Sukses

Soal Dugaan Politisasi Kasus SYL, Wabendum AMIN: Biar Masyarakat yang Menilai

Wakil bendahara umum (Wabendum) Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) Rajiv rampung diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (30/1/2023).

Liputan6.com, Jakarta - Wakil bendahara umum (Wabendum) Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) Rajiv rampung diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (30/1/2023).

Rajiv diperiksa sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai swasta untuk melengkapi berkas perkara tersangka mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo terkait kasus dugaan korupsi di Kementan.

Usai menjalani pemeriksaan, Rajiv enggan berspekulasi soal adanya dugaan politisasi yang dilakukan KPK dalam pemeriksaannya ini. Dia menyerahkan kepada masyarakat untuk menilai sendiri soal ada atau tidaknya indikasi politisasi di kasus yang menjerat Syahrul Yasin Limpo.

“Saya no comment (soal politisasi). Biar masyarakat yang menilai, tapi saya yakin tim penyidik menjadi profesional. KPK profesional,“ kata Rajiv.

Rajiv mengaku dikonfirmasi 10 pertanyaan oleh penyidik KPK. Dia menyebut penyidik tidak bertanya soal dugaan aliran dana hasil korupsi Syahrul Yasin Limpo yang mengalir ke Partai NasDem.

“Materi (pemeriksaan), bukan urusan saya. tanya sama penyidik. Enggak (soal aliran dana), saya kan bukan di bidang pendanaan di NasDem,” kata dia.

Diketahui, KPK resmi mengumumkan status mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan dan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.

Selain Syahrul Yasin Limpo, KPK juga menjerat dua anak buah Syahrul Yasin Limpo, mereka yakni Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Awal Mula Kasus

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, awal mula kasus ini saat Syahrul Yasin Limpo menduduki jabatan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengangkat kedua anak buahnya itu menjadi bawahannya di Kementan. Kemudian Syahrul Yasin Limpo membuat kebijakan yang berujung pemerasan dalam jabatan.

"SYL kemudian membuat kebijakan personal kaitan adanya pungutan maupun setoran di antaranya dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga intinya," ujar Johanis dalam jumpa pers di gedung KPK, Rabu (11/10/2023).

Johanis menyebut, Syahrul Yasin Limpo menugaskan Kasdi dan Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.

Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.

"Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya mengumpulkan sejumlah uang dilingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekertaris dimasing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai USD4 ribu hingga USD10 ribu," kata Johanis.

 

3 dari 3 halaman

Penerimaan Uang dengan Pecahan Mata Uang Asing

Penerimaan uang melalui Kasdi dan Harta sebagai representasi sekaligus orang kepercayaan Syahrul Yasin Limpo dilakukan secara rutin tiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.

"Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahuai KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL," kata Johanis.

Selain untuk cicilan kartu kredit dan Alphard, KPK menyebut uang itu juga digunakan untuk umrah para pejabat di Kementan dan untuk kebutuhan keluarga Syahrul Yasin Limpo.

"Sejauh ini uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sejumlah sekitar Rp13,9 miliar dan penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan tim penyidik," Johanis menandaskan.

Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan Tersangka SYL turut pula disangkakan melanggar pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.