Sukses

Denny Indrayana Dorong DPR Gunakan Hak Angket Makzulkan Presiden Jokowi

Dalam surat yang ditulis tertanggal 7 Juni 2023 di Melbourne, Australia, itu Denny berpendapat bahwa DPR sudah layak lakukan pemakzulan karena menggunakan kekuasaannya untuk ikut campur atau cawe-cawe dalam proses Pemilu 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Beredar surat terbuka di jagad maya Twitter dari akun @dennyindrayana kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berisi desakan agar menggunakan hak angketnya untuk melakukan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo.

Dasar desakan itu adalah, Denny menduga presiden selaku kepala negara telah melakukan skenario Pemilu 2024 melalui alat-alat negara agar Anies Baswedan tidak dapat menjadi kontestan Pemilu kelak.

Saat dikonfirmasi, Denny membenarkan dan mengizinkan mengutip isi suratnya. 

"Sebagai bukti awal, saya tuliskan kesaksian seorang tokoh bangsa, yang pernah menjadi Wakil Presiden, bahwa Presiden Jokowi sedari awal memang mendesain hanya ada dua capres dalam Pilpres 2024, tanpa Anies Baswedan," kata Denny mengawali surat terbuka di akunnya tersebut dikutip Liputan6.com, Rabu (7/6/2023).

"Sebagai bukti awal, kesaksian tersebut tentu harus divalidasi kebenarannya. Saya menyarankan DPR melakukan investigasi melalui hak angketnya, yang dijamin UUD 1945," Denny melanjutkan.

Dalam surat yang ditulis tertanggal 7 Juni 2023 di Melbourne, Australia, itu Denny berpendapat bahwa DPR sudah layak lakukan pemakzulan karena menggunakan kekuasaannya untuk ikut campur atau cawe-cawe dalam proses Pemilu 2024.

Salah satu bentuk cawe-cawe itu adalah adanya dugaan gerakan sistematis yang dirancang agar Anies Baswedan gagal menjadi kontestan Pilpres dan Pemilu hanya dilakukan oleh dua pasang capres-cawapres saja.

Temuan lain juga dia dapatkan ketika berbincang dengan politikus Demokrat Rachland Nashidik dimana alasan Presiden SBY turun gunung karena adanya informasi dari orang dekat Presiden ke-6 RI itu bahwa hanya akan ada dua peserta Pilpres saja, sementara Anies Baswedan akan dijerat KPK. Informasi itu didapat SBY dari tokoh yang pernah menjadi Wakil Presiden.

"Hak angket harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah ada tangan dan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024?" tulis Denny.

Upaya sistematis lainnya dalam pandangan Denny adalah upaya pembiaran Kepala Staf Presiden Moeldoko yang menganggu Partai Demokrat melalui gerakan pengambilaihan partai.

Denny menduga ujung dari gerakan itu adalah agar Anies Baswedan tidak maju di Pilpres 2024. Jokowi dianggap membiarkan gerakan begal Moeldoko terhadap Demokrat sesuai dengan Undang-undang Parpol.

"Tidak mungkin Presiden Jokowi tidak tahu, Moeldoko sedang cawe-cawe menganggu Partai Demokrat, terakhir melalui Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung."

"Hak angket harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi membiarkan atau bahkan sebenarnya menyetujui -lebih jauh lagi memerintahkan langkah KSP Moeldoko yang menganggu kedaulayan Partai Demokrat?" Denny menambahkan.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Gunakan Kasus Hukum

Upaya sistemastis lainnya agar Pilpres berjalan hanya dua kontestan adalah penggunaan kekuasaan dan sistem hukum, singkatnya menggunakan kasus hukum untuk menekan partai politik yang dinilai Presiden Jokowi tidak sejalan dengan strategi pemenangan Pilpres 2024.

Dia mencontohkan kasus Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa. Suharso, berdasarkan temuan Denny, dicopot dan dijerat kasus hukum setelah Suharso empat kali bertemu Anies Baswedan. Penguasa, ujar Denny, juga mengarahkan kasus mana yang ditangani, mana yang disetop.

"Hak angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres?" ujar Denny.

Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD menugaskan Denny Indrayana menjaga Anies Baswedan. Sementara itu, Mahfud menyatakan dirinya akan memastikan pemilu 2024 tetap berjalan.

"Kalau gitu bagi tugas, kamu saya tugaskan jaga Anies agar demokrasi hidup dan tidak lagi menuduh pemerintah. Kan gitu, maksud saya. Agar tidak ganggu itu pemerintah. Kalau pemerintah ganggu, maka lawan dari dalam. Kalau ada oknum pemerintah, oknum ya, ya bilang saya," jelasnya.

"Nah, saya yang jaga pemilunya. Jangan dituduh mau gagalkan pemilu. Saya yang jaga agar pemilunya jadi. Bagi tugas, gitu," imbuh Mahfud.

Mahfud menyampaikan tugas untuk menjaga Anies tak hanya diberikannya kepada Denny Indrayana. Dia juga meminta Ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ahmad Syaikhu menjaga Anies.

"Bukan hanya Denny yang saya tugasin itu. Teman-teman yang mendukung Anies, jaga, saya bilang. Kan banyak teman saya yang jadi pendukung. Dia jaga. Ya itu tadi. Meskipun saya tidak dukung, tapi saya tetap jaga demokrasi. Kan gitu," tutur Mahfud.

 

3 dari 3 halaman

Tidak Ada Cawe-Cawe

Mahfud Md sebelumnya juga memastikan tidak ada cawe-cawe dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pemilu 2024. Menurut dia, hal itu hanyalah isu politik untuk memantik emosi pendukung, relawan dan simpatisan.

"Ndak ada, (cawe-cawe) itu isu politik, itu bagian dari perlombaan kontestasi politik, mungkin biar pendukungnya muncul," kata Mahfud saat peringatan Hari Lahir Pancasila di Ende, NTT, Kamis (1/6/2023).

Mahfud menambahkan, pemerintah juga tidak ada upaya menjegal terhadap siapa pun calon presiden yang akan maju ke kontestasi pemilu 2024. Bahkan terhadap Anies Baswedan sekali pun yang mengusung tema perubahan sebagai tagline visi misinya.

"Ndak ada menjegal, malah saya katakan kepada dia (Anies), kamu harus usahakan di dalam berbagai forum agar koalisi yang mendukung Anies itu kompak, agar Anies tidak dijegal oleh internalnya sendiri," jelas Mahfud.

Mahfud Md meyakini, apa yang dilakukan pemerintah saat ini hanya demi pesta demokrasi berjalan jujur dan adil. Selain itu, juga demi memastikan semua calon yang berlaga memiliki hak yang sama rata.

"Kita lindungi haknya," kata Mahfud.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini