Sukses

Dana Tak Cukup, Sumsel Butuh Sumber Lain Guna Pulihkan Lahan Gambut

Pemprov Sumsel butuh dana lebih untuk pemulihan ekosistem lahan gambut, terutama di 3 kabupaten dengan luasan gambut terbesar.

Liputan6.com, Palembang - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla), deforestasi, penambangan dan pemanfaatan lahan yang tidak berkelanjutan, merusak ekosistem lahan gambut di Sumatera Selatan (Sumsel).

Apalagi ada 3 kabupaten di Sumsel dengan luasan lahan gambut terbesar sekitar 1,2 juta hektare, di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin dan Musi Banyuasin (Muba) Sumsel.

Deputi Direktur International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) Indonesia Andree Ekadinata berkata, praktik pengelolaan ekosistem gambut yang buruk dapat merusak ekosistem gambut, mengurangi kemampuan untuk menyimpan karbon, dan meningkatkan emisi gas rumah kaca.

Dengan pengelolaan ekosistem gambut yang baik, dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi iklim global.

Pemulihan ekosistem gambut di Sumsel membutuhkan tenaga dan anggaran yang ekstra dan waktu yang cukup lama. Sehingga Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel tidak bisa bergantung pada anggaran pemerintah saja.

“Evaluasi ini difokuskan mencari potensi penyediaan pendanaan dalam upaya pemulihan gambut di Sumsel secara berkelanjutan,” ucapnya saat menggelar ‘Kick-Off Restorasi, Pengelolaan dan Pendanaan Ekosistem Gambut Berkelanjutan: Capaian, Evaluasi dan Rekomendasi Paska 2024’ di Ballroom Hotel Aryaduta Palembang yang bekerja sama dengan Pemprov Sumsel, Rabu (11/10/2023).

Salah satu opsi sumber dana dalam pemulihan lahan gambut di Sumsel bisa melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021. Yakni tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Apalagi Perpres 98 Tahun 2021 tersebut bisa dipakai Pemprov Sumsel dalam mencari pendanaan saat perubahan iklim. Seperti restorasi gambut masuk dalam upaya pembayaran berbasis kinerja yang bernilai ekonomi karbon.

Restorasi gambut merupakan upaya jangka panjang yang membutuhkan perencanaan adaptif. Karenanya evaluasi terhadap kinerja restorasi gambut sangat penting dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan dan tantangan di masa yang akan datang.

“Berbagai sumber pendanaan inovatif juga perlu diidentifikasi untuk memastikan keberlanjutan upaya restorasi ekosistem gambut,” ucapnya.

Jika pengelolaan ekosistem gambut dapat berjalan baik, bisa mengurangi risiko karhutla dan gambut yang sering terjadi karena perubahan iklim dan aktivitas manusia di Sumsel.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kebakaran Gambut

Kebakaran hutan dan gambut tak hanya merusak ekosistem, tapi juga merusak habitat satwa liar, mengurangi kualitas udara, dan meningkatkan emisi gas rumah kaca.

Upaya-upaya seperti konservasi dan restorasi gambut, pengembangan teknologi pengelolaan gambut yang berkelanjutan, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan dinilainya sangat membantu melindungi ekosistem gambut serta mengurangi emisi gas rumah kaca yang merugikan lingkungan.

Sekretaris Daerah (Sekda) SUmsel Supriono berujar salah satu permasalahan yang masih dihadapi di lahan gambut di Sumsel yakni kesesuaian antara luasan lahan gambut dengan pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah gambut itu sendiri.

“Untuk mengembalikan atau memperbaiki gambut dan juga fungsinya itu tidak gampang. Belum lagi kondisi iklim yang dihadapi semakin tidak menentu," katanya.

Pemprov Sumsel membutuhkan grand design yang baik untuk pemulihan ekosistem lahan gambut yang lebih optimal. Namun tidak mempengaruhi kehidupan masyarakat atau berdampak pada perekonomian warga di sekitar lahan gambut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.