Sukses

HEADLINE: Jakarta Uji Coba WFH 50% PNS Mulai 21 Agustus 2023, Mekanismenya?

Pemprov DKI Jakarta akan melakukan uji coba WFH 50 persen bagi PNS selama tiga bulan mulai 21 Agustus - 21 Oktober 2023. Uji coba WFH ini merespons persoalan polusi udara di Ibu Kota sekaligus dalam rangka menyambut KTT ASEAN di Jakarta pada September 2023 mendatang.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan melakukan uji coba bekerja dari rumah atau work form home (WFH) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungannya selama tiga bulan mulai 21 Agustus 2023 mendatang.

Kebijakan ini diambil merespons buruknya kualitas udara di Ibu Kota, sekaligus untuk mengatasi kemacetan lalu lintas dalam rangka menyambut event internasional Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa-Bansa Asia Tenggara (KTT ASEAN) di Jakarta pada September 2023.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, uji coba WFH dilakukan dengan persentase kehadiran 50 persen bagi PNS di lingkungan Pemprov DKI Jakarta yang melaksanakan fungsi staf atau pendukung.

Namun kebijakan WFH ini tidak berlaku bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) DKI Jakarta yang melakukan layanan langsung kepada masyarakat. "Seperti RSUD, Puskesmas, Satpol PP, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan, Dinas Perhubungan, hingga pelayanan tingkat kelurahan," kata Sigit dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Kamis (17/8/2023).

Sigit memastikan, uji coba WFH selama tiga bulan ini tidak akan berdampak pada pelayanan publik. Dia menyebut, ASN DKI Jakarta yang bersentuhan langsung dengan warga akan tetap bertugas memberikan pelayanan publik secara optimal.

Lebih lanjut, Sigit menyampaikan, persentase WFH ASN DKI Jakarta akan ditambah selama acara KTT ASEAN berlangsung, yakni pada tanggal 4-7 September 2023. Khusus di tanggal itu, persentase ASN DKI yang WFH yakni 75 persen.

"Dan bekerja dari kantor sebanyak 25 persen. Penyesuaian ini berlaku pada kantor-kantor pemerintahan yang dekat dari lokasi KTT ASEAN, seperti Kantor Dinas Pariwisata di Kuningan, Jakarta Selatan," katanya.

Tak hanya WFH, Pemprov DKI Jakarta juga akan menerapkan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bagi sekolah yang berada dekat dengan lokasi KTT ASEAN. Sistem PJJ diberlakukan dengan presentase kehadiran siswa 50 persen.

"Namun untuk guru dan tenaga pendidik di sekolah tersebut, tetap hadir dan beraktivitas 100 persen," ucap Sigit.

Dia membeberkan, lokasi sekolah yang harus melakukan PJJ 50 persen antara lain yang ada di wilayah Jalan MH Thamrin, Sudirman, Tanah Abang, Kuningan, dan Menteng. Aturan tersebut tidak berlaku bagi sekolah yang jauh dari venue KTT ASEAN, seperti di Jakarta Barat dan Jakarta Timur.

"Setelah KTT ASEAN berlangsung, sekolah di sekitar venue KTT ASEAN tersebut dapat melaksanakan pembelajaran seperti biasa atau 100 persen kehadiran siswa," kata Sigit.

Kebijakan Pemprov DKI Jakarta ini juga didukung pemerintah pusat. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas mengeluarkan surat edaran yang mengatur WFH dan WFO (work from office/bekerja dari kantor) bagi ASN atau PNS pusat yang ada di Jakarta dalam rangka menyambut KTT ASEAN.

Aturan itu tercantum dalam Surat Edaran (SE) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Pegawai Aparatur Sipil Negara yang Berkantor di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Selama Masa Persiapan dan Penyelenggaraan KTT ASEAN ke-43.

"SE ini perlu kami keluarkan menindaklanjuti arahan Bapak Presiden untuk mendukung kelancaran persiapan dan penyelenggaraan KTT ASEAN yang berlangsung pada tanggal 5-7 September 2023 di Jakarta," kata Menpan RB dalam keterangan tertulis, dikutip Liputan6.com, Jumat (18/8/2023).

Pada Surat Edaran tersebut, PNS yang bekerja di DKI Jakarta didorong melaksanaan hybrid working atau kombinasi pelaksanaan tugas kedinasan di kantor atau WFO dan pelaksanaan tugas kedinasan di rumah atau WFH.

