Sukses

ICW: Praktik Korupsi di Indonesia Sudah Berlangsung Sejak Masa Penjajahan

Praktik korupsi sudah terjadi sejak manusia ada dan di Indonesia praktik tersebut sudah berlangsung jauh sebelum kemerdekaan.

Liputan6.com, Jakarta - Berbagai kasus korupsi hingga saat ini masih jadi sorotan dan diperbincangkan masyarakat. Sejumlah kepala daerah hingga menteri beberapa kali berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menambah jumlah daftar panjang kasus korupsi di Indonesia.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Nisa Rizkiah, menyebut praktik rasuah sudah terjadi sejak manusia ada. Sedangkan di Indonesia, praktik tersebut sudah berlangsung jauh sebelum kemerdekaan atau masa perdagangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).

"VOC adalah perusahaan dagang terbesar di Hindia Belanda. Menariknya, pada akhirnya ini perusahaan sebegitu besarnya, bisa membiayai banyak hal di Belanda di negara asalnya. Mereka berlayar sangat jauh ke Indonesia dan menjadi perusahaan yang sukses, tapi akhirnya bangkrut karena korupsi," kata Nisa kepada Liputan6.com.

Selain itu, saat masa penjajahan juga sangat dikenal dengan adanya upeti. Nisa menyebut istilah upeti untuk zaman modern saat ini masuk dalam kategori suap, atau cikal-bakal dari adanya korupsi di Indonesia. 

Saat itu, kata Nisa, upeti diberikan oleh rakyat jelata kepada para penguasa wilayah yang disetorkan kepada Gubernur Hindia Belanda. Biasanya berupa hasil bumi atau panen. 

"Praktik upeti udah ada sejak lama. Terus yang lainnya adalah contohnya juga yang menyumbang di kemudian hari, adanya tindakan koruptif," ucapnya.

Lalu, praktik tersebut terus terjadi setelah merdeka hingga saat ini. Nisa menyatakan masa Orde Lama pun sejumlah korupsi yang dilakukan pejabat negara juga sudah terjadi. Meskipun saat itu keadaan Indonesia usai merdeka masih masuk kategori negara miskin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bentuk Korupsi Saat Pemerintahan Orde Lama dan Baru

Modus yang dilakukan, yaitu penyalahgunaan wewenang, hingga penerimaan suap. Misalnya salah satu korupsi Menteri Kehakiman pada kabinet Ali Sastroamidjojo I, Djody Gondokusumo, karena menerima suap dari seorang pengusaha agar bisa mendapat visa pada tahun 1955.

Saat itu Djody menerima suap sebesar Rp 40 ribu. Kemudian ada pula Menteri Perekonomian Iskhak Tjokroadisurjo, yang memberikan izin lisensi impor pada kerabat dekatnya.

"Jadi, bukan barang baru ya sebenarnya korupsi di Indonesia, jika melihat contoh-contoh yang tadi itu. Modus-modusnya kan sekarang juga banyak ya pejabat-pejabat publik yang menyalahgunakan wewenang. Kemudian misalnya memasukkan keluarganya jadi apa, jadi apa, sebagai apalah kan banyak," katanya.

Selanjutnya, kata Nisa, yakni saat masa Orde Baru. Saat itu sejumlah kasus di sejumlah institusi mengemuka. Mulai dari Pertamina, Bulog, hingga PN Telekomunikasi. Bahkan, kata dia, berdasarkan laporan dari Transparansi Internasional tahun 2004, disebutkan bahwa Presiden Soeharto ditempatkan sebagai salah satu presiden terkorup. 

"Dugaan perkiraan korupsinya sebesar 15-25 miliiar dolar AS. Tapi, ini kan lagi-lagi secara hukum kan tidak ada pembuktian. Tapi kan reformasi itu sebenarnya menjawab, kenapa Soeharto diminta turun? Karena salah satunya kan korupsi yang sudah merajalela di lingkaran pemerintah," ujar dia lagi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.