Sukses

Nilai Ekspor Menggiurkan, Pj Gubernur Sultra Berpesan Kurangi Tebang Pohon Pinang untuk Lomba

Ekspor perdana buah pinang asal Sulawesi Tenggara menuju Iran, senilai 28.000 US$ yang dikirimkan dari pelabuhan Kendari.

Liputan6.com, Kendari - Balai Karantina Pertanian Kendari, melakukan ekspor bijih pinang perdana, Senin (29/1/2024). Sebanyak 56 ton bijih pinang diekspor dari pelabuhan Pelindo Kendari menuju Iran. 

Nilai ekspor bijih pinang pertama melalui pelabuhan Kendari, sebesar US$28.000 atau jika dikonversi ke rupiah senilai Rp 434 juta. Nilai ini, cukup besar bagi petani dan pengusaha di Sultra, pasalnya ini merupakan ekspor pinang perdana di Sulawesi Tenggara.

Pj Gubernur Sulawesi Tenggara Andap Budhi Revianto mengatakan, Sultra saat ini belum masuk sebagai lima daerah pengekspor utama pinang di Indonesia. Posisinya masih dibawah Aceh, NTT, Jambi dan Sumatera Barat. 

Kata dia, saat ini masih ada jatah ekspor Sultra untuk pinang sekitar 180 ton lebih. Saat ini, Sultra baru bisa memenuhi 56 ton dari keseluruhan total jatah ekspor. 

"Melihat potensi ini, saatnya mengkonversi ke petani terkait informasi dan sosialisasi komoditas pinang yang banyak dibutuhkan negara-negara lain," ujar dia. 

Kata Andap, ada beberapa langkah efektif yang bisa membantu petani dan pengusaha pinang merambah pasar ekspor secara masif. Diantaranya, petani tidak asal menebang pohon pinang untuk keperluan kegiatan atau acara resmi. Kata dia, selama ini warga biasanya langsung serta merta menebang pohon ketika ada lomba panjat pinang. 

"Bisa jadi, pinangnya masih usia produktif atau berbuah. Padahal ini sangat bagus sekali potensinya," ujar Andap Budhi Revianto. 

Kemudian, kata Andap, terkait ketersediaan bibit pinang ke petani, Pemda dan pengusaha mesti berkoordinasi. Salah satunya, membudidayakan bibit pinang kualitas premium. 

"Saat ini bibit pinang kualitas premium, namanya Betara. Kualitas kadar air mencapai 10-5, untuk menanam jenis ini Pemda mesti mendatangkan bibit sehingga bisa dieksekusi pembudidayaannya oleh petani," tutup Andap. 

Perwakilan perusahaan pengekspor pinang, Amiruddin mengatakan, saat ini harga pinang Indonesia turun. Namun, demikian komoditas ini tetap menjadi komoditas yang harus digenjot agar memaksimalkan nilai bagi petani. 

"Saat ini harga pinang di Indonesia turun. Nilainya mencapai Rp4000 per kilo. Padahal tahun kemarin, mencapai Rp15.000," ujar Amiruddin. 

Dia mengatakan, perusahaan penampung di Sultra selama ini mengambil langsung dari petani. Menurut Amiruddin, ada pengumpul langsung di wilayah pedesaan. Mereka mengambil langsung ke petani. 

"Kami yang ada di Kota Kendari, menerima dari pengumpul di pedesaan dan langsung mengekspor ketika jumlahnya sudah cukup," ujar Amiruddin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penggunaan Bijih Pinang di Luar Negeri

Permintaan bijih pinang diluar negeri sangat tinggi khususnya di wilayah asia Tengah. Antara lain, untuk kebutuhan obat-obatan, campuran mengunyah sirih, kosmetik dan bahan baku pembuatan permen. 

Namun, tak banyak diketahui, ternyata pinang memiliki kegunaan luar biasa di luar negeri. Salah satunya, untuk bahan baku pembuatan obat kuat dan vitalitas pria.

 Di wilayah Indonesia sendiri, pinang sudah lama dijadikan sebagai obat penambah stamina. Namun, penggunaannya masih sebatas ramuan tradisional belum merambah masif hingga ke bisnis obat-obatan. 

Hal ini disampaikan Plt Deputi Bidang Karantina Tumbuhan Pusat Ir Bambang MM. Kata dia, Sultra saat ini masih dikenal memiliki potensi ekspor di komoditi kakao, jambu mete, kopra dan pala. Ternyata, wilayah Sultra memiliki potensi besar untuk banyak jenis komoditas pertanian. 

"Kalau bisa kita integrasikan ke semua stakeholder baik Dinas Pertanian, Perkebunan, Perikanan serta Balai Karantina, agar semua mendorong peningkatan komoditas ekspor," ujar Bambang. 

Kata dia, hal ini sangat penting. Sebab, Balai Karantina Pertanian, Perikanan dan perkebunan sudah membuka jalan seluas-luasnya bagi ekspor. Namun, masalahnya adalah ketersediaan komoditas dari petani untuk mencukupi jumlah standar nilai ekspor.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.