Adapun hari dan jam kerja yang diberlakukan berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2023 tentang Hari Kerja dan Jam Kerja Instansi Pemerintah. Surat Edaran ini berlaku mulai 28 Agustus 2023 sampai 7 September 2023.

Surat edaran tersebut mengimbau agar Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) pada instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang berlokasi di wilayah DKI Jakarta untuk dapat melakukan penyesuaian sistem kerja ASN selama masa persiapan dan penyelenggaraan KTT ASEAN.

Kepala Biro Data, Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), Mohammad Averrouce mengatakan, pihaknya mempersilakan Pemprov DKI Jakarta memberlakukan skema WFH bagi PNS Jakarta untuk merespons polusi udara.

Namun dia menegaskan, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat melalui KemenPANRB untuk menerapkan WFH bagi PNS yang berdinas di Jakarta adalah untuk mengatasi kemacetan dalam rangka menyambut KTT ASEAN ke-43. Kebijakan WFH PNS pusat akan berlaku mulai 28 Agustus 2023.

Kendati demikian, dia menilai, inisiatif Pemprov DKI yang menerapkan kebijakan WFH 50 persen bagi aparaturnya mulai 21 Agustus mendatang juga akan membantu persiapan KTT ASEAN ke-43 di Jakarta.

"Kita saling melengkapi. Kalau di kita itu sejak tanggal 28 (Agustus 2023), konteksnya lebih mobilitas supaya tidak terjadi kemacetan, untuk KTT," ujar Averrouce kepada Liputan6.com, Jumat (18/8/2023).

Menurut dia, prinsip aturan yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta pastinya saling melengkapi dengan kebijakan pemerintah pusat. Namun, Averrouce kembali menegaskan bahwa pertimbangan WFH PNS yang dikeluarkan Kementerian PANRB murni untuk penyelenggaraan KTT ASEAN, bukan karena polusi udara. 

"Nanti Kementerian Perhubungan sama Kepolisian juga nyiapin kebijakan soal pergerakan kendaraan untuk memastikan mobilitas enggak terganggu. Sementara teman-teman K/L dan DKI tentunya juga mengikuti," ungkapnya.

"Jadi prinsipnya sama dengan DKI, 50 persen. Maksimal segitu kita coba, WFH 50 persen. Saya kira itu saling mendukung," kata Averrouce. 

Adapun sistem kerja yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta merupakan hal dan kewenangan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) setempat. Sehingga sistem kerja WFH 50 persen PNS setempat selama 2 bulan dipersilakan sebagai langkah darurat. 

"Nanti kalau misalnya Pak Heru Budi keluarkan instruksinya, berarti termasuk itu juga mungkin ada esensi juga sesuai kewenangan dari PPK. Juga itu terkait dengan penanggulangan polusi, bisa juga, kan enggak apa-apa," tuturnya.

Di lokasi terpisah, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko) Marves Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar seluruh kementerian yang ada di Jakarta melakukan WFH untuk mengatasi polusi udara.

Hal ini disampaikan Heru Budi usai mengikuti rapat koordinasi bersama Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dan kepala daerah lainnya terkait permasalahan polusi udara di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Rapat ini juga dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, hingga Pj Gubernur Banten Al Muktabar.

"Tadi Pak Menteri mengarahkan untuk work from home. Nanti semua kementerian WFH," kata Heru di Kantor Kemenko Marves, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (18/8/2023).

Meski begitu, dia tidak menjelaskan secara detail persentase dan ketentuan WFH di tingkat kementerian sesuai arahan Luhut tersebut.

Selain WFH, Luhut juga mengusulkan pengetatan kebijakan ganjil genap hingga disinsentif tarif parkir demi menekan buruknya polusi udara di wilayah Jabodetabek.

"Pak Menteri kan menyarankan WFH, terus (minta) lebih dipikirkan untuk tarif parkir dan lain-lain," ujar Heru.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

WFH Mampu Atasi Polusi Udara Jakarta?

Peneliti Global Health Security sekaligus Ahli Kesehatan Lingkungan, Dicky Budiman menegaskan, upaya mengatasi polusi udara dengan kebijakan WFH memang dapat bermanfaat untuk mengurangi polutan. Meski begitu, upaya itu dinilai belum cukup.

"WFH saja tidak cukup. Artinya kalau mau menyelesaikan polusi udara, yang paling utama adalah kita cari penyebabnya. Ya mengurangi emisi, reduksi emisi. Karena kan yang jadi kontributor ya emisi itu," ujar Dicky kepada Liputan6.com melalui pesan suara, ditulis Jumat (18/8/2023).

