Liputan6.com, Cirebon: Memukul beduk di malam hari Bulan Ramadan atau dugdag di Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Langgar Agung, Cirebon, Jawa Barat, sudah menjadi tradisi sejak pertama kali Islam disebarkan oleh Sunan Gunung Jati di Cirebon pada Abad XIV. Namun, tradisi masjid di kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon ini terancam punah. Sulit mencari generasi muda yang mau meneruskan tradisi dugdag.
Seorang pemukul dugdag bernama Muhammad Rifai mengakui hal itu. Baru-baru ini, lelaki yang sudah memukul beduk secara rutin setiap Ramadan selama 50 tahun itu mengatakan, generasi muda saat ini memiliki lebih banyak pilihan untuk mengisi waktu luang dengan aktivitas yang lebih menarik. Padahal, sewaktu Rifai masih muda, remaja muslim berebut untuk bisa menjadi pemukul dugdag.
Dugdag memiliki tiga ritme pukulan. Tidak sembarang orang bisa memukul beduk dengan irama tertentu ini. Biasanya pemukul hanya memilih satu dari tiga bentuk ritme pukul agar irama dan stamina tetap terjaga. Dugdag berlangsung satu jam setiap hari mulai pukul 23.00 WIB.(ZAQ/Ridwan Pamungkas)
Seorang pemukul dugdag bernama Muhammad Rifai mengakui hal itu. Baru-baru ini, lelaki yang sudah memukul beduk secara rutin setiap Ramadan selama 50 tahun itu mengatakan, generasi muda saat ini memiliki lebih banyak pilihan untuk mengisi waktu luang dengan aktivitas yang lebih menarik. Padahal, sewaktu Rifai masih muda, remaja muslim berebut untuk bisa menjadi pemukul dugdag.
Dugdag memiliki tiga ritme pukulan. Tidak sembarang orang bisa memukul beduk dengan irama tertentu ini. Biasanya pemukul hanya memilih satu dari tiga bentuk ritme pukul agar irama dan stamina tetap terjaga. Dugdag berlangsung satu jam setiap hari mulai pukul 23.00 WIB.(ZAQ/Ridwan Pamungkas)
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.