Sukses

Hasyim Asy'ari: KPU Tak Ada Kewajiban Tampilkan Status Hukum Calon Peserta Pemilu 2023

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari menyebut pihaknya tak memiliki kewajiban menampilkan status hukum para peserta Pemilu 2024 mendatang.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari menyebut pihaknya tak memiliki kewajiban menampilkan status hukum para peserta Pemilu 2024 mendatang. Hasyim menyebut status hukum tak ditampilkan dalam surat suara Pemilu 2024.

"Tidak ada kewajiban KPU untuk mempublikasikan status hukum seseorang, termasuk mantan terpidana," ujar Hasyim di gedung KPU, Selasa (7/11/2023).

Hasyim menyebut, semua yang masuk dalam daftar calon tetap (DCT) sudah memenuhi persyaratan maju sebagai calon legislatir maupun senator.

"Jadi semua yang sudah ditetapkan KPU di semua tingkatan baik KPU pusat, kabuapaten/kota masuk dalam DCT, berarti yang bersangkutan memenuhi syarat," kata Hasyim.

Hasyim memastikan, tidak ada tanda khusus dalam surat suara terkait dengan mantan narapidana yang ikut Pemilu 2024. Diketahui, KPU telah menetapkan 9.917 orang masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) untuk DPR RI dan 668 orang masuk pada DCT untuk DPD RI.

"Enggak (diberikan tanda khusus). Bagi yang mantan terpidana, sudah memenuhi masa jeda 5 tahun, itu di UU juga enggak ada ketentuan diberikan tanda, tidak ada," kata Hasyim kepada wartawan, Jakarta, Jumat (3/11/2023).

"Tapi kan informasi tentang siapa-siapa namanya kan pada waktu habis penetapan dan pengumuman DCS kan sudah kami sampaikan ke teman-teman media, supaya kemudian masyarakat bisa mencermati," sambungnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

MK Bolehkan Mantan Napi Jadi Peserta Pemilu

Ia menjelaskan, meski menyandang status sebagai mantan terpidana, akan tetapi tetap diperbolehkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengikuti pesta demokrasi Pemilu 2024.

"Jadi kalau yang untuk mantan terpidana, itu kan oleh MK tetap diperbolehkan untuk nyalon, hanya saja ada tambahan syarat. Yaitu setelah yang bersangkutan bebas atau selesai menjalani masa pidananya, harus jeda 5 tahun. Dari situ, untuk yang anggota DPR RI kan semuanya MS (memenuhi syarat)," jelasnya.

"Artinya sudah memenuhi masa jeda 5 tahun. kemudian yang tidak memenuhui sudah dilakukan penggantian sejak pascapenggantian DCS," sambungnya.

Lalu, untuk DPD ada satu orang yang berdasarkan informasi atau data dari lembaga penegak hukum. "Masa jedanya belum genap 5 tahun, itu ada satu orang di Sumatera Barat," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Mantan Narapidana Daftar Caleg

Sebelumnya, Sejumlah mantan narapidana kasus korupsi mendaftar jadi calon anggota legislatif (caleg) DPR RI di Pemilu 2024. Nama mereka tercatat di daftar calon anggota legislatif sementara (DCS) yang dipublikasikan oleh KPU.

Salah satunya, Susno Duadji. Dia maju di Daerah Pemilihan (Dapil) II Sumatera Selatan (Sumsel).

Aturan tentang syarat calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD Pasal 240 Ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memang tidak disebutkan secara khusus larangan bagi mantan narapidana korupsi untuk mendaftar menjadi caleg.

4 dari 4 halaman

Daftar Caleg Narapidana

Berikut sejumlah eks napi korupsi maju jadi caleg DPR RI di Pemilu 2024:

1. Susno Duadji

Susno Duadji merupakan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim Polri) yang menjabat sejak 2008 hingga 2009.

Kini, dia maju di Dapil II Sumsel dengan nomor urut 2. Susno Duadji maju jadi caleg lewat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Susno Duadji pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Anlisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kapolda Jawa Barat.

Susno tersangkut kasus korupsi saat dirinya menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat. Ia terbukti memerintahkan pemotongan dan pengamanan dana kampanye Jawa Barat dan penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL).

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Susno pada 24 Maret 2011 silam.

2. Rahudman Harahap

Dua mantan Wali Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), Rahudman Harahap dan Abdillah maju sebagai caleg DPR. Keduanya pernah terjerat kasus korupsi.

Rahudman Harahap dan Abdillah maju sebagai caleg untuk daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Utara I.

Rahudman Harahap menjabat sebagai Wali Kota Medan sejak 22 Juli 2009. Ia mencalonkan diri sebagai Wali Kota berpasangan dengan calon Wakil Wali Kota Dzulmi Eldin.

Kasus kedua yang menyeret Rahudman adalah korupsi pengalihan aset PT Kereta Api Indonesia (KAI) seluas 7 hektar pada 2015. Kasus ini diduga merugikan negara Rp185 miliar.

Pada Agustus 2016, Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta membebaskan Rahudman. Jaksa yang tak terima dengan keputusan PN Tipikor Jakarta mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

MA mengabulkan kasasi tersebut dan menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Kubu Rahudman lantas mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan dikabulkan. Rahudman dibebaskan pada Mei 2021.

3. Abdillah

Wali Kota Medan sejak tahun 2000 hingga 2008, Abdillah juga maju sebagai caleg DPR RI di Pemilu 2024. Sama seperti Rahudman, Abdillah maju sebagai caleg untuk Dapil Sumatera Utara I.

Abdillah dihentikan dari jabatannya setelah hampir setengah tahun menjadi Wali Kota Medan akibat tuduhan korupsi.

Sebelum menjabat sebagai Wali Kota Medan, ia adalah seorang pengusaha dalam bidang konstruksi. Saat menjadi wali kota, ia juga menjabat sebagai Ketua Umum Klub Sepak bola PSMS Medan.

Pada masa kepemimpinannya, ia melakukan berbagai macam proyek penataan dan pembangunan kota, seperti proyek papan iklan dan lampu hias kota yang dinilai kontroversial.

Selain itu, Abdillah juga menyetujui pembangunan berbagai pusat perbelanjaan di Kota Medan.

Akhir Mei 2007, Abdillah resmi dinyatakan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penggandaan mobil pemadam kebakaran senilai Rp12 miliar. Ia divonis 5 tahun penjara dan diberhentikan dari jabatannya sebagai Wali Kota Medan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.