"Misalnya, di industri, bagaimana menggunakan teknologi yang ramah lingkungan, energi yang ramah lingkungan," sambungnya.

Begitu juga untuk transportasi publik maupun kendaraan pribadi perlu dipikirkan. "Jadi bagaimana memastikan transportasi itu berbahan bakar ramah lingkungan," tutur Dicky.

Upaya lain untuk mengurangi polutan, menurut Dicky, dapat pula menyoal penggunaan kendaraan listrik.

"Kendaraan listrik bisa juga mulai dipromosikan dengan harga yang lebih terjangkau atau meningkatkan kualitas, kuantitas transportasi publik yang aman, ramah lingkungan," terangnya.

Perihal WFH atau hybrid working, diakui Dicky, adalah strategi yang inovaif dan solutif dalam konteks kekinian. Pendekatan yang relatif berdiri sendiri ini bisa digunakan ketika situasi darurat.

"WFH itu memiliki banyak manfaat space perkantoran, biaya operasional berkurang, sewa tempat berkurang dan sebagainya, apalagi generasi milenial. Mereka nyaman secara daring, remote gitu," jelasnya.

"Saat ini sudah sangat populer dan ini berdampak langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan. Orang akan lebih sedikit aktivitas perjalanan, dalam arti proporsi polutan lewat kendaraan akan semakin berkurang," kata Dicky Budiman menandaskan.

Dokter spesialis paru konsultan Erlang Samoedro menuturkan, kebijakan WFH untuk menangani polusi udara dapat menjadi pilihan untuk diterapkan. Walau begitu, menurutnya tidak akan berdampak terlalu drastis dalam mencegah paparan polutan.

"Kalau kita lihat di data DKI Jakarta, bahwa sektor transportasi itu menyumbang 40 persen (polusi). Jadi ekstremnya nih, kalau semua orang kerja dari rumah karena pengaruh di sektor transportasinya, itu hanya menurunkan 40 persen," tutur Erlang menjawab pertanyaan Health Liputan6.com saat konferensi pers 'Merdeka dari Polusi Udara' pada Jumat, 18 Agustus 2023.

"Yang 30 persen lain kan masih ada, ya pengaruh industri, swasta juga."

Upaya penanganan polusi udara pun membutuhkan bantuan dari sektor lainnya, bukan hanya transportasi.

"Mungkin WFH mengurangi ya (polusi), tapi enggak sedrastis juga, tetap akan ada polusi dari (sektor) lainnya. Butuh banyak sektor, upaya dikerjakan, bukan hanya dari sektor transportasi saja," lanjut Erlang.

Dokter spesialis paru konsultan Feni Fitriani Taufik menambahkan, kebijakan WFH dinilai mengurangi pajanan polutan sementara, bukan inti dari upaya mengatasi polusi udara.

"Untuk mengurangi efek polusi udara, mengurangi pajanan kepada masyarakat ya WFH mungkin bisa jadi pertimbangan. Tapi kan perlu analisis lebih dalam yang diharapkan mengurangi pajanan sementara, bukan mengatasi polusi udara," tambahnya.

Feni juga menyentil soal penyebab polusi udara di Jakarta. Penyebabnya, bukan hanya dari sektor transportasi saja, melainkan dari pembangkit listrik.

"Yang terbaru juga kan (penyebab polusi) bukan hanya transportasi, tapi pembangkit listrik yang menggunakan batubara disinyalir menjadi penyebab polusi saat ini, walaupun masih perlu mungkin butuh peninjauan lebih lanjut," pungkasnya.

3 dari 5 halaman

WFH Jadi Kebijakan Jangka Panjang atau Pendek?

Manajer Kampanye Polusi dan Urban Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Abdul Ghofar menilai, kebijakan WFH bagi ASN maupun swasta di DKI Jakarta hanya bisa menjadi langkah sementara untuk mengatasi persoalan polusi udara.

"Kebijakan ini akan mengurangi polusi udara, tapi tidak akan signifikan. Kebijakan ini justru memperlihatkan bahwa pemerintah pusat maupun Provinsi DKI belum memiliki rencana aksi strategis mengatasi polusi udara," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (18/8/2023).

Menurut dia, WFH tidak bisa dijadikan sebagai kebijakan jangka panjang untuk mengatasi persoalan polusi udara dan kemacetan. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan efektifitas dan dampak dari penerapan kebijakan WFH.

