Sukses

Jaksa Kuansing Gandeng BPKP Hitung Kerugian Negara dari Kasus SPPD Fiktif

Kejari Kuansing masih membidik Kepala BPKAD Kuansing Hendra AP dalam dugaan korupsi SPPD fiktif dengan sprindik baru dan hampir rampung.

Liputan6.com, Pekanbaru - Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kuansing, Hendra AP alias Keken, memang lepas dari dugaan korupsi SPPD fiktif yang menjeratnya. Namun, Kejari setempat kembali menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru.

Kepala Kejari Kuansing Hadiman menyebut penyidikan baru korupsi itu terus berjalan. Pihaknya segera menggelar ekpos perkara untuk menentukan kerugian negara dan menambah keterangan ahli.

"Tim ahli sudah oke, ini mau ngecek ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," kata Hadiman, Kamis siang, 14 Oktober 2021.

Hadiman menjelaskan, Hendra AP lolos dari jeratan hukum karena hakim tunggal saat praperadilan menyorot perhitungan kerugian negara yang dilakukan penyidik.

Dalam putusannya, hakim menyatakan jaksa penyidik tidak berwenang menghitung kerugian negara dalam dugaan korupsi tersebut.

"Makanya ke BPKP, mudah-mudahan ada hasilnya," ucap Hadiman.

Hadiman menyorot pertimbangan hakim soal perhitungan kerugian negara ini. Apalagi sekarang peraturan sudah memperluas wewenang penyidik dalam menghitung kerugian negara.

"Misalnya KPK, KPK itukan penyidik (boleh menghitung kerugian negara sendiri), jaksa juga penyidik, apa bedanya," jelas Hadiman.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Yurisprudensi

Hadiman mencotohkan, Kejari Kuansing pernah mengusut dugaan korupsi pengadaan alat peraga kesehatan di Dinas Pendidikan. Ada tiga tersangka yang dibawa ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Kasus ini merugikan negara Rp1,3 miliar. Kerugian itu merupakan perhitungan yang dilakukan jaksa penyidik tapi dalam putusan hakim diperbolehkan.

"Divonis bersalah terdakwanya, penyidik yang menghitung kerugian, lantas apa bedanya dengan BPKAD ini, kabupaten sama, anggarannya sama," terang Hadiman.

Selanjutnya, tambah Hadiman, dugaan korupsi ruangan hotel Kabupaten Kuansing. Penyidik juga tidak menggunakan BPKP menghitung kerugian negara tapi ahli dari Universitas Tadulako.

"Tapi hakim dalam praperadilan BPKAD menyebut harus BPKP, makanya kami ke BPKP," jelas Hadiman.

Dugaan korupsi SPPD fiktif Kuansing diduga terjadi pada tahun 2019. Jaksa menyebut ada kerugian negara Rp600 juta dari SPPD itu dan bisa bertambah lagi jumlahnya.

Hadiman berani menyebut angka bertambah karena belum menghitung kegiatan perjalanan dinas yang dilakukan BPKAD Kuansing ke Jakarta, Padang dan Kota Batam.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.