Sukses

`Amuk` Sinabung Setelah `Tidur` 400 Tahun

Empat tahun sudah Gunung Sinabung meningkat aktivitasnya, Sabtu yang lalu jadi salah satu episode terburuk.

Empat tahun sudah Gunung Sinabung meningkat aktivitasnya. Sabtu 1 Februari yang lalu menjadi salah satu episode terburuk letusan gunung yang terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, itu.

"Data sementara 15 orang meninggal dunia akibat erupsi Gunung Sinabung dan 2 korban luka bakar masih di rumah sakit," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di kantornya, Jakarta, Minggu (2/1/2014).

Dari 15 korban tewas itu, 4 orang merupakan pelajar SMK, 4 warga Kabupaten Karo, dan 7 lainnya anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) yang hendak melakukan bakti sosial.

"Mereka yang tewas karena berada di tengah perlintasan awan panas, jaraknya 3 kilometer dengan titik puncak awan," ujar Sutopo. Diduga, masih ada korban yang belum dievakuasi.

Sejatinya, Desa Suka Mulya dan Suka Meriah yang tersapu awan panas itu termasuk daerah terlarang bagi masyarakat. Para korban itu berada pada radius 5 kilometer dari Gunung Sinabung.

"Mereka meremehkan rekomendasi yang diberikan karena tidak sabar," kata Kepala Sub Bidang Pengamatan Gunung Api Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi Kementerian ESDM Agus Budianto.

"Ada para tokoh lokal yang malah berfoto-foto di dekat Gunung Sinabung. Jangan memberi contoh, karena kita bukan Tuhan," tambah Agus.

Musibah ini tentunya membuat masyarakat berduka. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau masyarakat di sekitar Gunung Sinabung untuk bersabar.

"Saya sedih, karena sudah saya ingatkan untuk tetap di penampungan, bersabar dan jangan kembali ke desanya jika belum aman," kata SBY melalui akun Twitter @SBYudhoyono.

Setelah ‘Tidur’ 400 Tahun

Sejatinya, aktivitas gunung dengan ketinggian 2.460 meter di atas permukaan laut ini sudah 400 tahun tidak meletus. Letusan terakhir yang tercatat sekitar tahun 1600. Sejak itu, rentetan letusan terjadi mulai 27 Agustus 2010 hingga Februari 2014 ini.

Periode Agustus 2010, gunung ini meletus beberapa kali. Diawali 27 Agustus, Sinabung kembali meletus pada 29 Agustus 2010 sekitar pukul 00.15 WIB. Sinabung memuntahkan lava.

Sinabung kembali meletus pada 3 September, terjadi 2 letusan. Pertama terjadi sekitar pukul 04.45 WIB, debu vulkanik menyembur 3 kilometer ke atas. Disusul letusan ke dua pada pukul 18.00 WIB yang disertai gempa bumi vulkanik yang terasa hingga 25 kilometer di sekitar gunung ini.

Pada 7 September, Gunung Sinabung kembali meletus. Suara letusan terdengar sampai jarak 8 kilometer. Debu vulkanik tersembur hingga 5.000 meter ke udara.

Akhir 2013, Sinabung kembali menggeliat. Pada 20 November, Sinabung meletus 6 kali. Pada 23 November 4 kali meletus. Hari berikutnya 5 kali.

Akibat rangkaian letusan ini, Kota Medan yang berjarak 80 kilometer di sebelah timur terkena hujan abu. Pada 24 November 2013 pukul 10.00 WIB status Sinabung dinaikkan ke level tertinggi alias Awas.

Sejak itu, penduduk dari 21 desa diungsikan. Status Awas terus bertahan hingga awal 2014. Mulai tanggal 4 Januari 2014 terjadi rentetan kegempaan, letusan, dan luncuran awan panas terus-menerus, hingga Februari ini.

Belum diketahui dengan pasti kapan Gunung Sinabung akan normal. Namun diprediksi awal Maret nanti aktivitas Gunung Sinabung akan mereda.

"Belum bisa dipastikan sampai kapan, tapi kalau melihat tren dari gunungnya perkiraan akhir Februari atau awal Maret. Pastinya tanggal berapa belum bisa kami pastikan," tutur Sutopo.

"Tipikal Gunung Sinabung mirip dengan Gunung Merapi. Tapi dari analisa, letusan Sinabung tidak sedahsyat Merapi," tambah Sutopo.

Meski demikian, awan panas yang dikeluarkan Sinabung tidak kalah dahsyatnya. Sebab, selain suhunya yang sangat panas, kecepatan luncurnya pun lebih dari 100 kilometer perjam. Sehingga sangat sulit bagi warga yang berada di perlintasan awan panas untuk mengindar.

"Temperatur awan panas mencapai 700 derajat Celcius, kecepatannya 100 kilometer per jam," tutur dia. BNPB mengimbau agar warga tidak berada di radius 5 kilometer dari Gunung Sinabung.

Awan panas itu muncul karena aktivitas lava pijar di perut bumi. Sedangkan suplai magma dari perut Sibabung mengakibatkan guguran lava pijar itu. "Pertumbuhan larva sampai hari ini dari puncak 1,3 kilometer menuju sisi tenggara," tambah Sutopo.

Nasib Pengungsi

Saat ini, jumlah warga yang mengungsi berjumlah 30.117 jiwa atau 9.388 kepala keluarga dari 34 desa. Mereka rata-rata berasal dari desa pada radius 7 kilometer dari Sinabung.

Para pengungsi akan direkomendasikan untuk pulang dalam 3 tahap. Tahap pertama 16 desa yang akan dikembalikan yang tinggal di luar radius 5 kilometer sebanyak 13.828 jiwa atau 4.639 KK. "Mereka yang akan dipulangkan pada tahap 1 dilakukan pekan depan," ucap Sutopo.

Tahap ke dua, pengungsi yang tinggal di dalam radius 3-5 kilometer dari puncak gunung yang ada di 16 desa dan 2 dusun, sebanyak 15.982 jiwa atau 4.625 KK. Kelompok ini akan pulang antara akhir Februari hingga awal Maret.

Sedangkan tahap 3 untuk warga yang direlokasi, yaitu 1.109 kepala keluarga dari 5 desa yang berada dalam radius 3 kilometer dari puncak Gunung Sinabung. Lima desa itu adalah Simacem, Bekerah, Sigarang-garangn, Sukameriah, dan Sukanalu.

"Pada tahap 3, rekomendasi PVMBG mereka akan direlokasi ke daerah yang lebih aman. Namun untuk daerah mana belum ditentukan," tutur Sutopo.

Pemkab Karo telah menyediakan lahan relokasi untuk 1.000 KK seluas 25 hektare. Sedangkan pemerintah pusat bakal membangun rumah bagi warga tersebut.

Menurut Sutopo, warga yang mau direlokasi akan mendapat insentif sebesar Rp 50 ribu per KK per hari dengan mengikuti program padat karya selama 2 bulan. "Anggaran relokasi sekitar Rp 148,25 miliar," ucap dia.

Warga yang direlokasi, akan mendapatkan tanah seluas 100 meter persegi dengan luas bangunan 36 meter per segi.

"Desain yang tahan gempa, Rp 30 juta per KK setiap bangunan, tempatnya aman dan ada fasilitas umum seperti sekolah, balai desa, dan puskesmas," ujar Sutopo. (Eks/Mut)