Sukses

Ramai-Ramai Menolak Wacana Gubernur Jakarta Dipilih Langsung Presiden

Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menuai sorotan usai Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui untuk dibahas di tingkat selanjutnya.

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menuai sorotan publik usai Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui untuk dibahas di tingkat selanjutnya. Pangkal sorotan terletak pada Ayat (2) Pasal 10 draf RUU tersebut.

Dalam pasal itu, disebutkan Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD. Sedangkan untuk masa jabatan, masih sama seperti sebelumnya, yaitu lima tahun dan dapat menjabat selama dua periode.

"Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan," sambung draf RUU tersebut.

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, RUU DKJ merupakan inisatif DPR. Dia mengatakan pemerintah masih menunggu naskah RUU DKJ dari DPR.

"Perlu diketahui bahwa RUU Daerah Khusus Jakarta merupakan RUU inisiatif DPR. Saat ini, pemerintah menunggu surat resmi dari DPR yang menyampaikan naskah RUU DKJ," kata Ari kepada wartawan, Rabu (6/12/2023).

Dia menjelaskan setelah naskah diterima, Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan menunjuk sejumlah menteri untuk menyiapkan daftar inventaris masalah (DIM) pemerintah. Ari memastikan pemerintah terbuka menerima masukan semua pihak dalam penyusunan DIM RUU DKJ.

"Setelah itu, Presiden akan menunjuk sejumlah menteri untuk menyiapkan DIM Pemerintah. Dalam rangka penyusunan DIM, Pemerintah terbuka terhadap masukan berbagai pihak," jelasnya.

"Proses berikutnya, Presiden menyurati DPR menunjuk sejumlah Menteri yang mewakili Pemerintah dalam pembahasan dengan DPR, disertai DIM Pemerintah," sambung Ari.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek menegaskan bahwa draf RUU DKJ masih sebatas usulan dewan. Dia menyebut, bisa saja pemerintah menolak usulan tersebut. Sehingga, usulan penunjukan Gubernur Jakarta akan didiskusikan kembali.

"Ini RUU hasil penyusunan DPR, kita belum tahu sikap pemerintah. Bisa saja pemerintah tidak setuju namanya sebuah opsi, sebuah pendapat itu memang didiskusikan satu sama lain," kata Awiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/12/2023).

"Namanya politik ya kompromi apakah nanti terjadi sebuah kesepakatan yaitu lah nanti yang dihasilkan kesepakatan itu apakah menolak ataupun menerima. Jadi masih fleksibel ini baru sebatas usulan," sambungnya.

Dia pun menjelaskan, munculnya usulan untuk menjembatani antara nilai kekhususan Jakarta setelah tidak menjadi ibu kota dan supaya tidak melenceng dari konstitusi. Sehingga, diputuskan agar gubernur Jakarta dipilih oleh Presiden dari hasil usulan DPRD.

"Cari jalan tengah bahwa Gubernur Jakarta itu diangkat diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usulan atau pendapat dari DPRD sehingga usulan atau pendapat dari DPRD itu DPRD akan bersidang siapa nama-nama yang akan diusulkan. Itu proses demokrasinya di situ," jelas dia.

Awiek pun menegaskan, bahwa pihaknya tidak menghilangkan konteks demokrasi dalam proses pemilihan gubernur Jakarta. Sebab, dia menilai pemilihan tidak langsung juga sudah termasuk dari demokrasi.

"Jadi tidak sepenuhnya proses demokrasi hilang, karena demokrasi itu tidak harus bermakna pemilihan langsung. Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi jadi ketika DPRD mengusulkan yaitu proses demokrasinya di situ, sehingga tidak semuanya hilang begitu saja," imbuh Awiek.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Warga Jakarta Kehilangan Hak Mencari Pemimpin Terbaik

Pengamat Tata Kota dan Transportasi Yayat Supriatna, menilai dihilangkannya Pilkada untuk penetapan gubernur dan wakil gubernur Jakarta dalam draf Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) dapat menimbulkan persoalan baru.

Dalam draf RUU DKJ yang beredar disebut bahwa gubernur dan wakil gubernur Jakarta nantinya akan dipilih langsung oleh Presiden atas usul DPRD. Menurut Yayat, aturan tersebut membuat warga Jakarta kehilangan hak mencari pemimpin terbaik.

"Ini bisa menimbulkan masalah ketika Warga DKI kehilangan hak memilih untuk mendapatkan calon yang terbaik buat pimpinan daerah," kata Yayat kepada Liputan6.com, Rabu (6/12/2023).

Yayat pun menilai, mengambil usulan dari DPRD pun tak tepat. Sebab, bakal ada kepentingan yang bisa saja diatur antara calon gubernur dan anggota dewan.

"Kalau diusulkan oleh DPRD bisa terjadi ruang negoisasi kepentingan antara calon gubernur dan DPRD. Padahal ke depan kita membutuhkan gubernur DKI yang benar benar bertanggung jawab ke warganya dan bisa memenuhi janjinya," jelas Yayat.

Selain itu, Yayat juga melihat adanya kepentingan dari pemerintah pusat atau presiden terkait aturan ini. Pasalnya, kata dia aturan tersebut tidak jauh berbeda dengan penunjukkan seorang pejabat gubernur yang juga ditunjuk presiden.

"Kalau pola penunjukan, khawatir bisa gaya model Pj/Plt lebih mendekati kepada kepentingan pemerintah pusat atau presiden," ucap Yayat.

