Sukses

Menikmati Berkah Tersamar di Kota Angin Majalengka

Seiring berjalannya waktu julukan kota angin di Majalengka perlahan mulai terkikis karena dinilai terjadi perubahan kondisi alam.

Liputan6.com, Majalengka - Embusan angin menghiasi aktivitas masyarakat di Kabupaten Majalengka. Dari letak geografis, Kabupaten Majalengka salah satu wilayah yang berada di Kaki Gunung Ciremai.

Potensi wisata alam pun menjadi salah satu daya tarik pengunjung datang ke Majalengka. Namun demikian, dari informasi yang dihimpun, Majalengka mendapat julukan sebagai Kota Angin.

"Iya dulu angin selalu berembus dan saya mengalami sendiri sampai tahun 1985 embusan angin di Majalengka itu terasa sekali. Pengunjung yang kasih julukan sebenarnya tapi sekarang sudah tidak lagi," kata Budayawan Majalengka Rais Purwacarita, Kamis (14/11/2019).

Rais sempat menceritakan pengalamannya waktu muda berkegiatan di Kabupaten Majalengka. Menurut dia, karakter angin di Majalengka berbeda dibandingkan daerah lain.

Kecepatan angin yang berembus di Kabupaten Majalengka bisa mencapai 60 km per jam. Banyak masyarakat yang menggunakan motor maupun sepeda gowes terempas karena terkena embusan angin.

"Saya sendiri waktu masih muda kalau pulang kerja malam itu kadang terseret angin. Atap seng bergerak ada yang ikut terangkat jemuran jatuh bahkan kalau ada perempuan yang pakai rok bisa keangkat saking kencangnya embusan angin dan itu khas Majalengka," ujar dia.

Namun demikian, kata dia, embusan angin yang ada di Majalengka tersebut hanya terasa di beberapa wilayah, seperti kawasan Cikeruh, Kadipaten, sampai Kasokandel.

Dia menyebutkan, rata-rata embusan angin khas Majalengka saat itu terjadi pada bulan September dan Oktober. Kondisi Gunung Ciremai yang tinggi memantulkan angin hingga ke beberapa wilayah di Majalengka.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Membantu Penyerbukan

"Ini pengalaman pribadi saya kalau April masuk akhir musim penghujan dan Oktober akhir musim kemarau dan biasanya terjadi pancaroba. Di bulan-bulan itu angin datang dari semua arah," ujar dia.

Dinginnya udara di Gunung Ciremai memicu adanya pergerakan angin di bawahnya. Saat angin dari Gunung Ciremai tersebut berembus ke bawah, ragam jenis buah-buahan di Majalengka memasuki masa pembuahan.

Datangnya angin dari Gunung Ciremai membantu percepatan penyerbukan buah yang ditanam. Bahkan, kata Rais, Majalengka sempat menjadi salah satu sentra buah mangga setelah Indramayu.

"Memang secara alami pada bulan September itu semuah buah-buahan mulai berbunga. Tapi di Majalengka ini yang kebetulan selalu datang angin otomatis membantu penyerbukan hingga berbuah dan di daerah lain tidak ada angin," ujar dia.

Pada 1985 hingga sekarang, karakteristik angin yang menjadi khas Majalengka sudah tidak terasa. Dia mengatakan, embusan angin yang terasa saat ini dipengaruhi gejala alam lain seperti Elnino dan Tornado.

"Dulu di desa saya jam 9 pagi itu matahari belum keluar saking dinginnya orang jam 3 pagi tidak berani mandi. Sekarang malah ada nyamuk bahkan jam 3 pagi sudah bisa mandi," sebut Rais.

Salah satu faktor utama adalah pesatnya pembangunan dan kepadatan penduduk. Tidak sedikit hutan ditebang bahkan jarang ditemukan mata air jika sedang berada di daerah pegunungan.

"Dulu ada 317 titik mata air di Majalengka, sekarang tidak tahu ada berapa. Dulu kebakaran di Ciremai mudah dipadamkan karena banyak air sekarang sulit karena mata air sudah tertutup," sambung Rais.

3 dari 3 halaman

Komentar BMKG

Prakirawan BMKG Stasiun Jatiwangi Kabupaten Majalengka Ahmad Faa Izyn mengatakan, berdasarkan pengamatan, angin kencang di Majalengka berembus dari arah Timur hingga Selatan.

Angin tersebut berembus pada musim kemarau setiap bulah Juni sampai Oktober. Dia menyebutkan, angin yang berembus pada musim kemarau itu bernama angin kumbang.

"Kecepatannya bisa sampai 56 km per jam terutama pada bulan Agustus," ujar dia.

Saat musim kemarau, angin berembus dari arah barat hingga utara Majalengka. Potensi angin disepanjang musim hujan karena awan-awan hujan atau Cumulonimbus.

Dia menyebutkan, pada musim hujan, kecepatan angin yang berhembus mencapai 72 km per jam. Angin tersebut menyebabkan pohon tumbang, hingga listrik padam.

"Itu pengamatan kami dan sampai saat ini siklus tersebut terus ada tiap tahunnya," kata dia.

Saksikan video pilihan berikut ini: 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.