Sukses

Praktisi Hukum: Pemilu Wujud Tujuan Demokrasi, dari Rakyat untuk Rakyat

Praktisi Hukum dan Pemerhati Polsosbud, Agus Widjajanto mengatakan Pemilu diselenggarakan untuk mewujudkan tujuan demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Menurut dia, demi mencapai tujuan tersebut, penyelenggaraan Pemilu harus mencerminkan nilai-nilai demokrasi.

Liputan6.com, Jakarta - Praktisi Hukum dan Pemerhati Polsosbud, Agus Widjajanto mengatakan Pemilu diselenggarakan untuk mewujudkan tujuan demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Menurut dia, demi mencapai tujuan tersebut, penyelenggaraan Pemilu harus mencerminkan nilai-nilai demokrasi.

"Sistem demokrasi perwakilan bertujuan agar kepentingan dan kehendak warga negara tetap dapat menjadi bahan pembuatan keputusan melalui orang-orang yang mewakili mereka," kata Agus melalui siaran pers diterima, Senin (23/10/2023).

Agus mengungkap, Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme Pemilu langsung. Hal itu merupakan bentuk kedaulatan rakyat untuk memilih penyelenggara negara dan pemerintahan berdasarkan kontitusi yaitu UUD 1945.

“Sebagai Negara Demokrasi berazaskan Pancasila, maka pelaksanaannya juga harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945,” jelas dia.

Agus melanjutkan, negara hukum dan demokrasi memiliki hubgan yang sangat. Karena itu, negara tanpa peraturan hukum yang adil, mustahil mencapai demokrasi.

“Supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada hakekatnya berasal dari kedaulatan rakyat yang diberikan kepada wakilnya dalam hal ini penguasa dan DPR," urai Agus.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Munculnya Oligarki

Agus pun membedah, mengapa sistem negara demokrasi di dalam negara berkembang kerap muncul kekuasaan yang ditopang oleh oligarki. Jawabannya, mengutip catatan Prof Suteki dalam buku Hukum dan masyarakat terdapat beberapa faktor yang mendorong munculnya oligarki.

Pertama, keberadaan figur utama dalam elite partai yang menjadi penentu dalam banyak keputusan yang merupakan representasi dari ideologis dan historis dari pembentukan partai itu sendiri.

Kedua, adanya ketergantungan finansial pada sumber sumber keuangan Partai yang kerap dimiliki oleh elit partai , dimana Colin Crouch (2004) menggunakan istilah 'Firma politik'.

Ketiga, karena pelembagaan partai yang belum sempurna, dimana kondisi sistem yang dibangun partai masih merujuk pada elit partai. Sebab AD/ART partai yang masih menjunjung tinggi elit partai.

“Terakhir faktor eksternal yang turut mempengaruhi partai, yang mana masih memberikan celah untuk membangun oligarki dalam dirinya. Baik pada kaderisasi maupun pengelolaan keuangan masih yang dijalankan secara sentralistik,” dia menandasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini