Liputan6.com, Jakarta Transportasi darat yang turut menjadi kontributor utama emisi karbon global menjadi salah satu isu yang dibahas pada rangkaian Indonesia International Sustainability Forum atau ISF 2024.
Sektor ini menyumbang sekitar 75% dari total emisi di sektor transportasi, dengan 15-20% dari emisi karbon global berasal dari sektor ini.
Mengurangi emisi dalam sektor ini menjadi prioritas mendesak, didorong oleh berbagai inisiatif global seperti elektrifikasi, biofuel, dan pengembangan transportasi perkotaan yang inovatif.
Advertisement
Namun, transisi menuju kendaraan beremisi rendah masih merupakan proses jangka panjang yang memerlukan strategi jelas terkait pilihan bahan bakar dan jalur transisi energi.
Executive Director International Council on Clean Transportation, Drew Kodjak mengungkapkan bahwa kendaraan listrik (EV) saat ini sudah memberikan manfaat signifikan dibandingkan kendaraan konvensional, bahkan ketika mempertimbangkan emisi dari pembangkit listrik.
"Manfaat ini akan terus meningkat seiring pembersihan jaringan listrik. Kendaraan listrik juga lebih murah dioperasikan, berkinerja tinggi, dan banyak pihak di industri otomotif melihat EV sebagai masa depan," jelas Kodjak.
Dia juga mencatat bahwa pasar global, termasuk di China, Eropa, dan AS, telah mencatat pertumbuhan signifikan dalam adopsi EV, dengan lonjakan dari 3-5% pada 2019 menjadi 40% di China, 20% di Eropa, dan 10% di AS pada 2023.
Namun, menurut Henry Tanoto, Vice President Toyota Astra Motor, ada tiga tantangan utama dalam mendorong dekarbonisasi transportasi
"Pertama, teknologi dan infrastruktur. Kami harus menyediakan teknologi yang sesuai untuk beragam kebutuhan. Di Indonesia, 62% penjualan mobil baru berada di bawah harga 300 juta rupiah, dan sekitar 60% kendaraan berada di luar kota besar di mana infrastruktur belum siap. Teknologi seperti hybrid dan biofuel menjadi solusi di sini," jelas dia.
Dia menjabarkan, tantangan sumber energi perihal bagaimana mendapatkan pasokan energi yang berkelanjutan dan terjangkau. Ketiga, pentingnya kolaborasi antara penyedia mobilitas, penyedia energi, dan regulator untuk menyusun roadmap yang tepat bagi dekarbonisasi.
Toyota Menjawab Tantangan
Untuk menjawab tantangan ini, Toyota mengadopsi strategi Multi-Pathway sebagai solusi utama dalam mendukung dekarbonisasi transportasi.
Strategi ini menawarkan berbagai teknologi untuk mengurangi emisi karbon, seperti Battery Electric Vehicle (BEV), Hybrid Electric Vehicle (HEV), Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), dan kendaraan berbahan bakar hidrogen.
“Toyota tidak hanya berfokus pada satu teknologi karena setiap negara memiliki kebutuhan mobilitas dan kesiapan infrastruktur yang berbeda,” jelas Henry.
“Kami menyediakan beragam teknologi agar setiap konsumen dapat memilih solusi yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka, memungkinkan semua orang untuk berkontribusi dalam mengurangi emisi karbon,” ujar dia.
Toyota juga berkomitmen untuk dekarbonisasi transportasi secara menyeluruh, dari tahap manufaktur, penggunaan, hingga daur ulang kendaraan. "Dekarbonisasi bukan hanya tentang kendaraan itu sendiri, tetapi seluruh siklus hidupnya," tambah Henry.
Strategi Multi-Pathway ini bertujuan mempercepat pergeseran dari kendaraan berbahan bakar fosil menuju kendaraan dengan emisi lebih rendah, sekaligus mendukung berbagai kebijakan energi di seluruh dunia.
Henry menekankan bahwa Toyota berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon global pada tahun 2050, dengan target-target jangka menengah yang jelas.
“Dengan menyediakan banyak teknologi, kami dapat mempercepat transisi energi di pasar global, termasuk di Indonesia, di mana berbagai teknologi dapat digunakan untuk kebutuhan mobilitas yang berbeda,” tutupnya.
Advertisement