Sejumlah fraksi DPRD DKI Jakarta juga menolak wacana kebijakan gubernur dipilih langsung oleh presiden usai Ibu Kota berpindah ke IKN, Kalimantan Timur.

Penolakan datang dari Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino yang mengaku tidak setuju dengan kebijakan itu. Menurutnya, aturan tersebut merenggut hak rakyat untuk memilih langsung gubernur dan wakil gubernur melalui Pilkada.

"Kami tegas menolak karena ini merenggut hak rakyat untuk memilih pada Pilkada langsung Jakarta," kata Wibi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/12/2023).

Wibi menambahkan, Pilkada merupakan tempat masyarakat menggunakan hak konstitusinya. Mereka akan menilai rekam jejak tokoh-tokoh untuk memimpin Jakarta ke depan.

"Kami dari NasDem tentu akan memperjuangkan agar gubernur dan wakil gubernur DKI akan dipilih secara langsung melalui pilkada," tambahnya.

Selanjutnya, Fraksi PKS juga dengan tegas menolak. Sekretaris I Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik Zoelkifli (MTZ) menilai, kebijakan ini sama seperti orde baru.

"Kalau kembali ditunjuk oleh presiden ya kembali ke order baru dong ya dan juga kemudian ini kok cuma Jakarta doang yang lainnya gimana?" ujar MTZ.

"Jadi lucu nanti Jakarta walaupun bukan Ibu Kota lagi, tapi ternyata khusus Jakarta, gubernurnya ditunjuk presiden. Terlepas dari siapa lagi presiden nanti ya sesudah Pemilu 2024 ya," sambungnya.

Lebih lanjut, MTZ berharap RUU ini dapat diubah sebelum nantinya ditetapkan di waktu yang akan datang.

"Seharusnya teman-teman kita di DPR menolak lah atau mengubah itu kan ini masih rancangan. Mengembalikan ke fungsi yang semula," tambah MTZ.

Senada dengan yang lainnya, Fraksi PDIP pun dengan tegas menolak. Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak merasa heran dengan munculnya wacana ini.

"Semangat reformasi dan amandemen UUD yang ada semuanya menguatkan otonomi daerah. Salah satu alasan pilkada langsung adalah karena sentralistik orde baru yang mengangkat kepala daerah sehingga isu saat itu adalah militer, Jawa, dan penunjukan Presiden. Sangat aneh apabila sekarang timbul ide neo orba untuk sentralistik," kata Gilbert.

3 dari 3 halaman

Komentar Para Capres Cawapres

Calon presiden (Capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo menanggapi soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang meniadakan pilkada untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta.

Ganjar mengatakan, pihaknya menyerahkan pembahasan RUU DKJ kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah.

"Ya nanti biar dibahas oleh dewan sama pemerintah," jawab Ganjar di Pasar Loa, Kulu Kutai Kartanegara, pada Rabu (6/12/2023).

Sedangkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan sekaligus calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud Md, tidak mempersoalkan RUU DKJ tersebut. Bila itu sudah diputuskan, maka harus dijalankan.

"Ya kalau itu sudah diputuskan di dalam undang-undang, ya itu mengikat. Kalau saya sih ndak mempersoalkan itu, karena DPR sudah lama berdebat bersama pemerintah," kata Mahfud Md kepada wartawan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa malam (5/12/2023).

Mahfud pun enggan menanggapi lebih lanjut terkait wacana tersebut. Sebab, Mahfud menyampaikan, jika RUU itu sudah menjadi undang-undang, maka sifatnya mengikat.

"Kesimpulannya itu karena DKI dianggap khusus kan, daerah khusus Jakarta, jadi dikelola secara khusus. Kayak di Jogja, kan gubernurnya turun-temurun, tapi bupati dan wali kotanya dipilih. Di sini gubernur dipilih, kan tidak apa-apa, harus asimetris kan pemerintahan daerah," jelas Mahfud.

Sedangkan calon presiden (capres) nomor urut satu Anies Baswedan mengaku belum melihat draf yang dimaksud. Anies bakal mengecek draf itu terlebih dahulu.

"Saya belum lihat dokumennya, saya baca dulu," kata Anies di sela kampanye di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (5/12/2023).

Oleh sebab itu, Anies enggan untuk memberikan komentar lebih lanjut, mengingat dia belum membaca secara rinci RUU DKJRespons Anies soal Beredar Draf RUU DKJ Atur Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden itu.

"(Saya baca dulu) baru saya bisa berkomentar ya," ujar Anies.

Adapun Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menilai aturan itu terlalu dipaksakan. PKB, kata dia, menolak total rencana ini.

"Jadi memang ada draft, draft yang menginginkan Pilkada DKI ditunjuk oleh pemerintah pusat, kami (PKB) menolak total, kami dan insyaallah mayoritas fraksi akan menolak karena itu, terlalu dipaksakan waktunya," kata Cak Imin di sela-sela kampanyenya di Bireuen, Aceh, Rabu (6/12/2023).

Cak Imin menyatakan, RUU DKJ masih perlu dimatangkan dengan baik. Dia menyampaikan, penunjukan gubernur dan wakil gubernur oleh presiden menjadi hal yang berbahaya terhadap kelangsungan demokrasi di Indonesia.

"Ya itu bahaya, bahaya apabila dalam posisi yang menuju persiapan demokrasi yang lebih baik, harus diberi ruang yang lebih baik lagi," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini