Sukses

Jadi Nama Rumah Sakit Rujukan Pasien Corona, Siapakah Sulianti Saroso?

Nama Prof. Dr. Julie Sulianti Saroso, MPH diabadikan menjadi nama Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) karena jasanya yang besar terhadap dunia kesehatan di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi mengumumkan ada dua pasien positif virus Corona Covid-19 di Indonesia yang saat ini diisolasi dan menerima perawatan intensif di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof Dr Sulianti Saroso, Jakarta Utara.

Terkait pencegahan virus Corona, Kementerian Kesehatan menyatakan telah menyiapkan 100 rumah sakit rujukan di 32 provinsi. Rumah sakit-rumah sakit tersebut dinilai mampu menangani pasien jika ada yang terkonfirmasi virus Corona.

Terutama RSPI Sulianti Saroso. Nama rumah sakit ini juga sempat disebut-sebut ketika wabah SARS dan flu burung melanda Indonesia. Sejumlah pasien dirujuk ke RSPI untuk mendapatkan perawatan intensif. 

Dari nama rumah sakit ini, tentu terpikir siapakah Sulianti Saroso? Apakah jasanya hingga namanya dijadikan nama sebuah rumah sakit dengan kekhususan menangani penyakit infeksi dan menular? 

Siapa Sulianti Saroso?

Berdasarkan laman resmi RSPI Sulianti Saroso, sebelumnya rumah sakit ini bernama RS Karantina. Pada 1 Januari 1994, RS Karantina berubah menjadi RSPI Sulianti Saroso dan diresmikan pada 21 April 1994.

Berdasarkan Kepmenkes RI No.5/Menkes/ SK/1994 tentang Organisasi dan Tata Kerja RSPI Prof Dr Sulianti Saroso, RSPI Sulianti Saroso ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen PPM dan PL Kementerian Kesehatan RI.

Prof Dr Julie Sulianti Saroso, MPH diabadikan menjadi nama Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) karena jasanya yang besar terhadap dunia kesehatan di Indonesia.

Julie Sulianti Saroso merupakan perempuan kelahiran Karangasem, sebuah kabupaten miskin di Bali, pada 10 Mei 1917.

Ia lulus sekolah kedokteran pada 1942 dari GHS (sekolah tinggi kedokteran) di Batavia (Jakarta). Kemudian ia meneruskan pendidikannya di Inggris, Skandinavia, Amerika Serikat dan Malaya selama 2 tahun (1950 sampai 1951) dan mendapatkan Certificate of Public Health Administrasion dari Universitas London.

Tahun 1951 ia memulai kariernya di Kementerian Kesehatan. Di situ ia menjabat berbagai posisi, yaitu Kepala Bagian Kesejahteraan Ibu dan Anak, Kepala Hubungan Luar Negeri, Wakil Kepala Bagian Pendidikan, Kepala Bagian Kesehatan Masyarakat Desa dan Pendidikan Kesehatan Rakyat, dan Kepala Planning Board.

Pada tahun 1962 ia memperoleh gelar MPH (Master of Public Health) dan TM (Tropical Medicine), kemudian memperoleh gelar Doctor of Public Health (Epidemiologi) tahun 1965 setelah mempertahankan disertasi yang berjudul "The Natural History of Enteropathogenic Escherechia Coli Infections" di Tulane Medical School, New Orleans, Louisiana, Amerika Serikat.

Sulianti menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) pada 1967-1975 dan Kepala Badan Litbangkes pada tahun 1975-1978.

Dia berhasil meyakinkan komisi internasional WHO bidang pemberantasan penyakit cacar bahwa Indonesia telah terbebas dari penyakit cacar yang kala itu tengah melanda dunia. Selain itu, dia juga pernah menjadi Ketua Health Assembly atau Majelis Kesehatan Dunia pada tahun 1973. Sulianti Saroso meninggal dunia, 29 April 1991, pada usia 73 tahun.

 

Simak Video Pilihan Berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sejarah RSPI Sulianti Saroso

Dalam sejarahnya, pendirian rumah sakit ini terbagi dalam tiga periode. Pertama, saat menjadi stasiun karantina di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu. Kedua saat menjadi stasiun karantina dan berubah menjadi rumah sakit karantina di Tanjung Priok.

"Ketiga setelah RSPI Prof Dr Sulianti Saroso diresmikan. Stasiun Karantina Pulau Onrust difungsikan pada tahun 1917 hingga tahun 1958," dikutip dari laman resmi RSPI Sulianti Saroso.

Fungsi utama stasiun adalah untuk menampung penderita cacar yang berasal dari wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kemudian, pada tahun 1930-an, Pulau Onrust juga menjadi asrama haji sebelum jemaah haji diberangkatkan ke Arab Saudi.

Para calon haji di Pulau Onrust ditempatkan di sana agar bisa beradaptasi dengan udara laut. Sebab, pada zaman dahulu, para jemaah haji menaiki kapal untuk menuju ke Arab Saudi. 

"Periode selanjutnya, berubah menjadi stasiun karantina dan RS Karantina Tanjung Priok. Layanan ini difungsikan pada tahun 1958 hingga 1994. Fungsi utamanya adalah menangani penderita penyakit menular dari kapal yang memerlukan karantina," dikutip dari laman resmi RSPI Sulianti Saroso.

Dikutip dari laman resmi RSPI Sulianti Saroso, fungsi stasiun karantina di Tangjung Priok saat itu berimbang dengan menangani penderita cacar pada tahun 1964 hingga tahun 1970 sebanyak 2.358 orang. Kemudian, sejak Indonesia dinyatakan bebas cacar pada tahun 1972, stasiun karantina berubah menjadi Rumah Sakit (RS) Karantina.

"RS ini bertugas menyelenggarakan pelayanan, pengobatan, perawatan, karantina, dan isolasi penyakit menular tertentu," dikutip dari laman resmi RSPI Sulianti Saroso. 

Berdasarkan keterangan laman RSPI Sulianti Saroso, dalam perkembangannya, RS Karantina tidak hanya menangani pasien karantina atau pasien yang diduga menderita penyakit menular yang diatur pemerintah saja, tetapi juga penyakit-penyakit menular atau infeksi lainnya. 

Setelah itu, RS Karantina pun dipindahkan secara resmi ke wilayah Sunter pada tahun 1994 dan berumah nama menjadi RSPI Sulianti Saroso.

Saat itu, RS ini bertanggungjawab pada Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman (P2M dan PLP).

Penyakit yang pernah ditangani

Beberapa penyakit yang pernah ditangani oleh RSPI Sulianti Saroso adalah sebagai berikut:

  1. Penanganan pasien HIV/AIDS
  2. Penanganan wabah SARS
  3. Penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) Flu Burung (H5N1)
  4. Pencegahan penyakit MERS
  5. Penanganan KLB difteri

Terbaru, sekarang RSPI Sulianti Saroso menangani dua pasien pertama virus Corona Covid-19 yang diumumkan pemerintah kemarin, Senin (2/3/2020). (Akhmad Mundzirul Awwal/PNJ)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.