Sukses

Masuki Tahun Politik, KPK Diminta Netral dan Jaga Imparsialitasnya

KPK harus terus menjaga sikap independensinya sebagaimana yang selama ini diharapkan publik.

 

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantaan Korupsi (KPK) telah menindaklanjuti laporan masyarakat atas dugaan indikasi tindak korupsi dalam penyelenggaraan balapan Formula E oleh Pemprov DKI Jakarta, dengan melakukan pemanggilan terhadap Gubernur Anies Baswedan untuk melakukan klarifikasi.

Mencermati sikap KPK tersebut, eks Komisioner Komnas HAM M. Nurkhoiron meminta KPK tetap mempertahankan prinsip netralitas atau imparsialitasnya.

“KPK sudah melakukan pemanggilan terhadap Gubernur DKI Jakarta Anis Rasyid Baswedan, saya berharap KPK memegang teguh prinsip imparsialitas. Dengan kata lain, KPK harus bersikap netral, mengingat saat ini sudah memasuki tahun politik”, kata Khoiron dalam keterangannya, Kamis 6 Oktober 2022.

Khoiron mengaitkan netralitas KPK dengan Pemilu 2024, terutama ketika berbagai pihak telah menyodorkan nama untuk dipertarungkan dalam pemilihan presiden (pilpres) 2024. Tidak terkecuali Anies Baswedan, yang sampai saat ini sedang digodok oleh beberapa partai untuk dijadikan kandidat calon presiden di Pilpres 2024.

“Penegakan hukum harus dapat menciptakan suasana kondusif dan benar-benar dilakukan dalam rangka penegakan hukum serta mencari keadilan. Saya mengapresiasi sikap Anies yang sangat kooperatif terhadap KPK dan terbuka dengan berbagai pertanyaan terkait pelaksanaan formula yang berjalan sukses dan baik”, tutur Khoiron.

Oleh karena itu, lanjutnya, KPK harus terus menjaga sikap independensinya sebagaimana yang selama ini diharapkan publik, menjaga prinsip seimbang dalam pemeriksaan dan dapat menjaga kepentingan yang terkait dalam perkara, prinsip audi et alteram partem, serta putusan diharapkan dapat menjadi solusi hukum yang adil.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jaga Hak Warga

“Adanya keraguan berbagai pihak terhadap KPK dalam mengangkat kasus formula E patut dipertimbangkan. Berdasarkan laporan audit BPK tidak ditemukan kejanggalan dan penyelewengan penggunaan anggaran APBD DKI Jakarta yang digunakan untuk pelakanaan formula E”, ujar Khoiron.

Dalam upaya melakukan proses penyelidikan dan penyidikan terhaap Anies, sambung Khoiron, KPK perlu mencermati UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hak yang harus dilindungi terkait perlindungan hukum terhadap diri pribadi manusia atau tersangka yang sedang menjalani proses pemeriksaan perkara pidana, antara lain : Hak Perlindungan, Hak Rasa Aman, dan Hak tidak diperlakukan sewenang-wenang.

“Selain itu dalam rangka due process of law, yang antara lain sebagai upaya untuk menjaga perlindungan hak warga negara, KPK berkewajiban menggunakan asas-asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), yang menjelaskan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap dan ditahan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap”, pungkas Khoiron.

3 dari 3 halaman

Tanggapan KPK

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diisukan akan dijadikan tersangka dalam kasus dugaan korupsi ajang balap mobil listrik Formula E PT Jakarta Propertindo (Jakpro) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah disebut menjadi alat untuk mengkriminalisasi Anies Baswedan.

Juru Bicara KPK Ali Fikri membantah adanya upaya kriminalisasi yang dilakukan Firli Bahuri kepada Anies Baswedan. Ali pun menyayangkan adanya isu tersebut.

"KPK menyayangkan adanya opini yang menyebut pimpinan KPK memaksakan penanganan perkara Formula E ini, padahal gelar perkara dilakukan secara terbuka dan memberikan kesempatan semua pihak untuk menyampaikan pendapatnya," ujar Ali dalam keterangannya, Senin (3/10/2022).

Ali mengatakan, dalam gelaran ekspose kasus ini dilakukan secara terbuka oleh pimpinan KPK. Dalam gelar perkara tersebut dipaparkan hasil pengumpulan informasi oleh tim untuk mendapatkan saran dan masukan dari seluruh pihak yang ikut dalam forum tersebut.

Ali menyebut, dalam ekspose, pembahasan dilakukan secara konstruktif dan terbuka. Semua peserta ekpose punya kesempatan sama menyampaikan analisis maupun pandangannya.

"Sehingga dengan sistem dan proses yang terbuka tersebut, penanganan perkara di KPK dipastikan tidak bisa diatur atau atas keinginan pihak-pihak tertentu saja. Namun setiap penanganan perkara di KPK adalah berdasarkan kecukupan alat bukti," kata Ali.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.