"Sebab tidak semua orang dapat bekerja dengan skema WFH. Pemerintah harus menjamin tidak ada peminggiran dalam penerapan kebijakan ini," kata Ghofar.

Apalagi berdasarkan kajian yang dilakukan sejumlah lembaga, sektor transportasi bukanlah satu-satunya sumber pencemaran udara yang terjadi di Jakarta, tapi juga ada andil dari sektor industri, pembangkit listrik, hingga pembakaran terbuka.

"Catatan khusus, buruknya kualitas udara tidak hanya terjadi di luar ruangan, namun juga terjadi di dalam ruangan (rumah, sekolah, maupun perkantoran). Penting bagi pemerintah untuk juga memperhatikan masalah polusi udara dalam ruangan yang berdampak bagi kesehatan untuk mereka yang bekerja dan beraktifitas dalam ruangan (termasuk rumah)," ucap Ghofar.

"WFH tidak menjamin kesehatan bagi pekerja yang bekerja dari rumah, karena polusi udara terjadi baik di luar maupun dalam ruangan," katanya menambahkan.

Walhi lantas menawarkan sejumlah solusi jangka panjang untuk mengatasi persoalan polusi udara. Menurut lembaga pegiat lingkungan ini, pemerintah juga seharusnya memiliki rencana aksi pengendalian pencemaran udara berdasarkan kajian yang komprehensif.

"Secara spesifik yang dapat dilakukan adalah percepatan penghentian operasi PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Batubara dan pembangkit listrik berbahan bakar fosil lain. Perbaiki dan perluas transportasi publik yang mudah, murah, dan inklusif."

"Pengendalian pencemaran dan penegakan hukum dari sektor industri. Dan melarang segala bentuk pembakaran terbuka baik oleh masyarakat, korporasi, maupun fasilitas milik pemerintah," ucap Gofar menandaskan.

WFH Bisa Efisiensi Belanja Operasional

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Padjadjaran, Yogi Suprayogi setuju dengan kebijakan WFH untuk mengatasi buruknya kualitas udara di DKI Jakarta dan sekitarnya. Bahkan kebijakan tersebut juga diyakini memiliki dampak positif pada aspek belanja daerah.

"Kalau menurut saya bagus, tapi targetnya bukan hanya untuk mengurangi polusi dan macet, tapi juga untuk efisiensi belanja operasional pegawai," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com

Karena itu, dia justru ingin WFH dijadikan sebagai kebijakan jangka panjang. Namun yang boleh melakukan WFH hanyalah pegawai yang bekerja di balik layar, artinya mereka yang tidak bersentuhan langsung dengan pelayanan masyarakat.

"Jadi jangka panjang, seterusnya, sehingga bisa mengefisiensikan. Jadi namanya bukan WFH, tapi FWA flexible working arrangement, bisa bekerja di manapun. Kalau WFH kan kayak benar-benar di rumah, padahal dia kan bisa bekerja di manapun ya menggunakan metode bukan hanya online saja, bisa nota dinas online dan sebagainya," ucap Yogi.

Menurut dia, kebijakan ini juga bisa diikuti oleh kementerian/lembaga lain yang ada di DKI Jakarta dan sekitarnya. Sehingga upaya mengatasi polusi udara dan kemacetan di Ibu Kota lewat kebijakan WFH ini bisa berjalan optimal.

"Bukan hanya di Jakarta saja, namun di kota lain juga harus memulai menggunakan WFH. Karena kan penyumbang polusi bukan hanya Pemprov DKI saja ya, tapi juga PNS yang lain, ada banyak kementerian juga di sana," kata Yogi menandaskan.

4 dari 5 halaman

Perlu Langkah Radikal Benahi Transportasi di Jakarta

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno mengatakan, penerapan kebijakan bekerja dari rumah atau WFH merupakan salah satu upaya yang baik untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek. Namun, upaya ini tentu tidak bisa berdiri sendiri, melainkan perlu dibarengi dengan langkah radikal.

"Dari tataran kebijakan, pemerintah harus berani menerapkan langkah radikal dengan memigrasikan kendaraan untuk menggunakan BBM standar euro, minimal ber RON 92. Nah beranikah Jabodetabek membuat kebijakan ini, artinya menghapus BBM dibawah RON 92," kata Agus kepada Liputan6.com, Jumat (18/8/2023).

Selain WFH, menurut Agus, diperlukan juga pembenahan sistem transportasi yang lebih ramah lingkungan dalam skala Jabodetabek.

