Sukses

Fadli Zon Soroti Gugatan Masa Jabatan Ketum Parpol ke MK: Kalau Dibatasi Malah Tidak Demokratis

Fadli Zon pun menyinggung soal jabatan ketua DPR RI yang tidak dibatasi. Sebab hal itu sesuai dengan hak konstituen

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Partai Gerindra Fadli Zon menanggapi soal gugatan diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas masa jabatan ketua umum partai politik hanya dua periode. Dia menilai, masa jabatan itu menjadi ranah internal partai politik.

"Ya kalau itu kan urusan internal dari setiap partai politik, beda antara partai politik dengan jabatan publik gitu ya jadi kalau kita lihat partai politik adalah satu institusi yang bergerak di dalamnya menurut aturan disepakati oleh semua anggotanya dan pimpinannya, jadi saya kira agak berbeda dengan jabatan-jabatan publik seperti jabatan presiden dibatasi dua periode," kata Fadli Zon, kepada wartawan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip Selasa (27/6/2023).

Dia pun menyinggung soal jabatan ketua DPR RI yang tidak dibatasi. Sebab hal itu sesuai dengan hak konstituen. Lebih lanjut, Fadli Zon menilai, jika masa jabatan ketua umum partai politik dibatasi tidak akan menjadi demokratis.

"Amerika juga tidak dibatasi di Eropa juga tidak dibatasi karena itu aspirasi rakyat jadi rakyat maunya orang itu ya memang harus orang itu begitu juga dengan ketua umum parpol, kalau masyarakatnya anggotanya atau yang menjadi pengikutnya menginginkan ketua umumnya adalah si A ya apa boleh buat ya karena itu kan proses yang demokratis. Kalau dibatasi justru bisa tidak demokratis," imbuh dia.

Sebelumnya, warga Nias bernama Eliadi Hulu dan warga Yogyakarta bersama Saiful Salim, menggugat Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (parpol) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan ini belum diregistrasi secara resmi di MK, namun baru tercatat dalam Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3) per 21 Juni 2023 nomor 65/PUU/PAN.MK/AP3/06/2023.

Melalui berkas permohonannya, keduanya berharap agar MK dapat mencantumkan syarat masa jabatan ketum parpol, maksimal 2 periode dalam beleid itu. Karena selama ini, tidak ada pengaturan terkait hal ini dalam UU Parpol tersebut.

"Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula halnya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah sepatutnya bagi siapa pun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya,” ucap penggugat melalui berkas permohonannya, dikutip dari situs resmi MK, pada Senin (26/6).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Agar Tidak Melanggengkan Kekuasaan

Mereka menilai bahwa pembatasan masa jabatan ketum parpol diperlukan, agar tak ada pemanfaatan dalam melanggengkan kekuasaan. Mereka pun menggugat Pasal 23 ayat 1 yang berbunyi:

“Pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART”.

diubah menjadi: “Pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut”.

Keduanya pun memberi contoh PDIP dan Partai Demokrat sebagai bentuk dinasti politik di Indonesia, yaitu PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat. Ketum PDIP sudah 24 tahun menjabat dan anaknya menjadi Ketua PDIP.

Sedangkan Partai Demokrat, dari Ketum SBY, jabatannya diturunkan kepada anaknya, AHY dan SBY bergeser menjadi Ketua Majelis Tinggi. Sedangkan anak kedua SBY, Edhie Baskoro atau Ibas, menjadi Waketum Partai Demokrat. “Hal ini telah membuktikan adanya dinasti dalam tubuh parpol,” imbuh penggugat.

Oleh karena itu, keduanya pun memohon MK menetapkan dengan tegas masa jabatan Ketum Parpol. “(Pembatasan) akan menghilangkan kekuasaan bagi pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk melanggengkan kekuasaan,” tutupnya.

Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.