Sukses

Jokowi Minta Dokter Spesialis Diperbanyak: Jangan Sampai Alat Kesehatan di RS Daerah Tak Berguna

Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) segera mengisi kekosongan dokter umum dan dokter spesialis di rumah sakit daerah.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) segera mengisi kekosongan dokter umum dan dokter spesialis di rumah sakit  atau RS daerah.

Jokowi tak mau peralatan kesehatan yang sudah ada seperti, MRI, USG hingga mamogram tidak digunakan karena tak ada dokter spesialis.

"Tadi Pak Menkes sudah menyampaikan bahwa dokter umum masih kurang 124.000, dokter spesialis masih kurang 29.000. Jumlah yang tidak sedikit. Ini yang harus segera diisi," ujar Jokowi dalam Peresmian Peluncuran Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta, Senin (6/5/2024).

"Jangan sampai peralatan (alat kesehatan) yang tadi sudah sampai di kabupaten/kota, sudah sampai di provinsi tidak berguna gara-gara dokter spesialisnya yang tidak ada," sambungnya.

Jokowi mengaku banyak mendapat keluhan soal tak adanya dokter spesialis di daerah, khususnya provinsi kepulauan.

Jokowi menyampaikan hal ini menjadi pekerjaan besar pemerintah untuk menyediakan dokter spesialis di rumah sakit daerah.

"Rasio dokter berbanding penduduk kita. Saya kaget, saya tadi pagi baru baca 0,47 dari 1.000, peringkat 147 dunia. Sangat rendah sekali. Di ASEAN kita peringkat 9. Berarti masuk 3 besar tapi dari bawah. Ini problem angka-angka yang harus kita buka apa adanya," ucap dia.

Tak hanya itu, Jokowi menuturkan, pemerintah baru mampu mencetak 2.700 dokter spesialis per tahun. Menurut dia, jumlah dokter spesialis tersebut sangat kurang sekali untuk Indonesia.

Terlebih, kata Jokowi, distribusi dokter spesialis di daerah juga tak merata. Dia mengatakan 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa.

"Rata-rata semuanya dokter spesialis pada di Jawa dan di kota. 59 persen dokter spesialis itu terkonsentrasi di Pulau Jawa, 59 persen," terang dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Minta Kemenkes Buat Terobosan

Oleh sebab itu, Jokowi meminta Kemenkes membuat terobosan untuk memperbanyak dokter spesialis di Indonesia. Salah satunya, dengan memaksimalkan 24 fakultas kedokteran dan 420 rumah sakit.

"2 mesin ini harus dijalankan bersama-sama agar segera menghasilkan dokter spesialis yamg sebanyak-banyaknya dengan standar internasional," tandas Jokowi.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tengah mengembangkan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSP-PU) atau Hospotal Based.

Direktur Jenderal Tenaga Keseahtan Kemenkes RI drg Arianti Anaya, MKM mengatakan, lulusan prorgam dokter spesialis hospital based ini ditargetkan memiliki kualitas setara pendidikan dokter spesialis internasional dan PPDS berbasis universitas.

"Hospital based ini program unggulan dari transformasi sumber daya kesehatan. Lulusannya harus berkualitas setara internasional. Harus sama juga dengan lulusan university based," kata Arianti di Jakarta pada Sabtu 3 Mei 2024.

 

3 dari 4 halaman

Atasi Kekurangan Dokter, Kemenkes Kembangkan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Lebih lanjut Arianti menjelaskan, sistem pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit maupun berbasis universitas akan berjalan beriringan guna menciptakan Indonesia yang lebih sehat dan adil.

Pada program pendidikan hospital based, Kemenkes melakukan upaya peningkatan produksi dokter spesialis dengan lokasi pendidikan di rumah sakit pendidikan sebagai penyelenggara utama. Hal ini merupakan upaya pemenuhan dan pemerataan di daerah yang kekurangan dokter spesialis.

Peserta calon pendidikan dokter spesialis berbasis rs yang mengikuti program ini, kata Arianti, diutamakan berasal dari Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), yakni luar Pulau Jawa. Diharapkan setelah lulus, mereka dapat mengabdi di daerah terpencil yang masih kekurangan dokter spesialis.

"Sasaran utama pesertanya, pertama dari Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan, DTPK ya, daerah tertinggal atau terjauh. Kedua, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berada dari DTPK. Dengan tujuan, kalau PNS di daerah Jawa kan dia tidak bisa mengabdi kembali ke Pulau Jawa, karena kan Pulau Jawa tingkat rasio dokter spesialisnya sudah terlalu tinggi. Ketiga, prioritas juga untuk non-PNS, terutama dari DTPK," papar Arianti.

 

4 dari 4 halaman

Percepat Pemenuhan Kekurangan Dokter

Dengan demikian, sasaran peserta pendidikan dokter spesialis hospital based tidak hanya mencakup mereka yang berstatus PNS di daerah. Keistimewaan bagi peserta PPDS non-PNS, yakni mereka akan menjadi PNS di DTPK masing-masing setelah lulus.

"Untuk mutu, tentunya menjaga mutu yang sama dengan semua center pendidikan spesialis yang universitas (university based). Itu pasti sama karena standar yang digunakan sama. Standar yang menyusunnya kolegium, jadi sama," lanjut Arianti.

Secara khusus, poin utama program hospital based bertujuan mempercepat pemenuhan jumlah dokter spesialis, mendistribusikan dokter spesialis ke seluruh pelosok Indonesia agar penempatan tidak hanya terkonsentrasi di pulau jawa, dan mencetak dokter spesialis berkualitas internasional. Program PPDS berbasis RSP-PU akan berjalan bersama dengan PPDS yang saat ini sudah berjalan di universitas.

Penyelenggaraan PPDS Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based) merupakan best-practice yang diterapkan di banyak negara maju seperti Inggris, Amerika, dan Jerman.

Di Indonesia, ada lebih dari 3.000 rumah sakit yang tersebar dan 420 rumah sakit berpotensi menjadi Rumah Sakit Pendidikan, termasuk rumah sakit swasta.

Oleh karena itu, Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di RSP-PU akan semakin mempercepat peningkatan jumlah produksi dokter spesialis di Indonesia, terutama mengingat adanya kesenjangan dalam penyebaran pusat pendidikan dokter spesialis di Indonesia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.