"Sebab udara tidak berhenti hanya Jakarta saja. Termasuk langkah edukasi ke publik untuk beralih ke public transport," jelasnya.

"Termasuk meninjau dan mengkaji kembali PLTU di sekitar Jakarta yang konon menjadi penyebab juga. Jika memang hal ini benar, tentu harus ada upaya meminimalisir dampaknya," tambah Agus.

Hal ini juga sesuai dengan pandangan Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono, yang menilai WFH bukanlah satu-satunya solusi yang baik untuk persoalan polusi udara di Ibu Kota. Apalagi dia merasa uji coba WFH selama tiga bulan terlalu lama.

"Tapi jangan tiga bulan lah, apa enggak kelamaan?," kata Gembong kepada wartawan, dikutip Jumat (18/8/2023).

Meski demikian, Gembong menegaskan sejatinya Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta menyetujui penerapan WFH bagi ASN di Ibu Kota. Namun, menurut dia, Pemprov DKI Jakarta juga perlu menjaga pertumbuhan ekonomi.

"Gini, dalam konteks WFH saya setuju. Tapi perlu diperhitungkan Pemprov DKI perlu menjaga keseimbangan atau pertumbuhan ekonomi yang sudah mulai bergerak. Prinsipnya jangan sampai WFH membunuh ekonomi yang sudah mulai tumbuh," ucap Gembong.

Jika WFH bertujuan mengatasi polusi udara, maka Pemprov DKI Jakarta tak bisa bekerja sendiri. Dia memandang perlunya dilakukan koordinasi dengan wilayah penyangga DKI Jakarta.

"Dalam konteks WFH juga enggak bisa hanya Jakarta tok, penyangga juga, makanya perlu dilakukan koordinasi antar-pemerintah daerah. Selain soal polusi udara, juga kita bagaimana mengentaskan kemacetan," ucap dia.

Lebih lanjut, ketimbang WFH, dia mendorong Pemprov DKI Jakarta mengambil kebijakan yang lebih berani. Dia mencontohkan, aturan soal pembatasan usia kendaraan yang dia sebut bakal punya dampak lebih besar mengatasi kemacetan maupun polusi udara.

"Kalau berani mengambil kebijakan tidak populer, maka pengentasan kemacetan di Jakarta bisa dilakukan secara permanen. Misalkan, apakah berani Pemprov DKI mengambil kebijakan pembatasan usia kendaraan?," ujarnya.

Penuhi Kebutuhan Transportasi Umum

Hal senada juga disampaikan pengamat transportasi Djoko Setijowarno. Menurut dia, masalah mendasar dalam menanggulangi polusi udara di Jakarta berada pada pengelolaan angkutan umum.

"Jadi itu yang harus dikelola dulu. Tanpa adanya angkutan umum yang cukup bagus, apapun programnya seperti (aturan sistem transportasi 4 in 1) atau WFH tidak banyak berarti," kata Djoko kepada Liputan6.com, Jumat (18/8/2023).

Karena dalam transportasi ada manajemen dan Pull and push strategy. Djoko menjelaskan, "pull and push strategi ini adalah pull yaitu menyerupai penyediaan public transport, pushnya yaitu mendorong orang untuk menggunakan public transport dengan cara all in one, memberlakukan ganjil genap misalnya".

Maka dari itu, Djoko mendorong wilayah luar Jakarta yang masih minim fasilitas angkutan umum untuk menambahkannya, terutama di kawasan perumahan.

"Kalau ada angkutan umum, tiap keluarga yang tidak bekerja Jakarta pun, cukup di daerah masing-masing juga mau naik angkutan umum," jelasnya.

Djoko pun menyoroti kondisi polusi udara yang sudah meluas di luar wilayah Jakarta, yang juga melanda Jabodetabek.

"Jadi intinya, akar masalahnya adalah minimnya transportasi umum untuk di luar Jakarta. itu harus dibagusin sehingga covernya bisa seperti Transjakarta sampai 88 persen. Setelah itu mau beralih dengan menggunakan regulasi untuk mencegah atau memaksa mereka pindah dengan 3 in 1, ganjil genap, atau bentuk lain misalnya tarif parkir dinaikkan di pusat atau pajak kendaraan bermotor," paparnya.

"Memang tantangannya berat, Apakah negara punya uang? tentu punya. Mungkin bisa dialihkan saja dana misalnya dari Kementerian Pendustrian ke Kementerian Perhubungan," sebutnya.

