang digambarkan Dorsey sebagai "kesehatan kolektif" Twitter.

Dorsey mengatakan bahwa ia tidak suka dengan cara Twitter yang cenderung mendorong kemarahan, pemikiran jangka pendek, ruang gema, dan percakapan yang terpotong-potong.

Kurangnya keberagaman di dalam perusahaan juga tidak membantu mengatasi masalah seperti itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Twitter Lawan Kampanye Terkoordinasi

Ia pun mengatakan, upaya Twitter melawan kampanye otomatisasi dan terkoordinasi, melalui kolaborasi dengan berbagai lembaga pemerintah, membuat perusahaan itu berada di posisi yang lebih baik dalam memerangi ancaman kesalahan informasi dalam pemilu presiden AS 2020 mendatang.

Sejumlah badan intelijen AS sebelumnya menyimpulkan bahwa Rusia menggunakan media sosial selama pemilihan presiden 2016 untuk memengaruhi pemilik. Namun, Moskow membantah tudingan tersebut.

(Din/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.