Sukses

Jalan Salib ke-3 dan Tradisi Berburu Ulat Nyale di Kampung Sikka

Warga percaya, ulat nyale akan muncul dengan sendirinya di laut selatan Desa Sikka saat ritual Jalan Salib ke-3 menjelang paskah.

Liputan6.com, Sikka - Berburu ulat nyale di kampung Sikka, Nusa Tenggara Timur, menjadi tradisi turun-temurun warga saat memasuki minggu ke-3 masa pra-paskah. Warga percaya, ulat nyale akan muncul dengan sendirinya di laut selatan Desa Sikka saat ritual Jalan Salib ke-3 menjelang paskah.

Desa Sikka letaknya kurang lebih 28 kilometer dari Kota Maumere. Desa yang kental dengan tradisi Katolik ini akan terlihat semarak saat menjelang tradisi berburu ulat nyale digelar. Saat tim Liputan6.com berkunjung, ratusan obor membuat terang jalan-jalan di Kampung Sikka.

Tradisi berburu ulat nyale masyarakat kampung Sikka berbeda dengan di tempat lain, mereka memilih malam hari sebagai waktu berburu. Di kampung itu, ulat nyale baru muncul setelah pukul 19.00.

Dari bentuk dan rupa ulat nyale ada yang berwarna mera ada juga yang berwarna hijau, kalau salah menangkap ulat nyale akan hancur dan tidak bisa ditangkap dengan utuh, jadi masyarakat pun harus menangkap dengan hati-hati.

Goris Tamela salah seoarang tokoh masyarakat Desa Sikka kepada Liputan6.com mengatakan, tradisi berburu ulat nyale atau dalam bahasa daerah setempat disebut Ule Nale ini menjadi tradisi yang terus dilestarikan dari zaman nenek moyang.

Ada pantangan saat ulat nyale ini akan muncul, yaitu tidak boleh ada ibu hamil atau suami dari ibu hamil tersebut berdiri di laut atau mencoba untuk menangkap ulat nyale tersebut, karena ulat nyale tersebut akan hilang atau berubah menjadi air.

"Kepercayaan dan pantangan ini sering terjadi beberapa tahun silam dimana masyarakat setempat yang istrinya sedang hamil tidak dengan sengaja berdiri di pantai, ulat nyale pun tidak muncul, mereka dilarang untuk menangkap ulat nyale.Ini menjadi pantangan saat muncul nya ulat nyale," ungkapnya.

Di kampung Sikka sendiri ada 2 jenis ulat nyale ada ulat nyale yang berukuran kecil dan ada juga berukuran besa.

"Kalau ulat nyale yang berukuran kecit itu sering disebut masyarakat setempat Ulat nyale (Ule Nale Aja) jenis ulat nyale ini sering muncul seminggu sebelum ulat nyale yang lebih besar. Sedangkan ulat nyale besar itu muncul saat minggu ke-3 masa pra-paskah dan ulat nyale besar ini ada 2 jenis warna yaitu warna mera dan warna hijau," jelasnya.

Dikatakannya ulat nyale ini bisa dikaitkan dengan tahun liturgi Gereja menurut kepercayaan masyarakat setempat ulat nyale, ini akan muncul pada Jalan Salib ke-3 masa pra-paskah.

 

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kepercayaan Setempat

Tradisi ulat nyale ini sudah sejak zaman dahulu, dimana tradisi penangkapannya selalu menggunakan bara obor sebagai penerang. Dulu tradisi ini hanya diketahui oleh orang yang ada di dalam kampung Sikka saja.

"Zaman dahulu sangat terbatas sekali jumlah orang berburu menangkap ulat nyale, dimana orang atau masyarakat yang punya obor dan persiapan minyak yang cukup pasti merekalah yang bisa pergi menangkap ulat nyale. Dan sekarang tradisi penangkapan ulat nyale bukan hanya orang kampung sikka sendiri tetapi tradisi penangkapan ulat nyale ini sudah dirasakan juga orang yang tinggal di kota untuk datang berburu ulat nyale di kampung Sikka," bebernya.

Ulat nyale ini muncul di saat pasang naik dan pasang surut atau dalam bahasa daerah (Mara Halang). Di mana ulat nyale tersebut akan terapung di sekitaran karang yang berisih air laut.

"Cara menangkap ulat nyale ini juga sangat unik dimana tangan harus sedikit lemas dan tidak boleh kasar, kalau sedikit kasar ulat nyale tersebu akan hancur, bila ulat nyale tersebut muncul diatas permukaan karang yang tidak berisi air lait kita harus menyiram dengan air laut sehungga ulat nyale bisa keluar dari karang untuk bisa diambil," ungkapnya.

Saat munculnya ulat nyale ini masyarakat setempat pada hari sebelumnya akan mencium bau amis dari laut dan bertanda ulat nyale akan muncul dan saat ulat nyale akan hilang pun akan muncul bau amis terakir atau dalam bahasa daerah setempat (Bohu Nale) berati keluar bau amis terakir dan ulat nyale akan hilang dengan sendirinya.

Dari bau amis ulat nyale yang terakhir pasti akan muncul hujan, angin dan petir dari arah laut. Dengan bau amis yang terakhir dari ulat nyale menurut kepercayaan masyarakat setempat, musim hujan dan angin pun akan selesai, sehingga di zaman dahulu para nelayan kampung Sikka selalu mempercai bohu nale sehingga mereka sudah bisa melaut mencari ikan di wilayah pesisir pantai selatan, karena perjalanan mereka melaut sudah aman dan tidak ada lagi hujan dan angin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.