Sukses

Paksa Vendor Smartphone Instal Chrome, Google Bakal Diinvestigasi

Investigasi yang dimaksud bakal berfokus pada bagaimana Google menjalankan bisnisnya, terkait dengan sistem operasi Android yang bersifat open platform.

Liputan6.com, Jakarta - Google terancam jadi subjek penyelidikan federal. Diungkapkan oleh Asisten Jaksa Agung AS untuk Divisi Antitrust, Makan Delrahim, di parlemen, Departemen Kehakiman bisa saja menyelidiki Google terkait perilaku anti-persaingan.

Sekadar diketahui, dalam investigasi FTC mengenai bisnis mesin pencari pada 2013, Google dianggap 'bersih' dalam periode 20 bulan.

Sebagaimana dikutip Tekno Liputan6.com dari Phone Arena, Sabtu (6/10/2018), menurut dua orang sumber yang datang hearing ke parlemen, Delrahim berbicara pada para senator bahwa investigasi mungkin saja baru dilakukan.

Investigasi yang dimaksud bakal berfokus pada bagaimana Google menjalankan bisnisnya terkait dengan sistem operasi Android yang bersifat open platform.

Investigasi DOJ juga dilakukan untuk mengetahui apakah Google "memaksa" vendor smartphone Android untuk menginstal sejumlah aplikasi milik Google, seperti Google Search dan Google Chrome Browser.

Sekadar diketahui, Google memang menawarkan OS Android secara gratis untuk dipakai oleh vendor smartphone.

Namun, hal ini tak membuat perusahaan berhenti mengajak para vendor smartphone untuk lebih memilih aplikasi milik Google ketimbang yang berasal dari pengembang pihak ketiga.

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sanksi dari Eropa

Juli lalu, Komisi Eropa memberi sanksi denda kepada Google US$ 5,04 miliar (setara Rp Rp 81,9 triliun) karena mempersyaratkan smartphone Android untuk menginstal aplikasi Google Search dan Google Chrome.

Komisi Eropa juga mengatakan, Google membayar manufaktur smartphone untuk menyertakan mesin pencari mereka di perangkat dan memblokir produsen (dari penggunaan OS Android) yang tak sepakat dengan Google.

Kini, DOJ mengancam untuk membawa Google ke tudingan serupa di AS.

3 dari 3 halaman

Google Kena Denda Rp 72 Triliun

Sebelumnya, Komisi Eropa menganggap sistem operasi Android yang digratiskan merupakan cara ilegal perusahaan untuk mengukuhkan mesin pencari besutannya. 

Karena itu, Komisi Eropa menyebut anak perusahaan Alphabet itu telah melakukan monopoli dan meminta perusahan melakukan perubahan model bisnis.

Jika tidak dipenuhi, Google akan mendapat hukuman berupa denda mencapai lima persen dari rata-rata omset harian global,

Dikutip dari BBC, Kamis (19/7/2018), perkiraan denda yang harus dibayarkan Google mencapai 4,3 miliar euro (setara dengan Rp 72 triliun). Menurut Komisioner Kompetisi Margrethe Vestager, konsumen seharusnya memiliki pilihan dari perangkat yang dibelinya.

Seperti diketahui, Google kini mewajibkan OEM Android untuk menyertakan sejumlah aplikasi besutan perusahaan, termasuk Google Search dan Google Chrome. Langkah itu yang kini ditentang Komisi Eropa.

Vestager menilai ada tiga cara ilegal yang dilakukan Google dalam menjalankan bisnis Android. Pertama, manufaktur perangkat Android diharuskan memasang aplikasi Google Search dan browser Chrome sebagai syarat mendapatkan akses ke Play Store.

"Google juga membayar sejumlah manufaktur dan operator yang setuju memasang aplikasi Google Search secara eksklusif di perangkatnya," tuturnya.

Tak hanya itu, Google juga dianggap mencegah manufaktur menjual perangkat yang menjalankan versi Android alternatif. Caranya, perangkat mereka diancam tidak mendapatkan izin untuk menggunakan aplikasi Android. 

Di sisi lain, Vestager sebenarnya mengetahui bahwa Android tidak melarang penggunanya mengunduh peramban alternatif atau memakai mesin pencari lain. Namun, hanya ada satu persen pengguna yang memilih mesin pencari lain dan 10 persen peramban alternatif.

"Begitu pengguna memilikinya (aplikasi Google Search dan Google Chrome) dan bekerja, akan sangat sedikit pengguna yang penasaran untuk mencari aplikasi atau peramban lain," tuturnya menjelaskan.

(Tin/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.