Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Buru Tahun 2024.
Adapun putusan tersebut dibacakan dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, pada Senin 5 Mei 2025. Di mana, sidang tersebut dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Baca Juga
Dalam pertimbangannya, MK menilai permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat formil karena dinilai tidak jelas atau kabur (obscuur).
Advertisement
"Permohonan Pemohon tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b angka 4 dan angka 5 PMK 3/2024," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan sebagaimana dikutip dari laman MK, Jumat (9/5/2025).
Diketahui, permohonan yang diajukan pemohon pada pokoknya meminta pembatalan Keputusan KPU Kabupaten Buru Nomor 57 Tahun 2025, khususnya terkait hasil perolehan suara di TPS 2 Desa Debowae, Kecamatan Waelata dan TPS 19 Desa Namlea, Kecamatan Namlea.
Namun, MK menilai permohonan tersebut tidak disertai dengan petitum yang lengkap. Pemohon hanya meminta pembatalan hasil perolehan suara tanpa mengajukan langkah lanjutan seperti Pemungutan Suara Ulang (PSU) atau Penghitungan Ulang Surat Suara (PUSS).
Menurut MK, hal ini berpotensi menghilangkan hak pilih warga di TPS yang bersangkutan.
Selain itu, MK juga menemukan adanya pengulangan permohonan (redundansi) dalam petitum angka 5, pemohon mencantumkan hasil PSU TPS 02 Desa Debowae dua kali.
Redundansi ini menimbulkan ketidakjelasan mengenai maksud sebenarnya dari Pemohon, serta berpotensi menyebabkan suara dihitung dua kali.
Adanya Pengulangan Permohonan
"Dari uraian fakta hukum di atas, telah ternyata jika Mahkamah mengabulkan petitum dimaksud, akan menimbulkan konsekuensi hukum hilangnya suara pemilih dan dihitungnya suara pemilih sebanyak 2 (dua) kali. Hal demikian justru akan menimbulkan pertentangan dengan prinsip utama dalam pemilihan umum yaitu satu orang, satu suara, satu nilai (one person, one vote, one value). Oleh karenanya, petitum yang demikian menyebabkan permohonan Pemohon menjadi tidak jelas atau kabur (obscuur),”ujar Arief.
Dengan pertimbangan tersebut, MK menyatakan permohonan Pemohon kabur dan menyetujui eksepsi yang diajukan oleh Termohon dan Pihak Terkait. Dalil-dalil lain yang diajukan Pemohon dinilai tidak relevan dan tidak dipertimbangkan lebih lanjut.
Advertisement