5 dari 5 halaman

WFH untuk Lindungi Kesehatan Masyarakat dari Polusi Udara

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Mohammad Syahril sepakat dengan kebijakan WFH 50 persen bagi ASN dan usulan hybrid working bagi pekerja swasta untuk merespons persoalan polusi udara di Jakarta. Menurutnya, kedua upaya tersebut sebagai pencegahan agar masyarakat tidak terlampau banyak terpapar polusi udara.

Tujuan WFH dan hybrid working juga diharapkan dapat mengurangi polusi udara di Jakarta. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya penggunaan kendaraan pribadi para pekerja ke kantor.

"Salah satu upaya kenapa ada WFH, hybrid working gitu? Itu semuanya upaya pencegahan," kata Syahril saat berbincang dengan Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Selasa, 15 Agustus 2023.

"Sama kayak kita dulu aja pas COVID, ada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), dengan PPKM itu mengurangi penularan COVID."

Sebagai informasi, hybrid working adalah pencampuran antara Work From Office (WFO) dan Work From Home (WFH).

Lebih lanjut, Syahril juga merespons informasi yang menyebutkan bahwa polusi udara Jakarta dapat memicu risiko penggumpalan darah, menurut pemberitaan sejumlah media asing. Menurut dia, penggumpalan darah akibat dampak polusi udara bisa saja terjadi.

Kondisi ini terjadi apabila saluran napas terus menerus terpapar polutan atau partikel-partikel berbahaya dari polusi udara.

"Kita enggak tahu nih, polusi udara sudah berapa banyak di beberapa wilayah, tapi kan kalau sudah dianggap polusi, berarti mengandung zat yang bisa membahayakan," jelas.

"Saluran napas yang diserang terus ya mengganggu aliran darah, terjadi penggumpalan darah dan seterusnya."

Paparan polutan akibat polusi udara yang masuk ke tubuh, lanjut Syahril, dapat membuat saluran pernapasan menjadi kotor. Paparan polusi juga bisa kena mata dan kulit.

"Pertama, (dampak) polusi udara itu bisa kena mata, kulit, saluran napas. Nah, saluran napas berarti menjadi kotor. Ini karena polusi yang mengandung oksidan atau partikel-partikel yang membahayakan masuk ke saluran napas," katanya.

Menkes Siapkan Alat Tes Paru-Paru di Puskesmas

Polusi udara Jakarta yang kian memburuk menimbulkan kekhawatiran tersendiri, terutama dari sisi masalah kesehatan. Salah satunya, masalah kesehatan berkaitan dengan saluran sistem pernapasan seperti timbulnya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa sudah disiapkan alat tes paru-paru yang disebut spirometri/spirometer di tiap Puskesmas. Upaya ini demi mendeteksi adanya penyakit pernapasan yang dapat diakibatkan kualitas udara memburuk.

"Kita persiapkan nomor satu deteksinya. Kita siapin dokternya sama alatnya spirometri di Puskesmas," ujar Budi Gunadi usai menghadiri 'Penghargaan Bagi Tenaga Kesehatan Teladan di Fasyankes, SDM Kesehatan Teladan Non Pemerintah dan Kader Berprestasi Tahun 2023' di Hotel Sultan Jakarta pada Selasa 15 Agustus 2023. 

Kelengkapan sanitarian kit dan edukasi mengenai kualitas udara juga disiapkan di Puskesmas.

Sanitarian kit adalah alat untuk melakukan pemeriksaan terhadap kualitas sanitasi dan kesehatan lingkungan langsung di lapangan dilengkapi juga alat pemeriksaan udara dan deteksi cemaran makanan serta pelaporan hasil uji untuk seluruh parameter.

"Jadi setiap Puskesmas itu ada sanitarian kit, kita siapin. Kita kasih edukasinya soal kualitas udara, kerja sama juga dengan lembaga-lembaga sosial masyarakat supaya tahu kualitas udara kita seperti apa," kata Menkes Budi.

Secara khusus, Budi Gunadi Sadikin menambahkan, Kemenkes sudah menganggaran pendeteksian penyakit pernapasan. Biaya anggaran kesehatan sudah digelontorkan Rp10 triliunan pada tahun lalu.

"Itu biayanya sekitar Rp10 triliunan tahun lalu. Jadi, kita sekarang mempersiapkan bagaimana kita bisa mendeteksi orang-orang yang asma, tuberkulosis, pneumonia, kanker paru, ada juga Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)," ujarnya.

"Itu lima penyakit besar yang bisa disebabkan karena polusi udara," dia menambahkan. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini