Sukses

Alasan Jokowi Pilih ERP Ketimbang Sistem Ganjil Genap

Jokowi sendiri yang memerintahkan Dishub DKI menerapkan ERP di beberapa jalan Ibukota.

Gubernur DKI Jakarta Jokowi lebih memilih Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar elektronik daripada sistem ganjil-genap kendaraan untuk membatasi jumlah kendaraan bermotor. Apa alasannya?

"Kalau dengan ERP, Pemprov kan dapat income, nah kalau ganjil genap tidak ada income-nya. Karena itu, kelihatannya kita akan langsung ke ERP, tidak melalui transisi (ganjil genap)," jelas Jokowi di Balaikota, Jakarta, Selasa (19/11/2013).

Lalu berapa besaran pendapatan Pemprov DKI Jakarta yang didapatkan dari penerapan jalan berbayar itu?

"Belum tahu dapat pemasukan berapa banyak dari ERP ini. Karena apa? Semua sekarang masih proses penghitungan, masih kalkulasi," ujar Jokowi.

Mantan Walikota Solo itu pun mengaku, pihaknya masih belum bisa memastikan kapan ERP akan diterapkan. Pihaknya sampai saat ini masih mempersiapkan aturannya. Namun Jokowi berharap, ERP sudah dapat diterapkan di beberapa jalan Ibukota yang telah ditentukan.

"Persiapannya kan memang tidak gampang. Targetnya kita ingin awal tahunlah. Saya tidak bilang Januari, tapi awal tahun. Kalau siap, tidak perlu tunggu Januari, Desember saja bisa mulai," ucap Jokowi.

'Pesanan' Jokowi

Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono menuturkan, keputusan membatalkan sistem ganjil genap dan menggantinya dengan penerapan ERP datang dari Jokowi. Pria kurus bernama lengkap Joko Widodo itu sendiri yang memerintahkan Dishub DKI menerapkan ERP di beberapa jalan Ibukota, seperti HR Rasuna Said dan sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin.

"Perintah itu memang datang dari Pak Gubernur langsung," kata Pristono.

Cakupan penerapan jalan berbayar itu, lanjut dia, akan diberlakukan melalui 2 tahapan. Sebagai permulaan, ERP akan diterapkan di kawasan 3 in 1 dan Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jaksel. "Kenapa di sini? Karena 2 kawasan ini dilewati 3 koridor bus Transjakarta, Koridor I Blok M-Kota, Koridor VI Kuningan-Ragunan, dan Koridor IX Pinang Ranti-Pluit," tuturnya.

Untuk tahap kedua, akan dilakukan setelah tahap pertama dianggap berhasil, sesuai dengan penambahan bus yang ada. Sedangkan tarif yang akan dikenakan, besarannya berkisar Rp 21 ribu yang nantinya akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

"Tarif, ruas jalan, kawasan, dan pemanfaatan dananya nanti akan diatur dalam perda. Enggak usah perda ERP sendiri, tapi digabungkan dalam Raperda Transportasi," pungkas Pristono. (Ndy/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini