Sukses

Bakar Gunung Api, Tradisi Masyarakat Bengkulu Sambut Lebaran Idul Fitri

Menurut kepercayaan Suku Serawai, jika salah satu anggota keluarga ada yang tidak ikut serta dalam pelaksanaan bakar gunung api, maka hal tersebut dapat mendatangkan bala.

Liputan6.com, Bengkulu - Bakar gunung api merupakan salah satu tradisi menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri bagi masyarakat Bengkulu. Tradisi ini merupakan warisan budaya Suku Serawai di Bengkulu yang telah dilaksanakan secara turun-temurun.

Mengutip dari budaya-indonesia.org, tradisi bakar gunung api merupakan sebuah ritual membakar batok kelapa yang telah disusun. Susunan batok kelapa tersebut dibuat seperti tusuk sate yang dirangkai kayu dan dibuat tinggi menjulang.

Ritual ini bertujuan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat setempat kepada Allah SWT atas segala kebaikan yang diberikan hingga dapat menikmati keindahan Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, ritual ini juga dimaksudkan sebagai pemberian doa kepada arwah keluarga yang telah meninggal agar merasa tenteram di akhirat.

Biasanya, tradisi bakar gunung api dilaksanakan tepat pada malam takbiran. Masyarakat Suku Serawai umumnya menggelar tradisi ini di halaman atau di belakang rumahnya.

Tak hanya sekadar membakar batok kelapa, masyarakat juga tak lupa melantunkan takbir dan doa-doa syukur saat melaksanakan ritual ini. Dalam tradisi ini, seluruh anggota keluarga wajib mengikutinya tanpa terkecuali.

Menurut kepercayaan Suku Serawai, jika salah satu anggota keluarga ada yang tidak ikut serta dalam pelaksanaan bakar gunung api, maka hal tersebut dapat mendatangkan bala. Oleh karena itu, seluruh anggota keluarga sebaiknya mengikuti tradisi ini agar terhindar dari keburukan.

Usai salat Isya, masyarakat setempat akan mulai membakar batok kelapa yang telah disusun seperti satai. Dirangkai dengan kayu menjulang tinggi, tampilan batok kelapa saat dibakar dapat menimbulkan kesan magis dan eksotis.

Pemandangan api yang membumbung tinggi pun akan tampak di setiap rumah yang ada di kampung tersebut. Sayangnya, seiring berjalannya waktu, tradisi ini semakin memudar dan hampir ditinggalkan.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini