Sukses

Mengenal Tenun Gringsing, Kain Langka Asal Bali

Liputan6.com, Bali - Bali memiliki beragam warisan kebudayaan kuno yang masih dilestarikan hingga saat ini. Salah satunya adalah kain tenun gringsing.

Kain tenun gringsing dibuat oleh penduduk Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Karangasem atau dikenal sebagai Desa Bali Agai. Penduduk Desa Bali Aga konon merupakan penduduk asli Bali.

Kain Gringsing merupakan salah satu warisan budaya kuno Bali yang sampai saat ini masih bertahan eksistensinya. Kain Gringsing merupakan satu-satunya tenun ikat ganda asal Indonesia.

Dikutip dari laman jalurrempah.kemdikbud.go.id, gringsing diambil dari 2 kata, yaitu "gring" yang berarti sakit dan "sing" yang berarti tidak. Secara harfiah, kain Gringsing dimaknai sebagai kain magis yang membuat pemakainya terhindar dari hal-hal buruk.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, kain gringsing merupakan pemberian Dewa Indra. Dewa Pelindung umat manusia dalam kepercayaan agama Hindu.

Dalam kepercayaan tersebut dikisahkan Dewa Indra sedang mengagumi keindahan langit malam. Ia kemudian mencoba menggambarkannya pada umat manusia pilihannya, yaitu penduduk desa Tenganan atau desa Bali Aga.

Para penduduk wanita Tenganan diajarkan teknik menenun kain Gringsing demi mengabadikan keindahan bintang, bulan, matahari, dan hamparan langit lainnya. Berasal dari kepercayaan itu lah, kain gringsing tercipta dengan nuansa gelap pekat, seperti gelapnya malam.

Kain Gringsing dipercaya mengandung kesaktian Dewa Indra yang mampu menyembuhkan penyakit. Kain tenun gringsing termasuk salah satu tenun langka.

Penguasaan teknik tenung sejenis gringsing hanya dapat ditemukan di tiga tempat di dunia, yaitu India, Jepang, dan Indonesia. Hal ini memperkuat dugaan bahwa masyarakat Tabanan pada awalnya adalah Imigran dari India kuno, ditambah suku tersebut juga menyembah Dewa Indra.

Para imigran tersebut kemudian membawa teknik dobel ikat melalui pelayaran dari Orissa atau Andhra Pradesh. Kemudian dikembangkan secara independen di Tenganan, Bali.

Kain tenun gringisng disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama karya Empu Prapanca. Di kitab kuno tersebut, tertulis di salah satu kereta kencana Hayam Wuruk, Sri Nata Wilwatikta, terbuat dari kain gringsing.

Kain gringsing masih digunakan untuk berbagai upacara, seperti upacara keagamaan, upacara kikir gigi, dan upacara pernikahan hingga saat ini. Proses pembuatan kain gringsing cukup lah rumit dan memakan waktu yang lama.

Proses penenunan kain gringsing memakan waktu kurang lebih dua bulan. Sementara, untuk motif ikat ganda bisa memakan waktu lebih lama lagi, yakni 2-5 tahun.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tanpa Bantuan Mesin

Menariknya, proses pembuatan kain tenun gringsing dilakukan tanpa bantuan mesin, sehingga dibuat oleh tangan manusia dari awal hingga selesai. Dalam proses pewarnaannya, kain gringsing tidak dapat menghasilkan warna pekat dan tahan lama.

Apabila diberi warna yang diberikan tidak dihasilkan oleh minyak kemiri. Demi mendapatkan warna yang sempurna pada motif Tenun gringsing, proses pewarnaan ini membutuhkan waktu lebih dari tiga bulan.

Proses pewarnaan harus dilakukan secara berulang-ulang sesuai pakem atau aturan yang ada. Hal ini dilakukan demi menjaga nilai ritual dan melindungi keaslian kain gringsing.

Motif dan warna yang indah pada kain gringsing memiliki banyak makna yang melambangkan keseimbangan antar manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan Tuhan. Pada motif lubeng, motif yang bercirikan kalajengking, sering digunakan sebagai busana adat dalam upacara keagamaan.

Kemudian motif sanan empeg yang identik dengan kotak poleng merah hitam. Lalu terdapat motif cecempakaan yang dikenal dengan motif bunga cempaka.

Motif ini sering digunakan sebagai busana adat dalam upacara keagamaan. Ada pula motif cemplong, yang bercirikan sebuah bunga besar di antara bunga-bunga yang kecil di sekitarnya.

Selain itu ada juga motif tenun yang menggunakan tokoh pewayangan. Namun tak hanya motif, warna yang digunakan di kain gringsing memiliki makna yang berbeda pula.

Kain Tenun Gringsing secara umum memiliki tiga warna yang disebut dengan Tridatu, yaitu warna merah, kuning, dan hitam. Warna merah berasal dari akar mengkudu, melambangkan api sebagai panas bumi sumber energi dan kehidupan di bumi.

Kemudian warna kuning dari campuran minyak kemiri, melambangkan angin atau oksigen dalam setiap kehidupan manusia. Sedangkan warna hitam yang berasal dari pohon taum, yang melambangkan air pemberi penghidupan bagi seluruh makhluk di bumi.

Umumnya dalam acara-acara adat, kain tenun Gringsing biasanya digunakan sebagai selendang atau senteng oleh wanita. Sedangkan pria digunakan sebagai ikat pinggang.

Proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu membuat kain langka asal Bali ini dijual dengan harga yang fantastis. Harga kain gringsing dibanderol mualai dari jutaan hingga ratusan juta rupiah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.