Sukses

Google Kena Denda Rp 72 Triliun, Donald Trump Labrak Komisi Eropa

Donald Trump geram dan mengecam Komisi Eropa karena dianggap telah memanfaatkan AS.

Liputan6.com, Washington DC - Google harus menghadapi masalah baru pada pekan ini. Kali ini, raksasa teknologi asal Negeri Paman Sam tersebut harus berurusan dengan Komisi Eropa karena sistem operasi besutannya, Android, dianggap sebagai cara ilegal perusahaan mengukuhkan mesin pencarinya.

Perusahaan yang berbasis di Mountain View, Amerika Serikat (AS) itu bahkan dituding telah melakukan monopoli bisnis. Komisi Eropa juga meminta perusahaan mengubah model bisnisnya.

Tak cuma itu, Google juga mendapat hukuman berupa denda dari rata-rata omzet harian global, di mana mereka harus membayar 4,3 miliar euro atau setara engan Rp 72 triliun.

Mengetahui hal tersebut, Presiden AS Donald Trump pun geram dan mengecam Komisi Eropa karena dianggap telah memanfaatkan AS.

Dalam cuitan akun resmi Twitter-nya, @realDonaldTrump, suami dari Melania Trump tersebut mengakui kalau Google adalah salah satu perusahaan yang hebat. Tak mau tinggal diam, Donald Trump akan segera mengambil tindakan.

"Sudah saya bilang! Komisi Eropa baru saja mendenda lima miliar dolar ke salah satu perusahaan terbaik kita, Google. Mereka benar-benar mengambil untung dari Amerika Serikat, tetapi hal ini tentu tidak akan berlangsung lama!" cuit Donald Trump.

Sekadar informasi, hubungan Donald Trump dan Komisi Eropa belum lama ini memang tidak berjalan dengan baik. Ia bahkan menyebut Komisi Eropa dengan julukan "musuh".

Advokat anti-monopoli Gene Kimmelman, melihat apa yang dilakukan Donald Trump justru tidak akan membuat kondisi menjadi lebih baik. Bahkan apa yang diucapkannya tak akan membantu Google.

"Jelas (apa yang dilakukan Donald Trump) adalah sesuatu yang kontraproduktif. Jadi apakah kita mau menyukai hasilnya atau tidak, ini jelas menjadi penegakan hukum di Eropa, dan kita tentu tak ingin siapapun menganggu penegakan hukum di AS," ujar Kimmelman.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dituding Monopoli, Google Kena Denda Rp 72 Triliun

Seperti diketahui, Google kini mewajibkan OEM Android untuk menyertakan sejumlah aplikasi besutan perusahaan, termasuk Google Search dan Google Chrome. Langkah itu yang kini ditentang Komisi Eropa.

Vestager menilai ada tiga cara ilegal yang dilakukan Google dalam menjalankan bisnis Android. Pertama, manufaktur perangkat Android diharuskan memasang aplikasi Google Search dan browser Chrome sebagai syarat mendapatkan akses ke Play Store.

"Google juga membayar sejumlah manufaktur dan operator yang setuju memasang aplikasi Google Search secara eksklusif di perangkatnya," tuturnya.

Tak hanya itu, Google juga dianggap mencegah manufaktur menjual perangkat yang menjalankan versi Android alternatif. Caranya, perangkat mereka diancam tidak mendapatkan izin untuk menggunakan aplikasi Android. 

Di sisi lain, Vestager sebenarnya mengetahui bahwa Android tidak melarang penggunanya mengunduh peramban alternatif atau memakai mesin pencari lain. Namun, hanya ada satu persen pengguna yang memilih mesin pencari lain dan 10 persen peramban alternatif.

"Begitu pengguna memilikinya (aplikasi Google Search dan Google Chrome) dan bekerja, akan sangat sedikit pengguna yang penasaran untuk mencari aplikasi atau peramban lain," tuturnya menjelaskan.

3 dari 3 halaman

Permintaan Komisi Eropa

Komisi Kompetisi Eropa merasa Google telah memanfaatkan momen kebangkitan internet seluler untuk mendulang kesuksesan sama seperti di desktop. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah persoalan iklan di layanan Google.

Karena itu, Vestager meminta Google untuk menghentikan semua praktik yang dilakukannya saat ini. Selain itu, perusahaan juga diminta untuk tidak melakukan tindakan lain dengan motif serupa.

"Rusia menjadi salah satu contoh baik bahwa ada alternatif lain yang dapat dilakukan," tuturnya.

Sekadar diketahui, sejak ada keluhan dari regulator Rusia, Google kini menambah daftar mesin pencari utama yang dipakai di Chrome.

Selain Google, perusahaan turut menyertakan mesin pencari lain, yakni Yandex dan Mail.ru. Dengan cara ini, Yandex yang notabene aplikasi lokal Rusia, berhasil menaikkan sahamnya berkat pertumbuhan pencarian di perangkat mobile.

Aksi Google sebenarnya sudah cukup lama diintai oleh Komisi Eropa, yakni seja April 2015. Ketika itu, ada laporan dari kelompok dagang Fairsearch yang beberapa anggotanya adalah Microsoft, Nokia, dan Oracle.

Namun ketika itu, proses penyelidikan tidak berjalan lancar, karena Google disebut kerap berkelit. Oleh sebab itu, kelompok ini menyambut baik intervensi dari Komisioner Kompetisi Uni Eropa.

"Ini merupakan langkah penting untuk mendisiplinkan Google terutama soal tindakannya dengan sistem operasi Android ini," tutur juru bicara Fairsearch Thomas Vinje. Aksi ini juga disambut baik oleh perwakilan perdagangan operator mobile.

(Jek/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.