Sukses

Sidang Vonis Kasus Penipuan Bisnis Batu Bara di PN Banjarbaru, Terdakwa Merasa Dikriminalisasi

Tim kuasa hukum terdakwa, Pahrozi dari kantor Hukum Equitable Law Firm mengatakan pihaknya akan terus cari jalan untuk mencari keadilan

Liputan6.com, Banjarbaru - Pengadilan Negeri Banjarbaru Kalimantan Selatan (Kalsel) menggelar sidang putusan kasus dugaan penipuan dan penggelapan dalam bisnis usaha batu bara, Kamis siang (30/11/2023).

Di hadapan para terdakwa, AC Direktur PT.EEI TBK, HS Direktur PT.EGL, KH pemegang saham PT.EEI serta DAH selaku karyawan, Majelis Hakim yang diketuai oleh Rahmat Dahlan membacakan putusan atau vonis. Dalam amar putusannya tersebut keempat terdakwa dijatuhi hukuman masing-masing berbeda sesuai dengan perannya masing-masing.

Terdakwa AC dan HS dijatuhi vonis hukuman selama tiga tahun dan empat bulan pidana penjara, sedangkan KH dijatuhi hukuman dua tahun enam bulan, sementara DAH divonis tiga tahun pidana penjara.

Salah satu pertimbangan dari Majelis Hakim adalah salah satu terdakwa sudah ada yang memasuki usia senja yakni 70 tahun.

Vonis yang dijatuhkan kepada para terdakwa tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebelumnya yang menuntut kepada semua terdakwa dengan pidana penjara tiga tahun sepuluh bulan.

Usai pembacaan vonis dalam sidang putusan tersebut, tim kuasa hukum terdakwa, Pahrozi dari kantor Hukum Equitable Law Firm mengatakan pihaknya akan terus cari jalan untuk mencari keadilan.

"Kami merasa sangat kecewa dengan vonis itu, karena yang kami yakini itu kasus perdataan yang pondasinya adalah utang piutang, namun majelis hakim berpendapat lain, utang piutang itu ditarik menjadi jual beli, dan di situlah terjadi konsepsi hukumnya, sehingga mereka meyakini ada terjadinya penggelapan,” ungkapnya.

"Namun ini belum berakhir, masih ada Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung tempat kita mencari keadilan, kita akan terus berjuang karena putusan hakim atas dasar jual beli itu tidak terbukti dan tidak bisa kami terima, kenapa hakim masih mengambil bukti mempertimbangkan PPJB 125, padahal di fakta persidangan notarisnya itu sudah menyatakan isinya itu tidak benar,” tambahnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pertimbangkan untuk Lapor Polisi

Dirinya juga mengaku sedang mempertimbangkan apakah melaporkan ke kepolisian terkait dengan adanya dugaan pelanggaran dengan memasukan keterangan palsu di fakta persidangan.

Hal senada juga disampaikan oleh Zainal Abidin, menurutnya meskipun dalam sidang kami tadi pikir-pikir, akan tetapi dapat dipastikan dalam kurun waktu tujuh hari kedepan kami akan lakukan banding.

“Pertimbangan mengambil bukti surat yang menyatakan jual beli itu adalah tidak ada sama sekali, padahal itu adalah utang piutang, itu yang kelirunya majelis, hal tersebut jatuhnya adalah masalah keperdataan,” tegasnya.

Salah satu terdakwa AC juga mengaku, apa yang mereka perbuat dalam peristiwa tersebut, dalam hal kerjasama bisnis batu bara yang mereka lakukan merupakan utang piutang.

Selain itu, dirinya juga membantah tidak ada jual beli saham. Hal itu mereka utarakan dengan adanya putusan perdata dari Mahkamah Agung, adanya dasar perjanjian utang piutang.

“Prinsipnya tidak ada jual beli saham, jadi yang selalu disampaikan jual beli padahal tidak ada, jelas dasarnya ada dalam putusan perdata dari MA, namun yang dinilai bukan atas dasar utang piutang sesuai dengan kesimpulan Majelis Hakim tadi RP49 miliar bukan yang RP7,2 miliar PPJB Nomor 125 dan bahkan Notaris tidak mengakui bahkan itu dinyatakan salah ketik dan tidak terlihat pembayarannya,” ungkapnya.

Perwakilan dari perusahaan, Saut dan Doni yang terus mengikuti jalanya persidangan dari awal hingga pembacaan vonis mengaku kecewa dengan hasil putusan tersebut. Selain itu Doni juga mengutarakan jika dari empat orang terdakwa hanya tiga terdakwa saja vonis atau putusannya dibacakan. Jadi menurutnya terdakwa empat tidak terdengar saat pembacaan vonis, jadi menurutnya hal tersebut semestinya bebas.

“Kami dari perwakilan karyawan sangat prihatin untuk mencari keadilan di negeri ini sangat susah, kami sempat merekam tadi, pimpinan kami ada empat dalam hal ini para terdakwa, yaitu terdakwa satu, dua dan tiga dan empat, sementara tadi Majelis Hakim menyatakan yang dihukum itu adalah semua terdakwa sampai tiga, sedangkan terdakwa empat ternyata tidak disebutkan jadi seharusnya secara hukum terdakwa empat itu harus dibebaskan karena cacat hukum,” katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.