Sukses

Merawat Keberagaman dengan Bertandang ke Gereja Katedral Bandung

Gereja Katedral Santo Petrus ternyata bukan gereja katolik pertama di Bandung.

Liputan6.com, Bandung – Sekitar 40 orang dari komunitas Gamboeng Vooroit berkumpul dalam acara Tour de Cathedral Klerk di Gereja Katedral St. Petrus Bandung, Jalan Merdeka No 14, Sabtu, 8 April 2017, sejak pukul 10.00 WIB.

Acara itu merupakan salah satu kegiatan jelajah tematik yang dilakoni komunitas tersebut. Mereka dipandu oleh Ketua Seksi Komunikasi Sosial Gereja Katedral St Petrus, Ceacilia Amanda Muliati yang memperkenalkan sejarah dan aktivitas gereja yang dipakai umat Katolik itu.

Setelah perkenalan, para peserta diperkenalkan pada isi gereja yang dibangun sejak 1921 tersebut. CP. Wolff Schoemaker adalah otak di balik desain gereja yang bergaya neo gothic. Ciri khas utamanya terletak pada bagian molding.

Pada bagian lain gereja katedral terdapat jendela kaca yang diperindah dengan kaca patri supaya cahaya dapat masuk ke dalam. Selain itu, terdapat kubah berusuk yang menjadi ciri khas Katedral.

Pada bagian dinding, terpampang 14 lukisan yang bergaya Barok yang menceritakan jalan salib Yessus mulai manggul salib sampai saat kematiannya. Sementara, deretan bangku panjang di gereja ini mampu menampung sekitar 800 jemaat per sekali waktu.

Menurut Amanda, Gereja Katedral Santo Petrus Bandung menjadi saksi bisu perjalanan panjang perkembangan umat Katolik di Keuskupan Bandung. Sekitar 1878, Bandung sudah cukup ramai meski belum terdapat pelayanan umat Katolik.

Guna menjalankan pelayanan umat, pastor didatangkan dari Cirebon. Kedatangan pastor itu semakin mudah seiring dibukanya jalur kereta api yang menghubungkan Batavia dan Kota Bandung pada 1884.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bukan Gereja Katolik Pertama

Gereja Katolik pertama yang dibangun di Bandung kala itu adalah Gereja Santo Franciscus Regis yang diberkati oleh Mgr. W. Staal pada 16 Juni 1895. Bangunan gereja tersebut berukuran 8 x 21 meter dilengkapi sebuah pastoran di Schoolweg (kini Jalan Merdeka).

Jumlah jemaat semakin bertambah seiring perkembangan. Dari 280 orang awalnya sampai menjadi 1800 jemaat. Mengingat daya tampung gereja yang sudah tak memadai, dipilihlah sebuah lahan bekas peternakan di sebelah timur Gereja St. Franciscus Regis sebagai lokasi gereja baru.

Gereja tersebut dibangun oleh arsitek ternama berkebangsaan Belanda yang juga merancang Gedung Merdeka. Pembangunan yang dimulai sejak 1921 itu akhirnya diresmikan pada 19 Februari 1921 dan kini dikenal sebagai Gereja Katedral Santo Petrus. Sedangkan, Gereja St. Franciscus Regis kini dikenal sebagai Taman Vanda.

Amanda menuturkan, saat ini gereja hanya bisa menampung 800 jemaat. Padahal, untuk sekali misa biasanya dihadiri 2500 orang. "Dalam pelaksanaan misa biasanya disediakan kursi tambahan agar jemaat bisa tetap menjalankan ibadah," ujar dia.

Saat ini, takhta Uskup Bandung dipegang Mgr. Antonius Subianto Bunjamin yang dipilih oleh Paus Fransiskus pada 3 Juni 2014. Keuskupan sendiri masih berdasarkan pilihan Paus di Vatikan. Seiring berjalannya waktu, uskup yang dipilih sudah berasal dari lokal.

Dikatakan Amanda, sejak didirikan, gereja nyaris tidak banyak berubah. Semua isi gereja seperti kursi-kursi, altar, pintu, lukisan dan sebagainya, masih asli.

"Semuanya masih otentik. Kalaupun renovasi paling hanya dalam pengecatan," ujar Amanda.

3 dari 3 halaman

Merawat Keberagaman

Koordinator komunitas Gamboeng Vooroit, Andre Arifin mengatakan, jelajah Gereja Katedral St. Petrus Bandung yang merupakan bangunan bersejarah di Bandung itu merupakan rangkaian tur mengenal keberagaman di Kota Bandung.

"Gamboeng Vooroit sudah jelajah ke lima tempat berbeda dan sengaja tidak reguler. Lalu kami punya inisiatif menjelajah bangunan yang historikal, salah satunya jelajah tempat ibadah di tempat di Bandung. Ke depan ada tempat ibadah lainnya," ungkap Andre.

Menurut Andre, Gamboeng Vooroit merupakan komunitas pecinta sejarah perkebunan dan kota di Priangan yang dideklarasikan pada awal Januari 2016. Deklarasinya berlangsung di Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung yang diikuti sejumlah pegiat buku dan sejarah.

Sejak saat itu, Gamboeng Vooroit menjelajahi beberapa tempat seperti ke Kampung Masyarakat Adat Cirendeu, kawasan Braga, Vihara Satya Budhi dan sebagainya.

Menurut Andre, dengan cara ini masyarakat akan semakin mengenali arti penting bangunan sejarah. Lewat jelajah tempat bersejarah itu, ia mengingatkan bahwa sejak dulu keberagaman sudah ada di tengah masyarakat.

"Melalui jelajah bangunan ini kita harus membaca lagi bahwa keberagaman agama, budaya, sosial sudah ada sejak dulu," ucap dia.

Andre menjelaskan, komunitas ini tidak mensyaratkan peserta secara khusus. Dengan menjelajah, masyarakat diharapkan mengenal lebih dekat dengan sejarah.

"Biar lebih dekat dengan pemilik bangunan juga," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.