Sukses

Mencintai Diri Sendiri Ternyata Penting Lho, Ini Alasannya

Studi dari psikolog menemukan bahwa cinta diri dan kasing sayang menjadi kunci kesehatan mental sehingga menghindarkan diri dari depresi.

Liputan6.com, Jakarta Mencintai diri sendiri bukanlah bersikap egois untuk meminta setiap orang mengikuti apa yang diinginkan diri sendiri. Studi dari psikolog menemukan bahwa cinta diri sendiri dan kasing sayang menjadi kunci kesehatan mental sehingga menghindarkan diri dari depresi.

Tak hanya itu, bila Anda dapat menemukan sebuah kepuasan dalam diri Anda, dapat memberikan kesejahteraan yang mampu melepaskan Anda dari kecemasan. Mungkin, bagi sebagian dari Anda bertanya-tanya, “Mengapa mencintai diri sendiri itu penting?”.

Hal tersebut terdengar seolah seperti sesuatu yang mewah dan berlebih, tetapi ironinya setiap kita selalu berusaha untuk tampil dan mengejar kesempurnaan yang mungkin tidak ada habisnya. 

Berusaha menggapai sesuatu yang melampaui diri, sedangkan melupakan prioritas yang harus dijalankan, yaitu menerima diri dengan apa adanya. Menyadari batas dan kemampuan dari diri Anda, lalu berhenti mencapai kesempurnaan berdasarkan standar yang telah Anda buat.

Seringkali Anda terlalu keras pada diri sendiri. Melakukannya atas dorongan ingin unggul sepanjang waktu. Perilaku tersebut termasuk dalam ciri-ciri perfeksionisme, sebuah sikap yang sulit untuk merasa puas atas setiap pencapaian yang sudah dilakukan.

Sayangnya, penelitian menemukan bahwa perfeksionisme dapat mengakibatkan risiko yang lebih tinggi serta peluang menerima berbagai penyakit dari aspek fisik ataupun mental Anda.

Oleh karena itu, melansir dari Medical News Today, sikap perfeksionisme dan self compassion saling berkaitan.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penyakit dari Kesempurnaan

Ada yang memercayai bahwa kesempurnaan memberikan kualitas dan kualifikasi diri yang luar biasa, sedangkan menjadi tidak sempurna adalah kesalahan. Lagi pula, yang perlu Anda ketahui adalah terobsesi dengan segala sesuatu dengan sempurna membuat Anda lebih mudah untuk merendahkan diri sendiri atas kesalahan yang telah dibuat.

Menariknya, hal tersebut tidak banyak diketahui oleh masyarakat secara umum bahwa perfeksionisme sama dengan kebiasaan merokok atau obesitas. Kebiasaan merendahkan diri sendiri membuat umur lebih pendek, gangguan makan, depresi, hingga kecenderungan ingin bunuh diri.

Tentunya menjadi perfeksionis bukanlah hal yang positif bagi diri Anda. Berikan apresiasi atas diri Anda sendiri meskipun pencapaian yang dilakukan tidak sesuai ekspektasi, bukan berarti Anda gagal sepenuhnya.

Pola pikir untuk bersyukur dan membiarkan kesalahan terjadi adalah hal yang wajar dan seharusnya juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Perlu diingat bahwa tidak segala hal di dunia ini berada di bawah kontrol Anda. 

Oleh karena itu, menilai perilaku perfeksionis ini para ahli menilai bahwa ini tidaklah ideal untuk menjadi gaya hidup karena itu bahaya jika kadarnya berlebihan.

 

 

3 dari 3 halaman

Belajar Mendengar Diri Sendiri

“Berbaik hatilah pada diri sendiri di tengah penderitaan, maka hal tersebut akan berubah. Katakan dengan perhatian yang penuh,” jelas dua profesor dari Harvard Medical School Neff dan Germer.

Mendefinisikan self compassion mencakup tiga komponen utama, antara lain kebaikan diri dengan memperlakukan diri sendiri dengan pengertian dan pengampunan, memberikan pengakuan bahwa diri kita memang tidak sempurna, dan memberikan perhatian penuh atas keseimbangan emosional Anda.

Seperti yang diketahui, hanya mengetahuinya tanpa membacanya adalah hal yang lebih mudah untuk dilakukan. Apabila merasakan kesulitan untuk mencintai diri sendiri atau kesulitan menemukan ketenangan di dalam diri akibat kecemasan berlebih, peneliti menawarkan meditasi.

Meditasi untuk mencintai diri sendiri dapat menenangkan jauh dibandingkan sebelumnya. Menurut peneliti, melakukan meditasi selama 40 menit setiap hari selama 8 minggu dapat meningkatkan self compassion sebesar 43 persen.

Kemudian, dr Helen Weng dari Univeritas Wiconsin Madison menambahkan bahwa praktek latihan tersebut menjadi upaya untuk memberikan perhatian yang penuh kepada diri sendiri dan terbukti dapat menurunkan hormon stress kortisol.

“Kebaikan dalam diri memerlukan sikap hangat dan pengertian pada diri ketika kita menderita, gagal, merasa tidak mampu, dibandingkan harus menyalahkan diri sendiri,” jelas Neff dan Germer.

Reporter: Caroline Saskia

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini