Sukses

HEADLINE: Usut Pelanggaran HAM dan Pidana di Tragedi Kanjuruhan Malang, Seret Tersangka ke Pengadilan

Pemerintah merespons Tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan ratusan orang dengan membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF). Peristiwa 1 Oktober 2022 ini menjadi tragedi sepakbola paling mematikan di Asia.

 “Saya lalu ke sektor 13 coba bantu di sana. Ya Allah, ternyata di situ sudah seperti kuburan bagi adik-adik saya”.

Liputan6.com, Jakarta - Eko Ari Anto menangis sesenggukan, kepalanya disandarkan ke pundak seorang rekan. Tangisnya pecah, tak kuasa mengingat cerita pilu tentang tragedi Kanjuruhan Malang yang sangat kelam. 125 nyawa melayang dan ratusan orang terluka dalam tragedi 1 Oktober 2022 malam itu. Malam kelam dan mencekam.

Meski memegang tiket, Eko memilih tidak masuk ke dalam stadion untuk menonton pertandingan. Ia keliling di luar Stadion Kanjuruhan dan melihat banyak aparat keamanan berjaga. Di halaman luar dipasang layar besar nonton bareng bagi suporter yang tak masuk.

Tidak lama setelah peluit tanda berakhirnya pertandingan ditiup pengadil lapangan, Eko mendengar suara tembakan. Setidaknya lima kali suara letusan didengarnya. Ia mendekat ke pintu 10 Stadion Kanjuruhan dan mendengar suara banyak orang menggedor pintu disertai jeritan.

“Begitu pintu dibuka, saya lihat ada perempuan pingsan ditolong kawan–kawan. Setelah itu ternyata semakin banyak korban digotong keluar,” kata Eko.

Ia menccoba masuk ke dalam stadion untuk membantu evakuasi korban. Di sektor 12 dan 14, dia melihat sudah banyak korban. Sayang, hanya pintu 14 yang terbuka hingga menyebabkan banyak orang berebut keluar. Mereka yang tenaganya masih kuat bahu membahu saling menyelamatkan.

“Saya lalu ke sektor 13 coba bantu di sana. Ya Allah, ternyata di situ sudah seperti kuburan bagi adik-adik saya,” kata Eko. Tangisnya meledak, ia tak kuasa melanjutkan ceritanya.

Kepalanya kembali disandarkan ke pundak rekan yang duduk tepat di sampingnya. Lima menit kemudian, ia melanjutkan kisah kelam tragedi Stadion Kanjuruhan Sabtu malam itu.

“Perjuangan teman-teman yang masih punya tenaga saat itu luar biasa membantu evakuasi. Banyak tubuh anak kecil dan wanita. Semacam kuburan massal,” tutur Eko.

Pengalaman tak kalah tragis juga dialami suporter Arema asal Probolinggo, M Syafii Hamdani alias Dani. Remaja 18 tahun ini menyaksikan sendiri temannya tewas terjatuh dan terinjak-injak massa dalam tragedi sepakbola di Stadion Kanjuruhan, Malang.

Setidaknya ada tiga remaja asal Probolinggo meninggal dunia dalam tragedi berdarah itu. Mereka adalah Rifki Dwi Yulianto (19) warga Dusun Krajan Maron, Hasiq Rifai alias Bian (18) warga Kraksan, dan M Kindi Arumi Purnama (16) warga Desa Besuk Kidul.

Bian sendiri berangkat ke Stadion Kanjuruhan Malang dari kontrakannya di Malang bersama delapan temannya sekitar pukul 18.00 WIB. Ketiganya tercatat tengah kuliah di Malang. Sementara Bian baru sebulan kuliah di Unisma Malang.

"Sekitar pukul 8 malam sudah sampai. Di tribun saya ada di gate 10 dekat dengan Bian," ujar Dani, Senin (3/10/2022)

Awalnya kondisi di tribun baik-baik saja. Sampai akhirnya kericuhan terjadi usai pertandingan. “Saya tidak ikut-ikutan sama Bian. Saya berada di tribun bawah. Saat petugas diserang, petugas nyerang balik, lempar gas air mata ke tribun," paparnya.

Mereka terpisah saat mendekati pintu keluar tribun. Dani saat itu terjatuh dan kakinya tertindih supporter lain. Sementara Bian juga terjatuh dan terinjak-injak.

“Awalnya saya masih bisa lihat dia. Wajahnya sudah pucat, kayaknya sesak napas. Tapi, akhirnya posisi Bian di tengah. Saat saya mau keluar, saya lihat Bian sudah enggak ada, saya kira Bian sudah di luar," ucapnya.

Saat menyadari Bian tidak ada, Dani pun langsung mencari temanya itu di seputar stadion. Dia juga mencari Bian ke tiga rumah sakit terdekat sejak pukul 02.00 Minggu (2/10/2022). Dani akhirnya  menemukan Bian sudah dievakuasi ke RS Wava Husada.

“Saya mencari Bian di tiga rumah sakit di Malang dan saya temukan di RS Wava Husada,” ujarnya.

Pelatih Arema FC, Javier Roca, bercerita kepada media Spanyol tentang kengerian saat tragedi Kanjuruhan, Sabtu malam (1/10/2022). Insiden tersebut telah menyebabkan 125 orang meninggal dunia. 

Javier Roca sempat menghadiri jumpa pers singkat usai pertandingan. Namun setelah kembali ke ruang ganti, pelatih asal Cile itu segera sadar ada sesuatu yang tak beres. 

Tidak semua pemain berada di ruang ganti. Sebagian ternyata memilih bertahan di lapangan. 

"Sepulang dari jumpa pers, saya pun melihat tragedi," kata Roca kepada Cadena Ser.

"Para pemain lewat dengan korban di pelukan mereka. Hasil pada akhirnya menentukan apa yang terjadi. Kalau kami bermain imbang, setidaknya ini tidak akan terjadi," ujarnya menambahkan.

Dalam perbincangan dengan Cadena, Roca menilai polisi telah bertindak di luar batas. Situasi bertambah buruk mengingat kondisi stadion yang tidak siap dalam mengantisipasi kericuhan pada malam itu. 

"Ternyata stadion belum siap, mereka tidak menyangka terjadi kekacauan seperti ini. Belum ada kejadian seperti ini di stadion, dan itu berantakan karena banyaknya orang yang ingin melarikan diri," katanya.

"Saya pikir polisi melampaui batas mereka, meskipun saya tidak berada di luar sana dan tidak mengalami apa yang terjadi. Tapi melihat gambar, mereka bisa menggunakan teknik lain. Tidak hasil, seberapa penting pertandingannya, yang setara dengan kehilangan nyawa manusia," beber Roca. 

Seorang suporter Arema bernama Rezki Wahyu menceritakan momen-momen mengerikan yang terjadi dalam tragedi Arema vs Persebaya lewat utas yang ditulis di akun Twitter miliknya @RezqiWahyu.

Menurut dia, situasi sepanjang pertandingan sebenarnya berjalan tertib. Hanya ada aksi psywar yang dilontarkan suporter ke pemain lawan. Namun kondisi berubah usai peluit panjang ditiup tanda akhir pertandingan yang dimenangkan Persebaya dengan skor 2-3. 

Seorang suporter turun ke lapangan untuk memberikan motivasi dan kritik kepada pemain Arema. Kemudian diikuti oleh sejumlah suporter lainnya dan semakin ramai.

Aparat yang mulai kewalahan mengendalikan massa di lapangan kemudian bersikap lebih keras terhadap suporter yang membandel. Mereka memukulnya dengan tongkat panjang dan tameng, ada suporter yang dikeroyok, sampai menembakkan gas air mata.

"Tapi saat aparat memukul mundur suporter dari sisi selatan, suporter sisi utara yang menyerang ke arah aparat. Aparat menembakkan beberapa kali gas air mata," katanya.

"Terhitung puluhan gas air mata sudah ditembakkan ke arah suporter, di setiap sudut lapangan telah dikelilingi gas air mata. Ada juga yang langsung ditembakkan ke arah tribun penonton, yaitu tribun 10," tambah Reski. 

Situasi ini membuat suporter panik dan semakin ricuh di atas tribun. Mereka berlarian mencari pintu keluar. Tapi sayang pintu keluar sudah penuh sesak oleh penonton yang ingin menyelamatkan diri.

Banyak ibu-ibu, wanita muda, orang tua dan anak-anak kecil yang terlihat sesak napas tak berdaya. Tidak kuat ikut berjubel untuk keluar dari stadion di tengah kepungan gas air mata.

"Mereka juga terlihat sesak karena terkena gas air mata. Seluruh pintu keluar penuh dan terjadi macet," tuturnya.

Kondisi di luar stadion juga tak kalah mencekam. Tampak di luar banyak orang terkapar dan pingsan karena efek terjebak dalam stadion yang penuh gas air mata.

Banyak suporter lemas bergelimpangan. Terdengar teriakan makian, tangisan wanita, suporter berlumuran darah, hingga mobil-mobil hancur.

Sekitar pukul 22.30 WIB masih juga terjadi insiden pelemparan batu ke arah mobil aparat. Suporter kesal karena aparat dianggap mengurung suporter di dalam stadion dengan puluhan gas air mata. Tembakan gas air mata kembali terjadi di luar stadion, tepatnya di sekitar tribun 2.

Peristiwa mencekam 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan Malang ini menjadi kisah pilu bagi banyak orang, terutama yang hadir saat itu. Tragedi kelam menancap kuat di memori mereka. Para suporter berharap peristiwa itu diusut tuntas dan keadilan ditegakkan.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi tegas memerintahkan jajarannya melakukan investigasi tragedi Kanjuruhan sampai tuntas. Dia menegaskan, pelaku yang bersalah harus diberikan sanksi.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md kemudian membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk mengungkap tragedi Kanjuruhan. TIGPF yang dikomandoi Mahfud Md bersama Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali ini memiliki 10 anggota dari berbagai latar belakang.

TGIPF memiliki waktu 30 hari untuk mengungkap tragedi sepakbola paling mematikan ketiga di dunia ini. Menurut Mahfud, TGIPF tidak hanya sekedar mencari adanya unsur pidana dalam kasus tragedi Kanjuruhan. Namun Jokowi meminta TGIPF bisa menuntaskan tugasnya kurang dari sebulan.

"Ya saya baru saja melapor kepada presiden terkait kerusuhan di Kanjuruhan itu. Pertama, TPF itu diminta segera bekerja, kalau bisa tidak sampai 1 bulan sudah bisa menyimpulkan," kata Mahfud usai bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/10/2022).

"Karena masalah besarnya sebenarnya sudah diketahui. Tinggal masalah-masalah detailnya yang itu bisa dikerjakan mungkin tidak sampai 1 bulan," sambungnya.

Paralel dengan ini, Polri telah meningkatkan status kasus kerusuhan usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang ini dari penyelidikan ke penyidikan. Keputusan ini diambil setelah polisi memeriksa 20 saksi terkait tragedi Kanjuruhan. Polisi menerapkan Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa.

Buntut tragedi ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga mencopot Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat. Sementara Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta menonaktifkan jabatan Danyon, Danko, dan Danton Brimob Polda Jatim sebanyak sembilan orang. Semuanya diperiksa terkait tragedi Kanjuruhan.

Nico Afinta menyampaikan permohonan maaf atas pengamanan yang dilakukan saat penanganan pengendalian massa di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur hingga menyebabkan tragedi meninggalnya 125 jiwa.

"Saya sebagai Kapolda Jatim ikut prihatin, menyesal, sekaligus minta maaf di dalam proses pengamanan yang sedang berjalan ada kekurangan," tutur Nico di Malang, Jawa Timur, Selasa (4/10/2022).

Nico memastikan akan mengevaluasi tragedi Kanjuruhan Malang ini sehingga tidak lagi terjadi di kemudian hari.

"Ke depan kami akan mengevaluasi bersama-sama dengan panitia pelaksana kemudian PSSI. Sehingga harapannya pertandingan sepak bola ke depannya aman, nyaman, dan bisa menggerakkan ekonomi," ucap mantan Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Tak Cukup Sanksi Etik, Seret yang Bersalah ke Pengadilan

Direktur Riset SETARA Institute, Halili Hasan menaruh harapan besar terhadap TGIPF pimpinan Mahfud Md untuk bisa mengungkap secara tuntas dan berkeadilan tragedi Kanjuruhan Malang. 

"Tidak ada pilihan lain, tim ini harus memberikan jawaban seobjektif mungkin dan seterang-terangnya kepada publik mengenai Tragedi Kanjuruhan," ujar Halili saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (4/10/2022).

Dia optimistis TGIPF bisa lebih objektif mengungkap tragedi sepakbola paling mematikan di Indonesia ini. Sebab tidak ada figur yang secara langsung merepresentasikan TNI dan Polri dalam komposisi TGIPF.

"Di samping itu ada figur dengan integritas yang sudah diketahui publik, seperti Rhenald Kasali, sehingga objektivitas dalam kinerja dan hasil kajian diharapkan betul-betul menjawab sorotan publik terkait buruknya tata kelola pertandingan sepakbola yang berujung pada Tragedi Kanjuruhan," tuturnya.

Halili mengatakan, temuan TGIPF nantinya juga harus menjadi pijakan aparat penegak hukum untuk meminta pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam tragedi ini. Menurut dia, sanksi etik saja tidak cukup diberikan kepada aparat yang bertanggung jawab dalam peristiwa kelam ini.

"Sanksi pencopotan hingga pidana harus diberikan jika memang ada bukti pendukung. Kemungkinan itu jangan ditutup dan hanya dilokalisir pada pemberian sanksi etik," ucap dia.

Ke depan dia berharap tata kelola pertandingan sepakbola harus lebih mengedepankan profesionalitas serta mitigasi kerentanan, sehingga kejadian tragis serupa tidak terulang lagi.

"Di samping itu, pendekatan represif dan penggunaan alat-alat kekerasan dalam penanganan massa dalam pertandingan sepkabola harus dihentikan. Gas air mata bukan saja tidak boleh digunakan, bahkan jangan lagi dibawa ke dalam stadion," kata Halili.

Sementara Peneliti Sektor Keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie menyatakan tragedi ini menunjukkan kegagalan negara menjaga keamanan, bahkan dalam konteks yang sangat sempit yaitu di stadion sepakbola. 

"Kapabilitas aparatur keamanan dalam penanganan isu keamanan dan penanganan massa di stadion pada Tragedi Kanjuruhan benar-benar dipertanyakan. Dari video pasca-pertandingan yang beredar, tampak bahwa banyak aparat dengan seragam TNI yang melakukan tindakan represif berupa tendangan dan pukulan untuk menghalau penonton yang masuk ke lapangan," kata Ikhsan dalam keterangan pers, Selasa (4/10/2022).

Ikhsan melihat, pendekatan penanganan represif justru memantik keberingasan massa dan meningkatkan eskalasi. Dalam konteks ini, patut dipertanyakan kapasitas Polri sebagai penanggung jawab utama keamanan dan kapabilitas panitia penyelenggara dalam tata kelola penyelenggaraan pertandingan, terlebih hadirnya kelompok yang diduga anggota TNI.

"SETARA Institute mendesak agar mekanisme pembantuan TNI dalam penjagaan keamanan dan penanganan kerusuhan dalam helatan pertandingan sepakbola ditinjau ulang," ucapnya.

Dia juga mendesak, pemerintah bisa fokus melakukan evaluasi holistik dan komprehensif atas prosedur pengamanan dalam penyelenggaraan sepakbola di Indonesia, bukan malah mencemaskan sanksi FIFA.

"Berulangnya tragedi kemanusiaan dalam sepakbola nasional, dengan puncak terkelam Tragedi Kanjuruhan, merupakan peringatan sangat keras kepada pemerintah agar peristiwa serupa tidak terulang. Sebab, tidak ada perhelatan sepakbola apapun yang lebih berharga dari nyawa warga negara, nyawa manusia," kata Ikhsan menandaskan.

Amnesty International Indonesia berharap TGIPF mampu menginvestigasi secara independen, terbuka dan menyeluruh unsur pelanggaran HAM, etik, dan pidana dari tragedi Kanjuruhan.

"Yang paling penting, tim harus mampu mengungkap fakta di balik penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan, bagaimana kekuatan yang eksesif ini bisa memunculkan pelanggaran hak asasi," tutur Nurina Savitri, Media and Campaign Manager Amnesty International Indonesia saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (4/10/2022).

Dia mengajak publik terus mengawal investigasi tragedi Kanjuruhan ini. Dia berharap perhatian besar publik baik nasional maupun internasional dapat mendorong agar korban dan keluarganya benar-benar mendapat keadilan.

"Tentu kita berharap yang terbaik dari tim ini, namun pengalaman selama ini menunjukkan bawah temuan yang muncul dari tim semacam ini seringkali diabaikan atau tidak ditindaklanjuti dengan benar," katanya. 

Amnesty mendorong penegak hukum tidak hanya memproses secara etik pelanggaran yang ditemukan dalam tragedi sepakbola paling mematikan di Asia ini. Siapapun yang terbukti bersalah harus dijerat secara pidana dan diadili di meja hijau. 

"Ranah pidana tentu perlu. Justru kalau ini hanya diproses secara etik atau administratif akan semakin melanggengkan impunitas," katanya menandaskan.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) juga menyayangkan 28 personel Polri yang terlibat dalam tragedi Kanjuruhan hanya diperiksa berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik. Padahal, menurut ICJR, tragedi ini sudah masuk pidana.

Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mendesak agar para personel Polri yang diduga terlibat tragedi Kanjuruhan diseret ke pengadilan. Pasalnya, tindakan mereka menyebabkan meninggalnya ratusan suporter Aremania.

"Sayangnya, pemeriksaan tersebut diarahkan sebagai pemeriksaan kode etik. ICJR menegaskan bahwa tragedi ini bukanlah bentuk pelanggaran etik, melainkan sudah memasuki ranah pidana karena jatuhnya korban jiwa terjadi karena penggunaan kekuatan yang belebihan," ujar Erasmus dalam keterangannya yang diterima Liputan6.com, Selasa (4/10/2022).

Menurut Erasmus penggunaan kekuatan yang berlebihan atau excessive use of power yang tidak proporsional dan menyebabkan kematian, sudah seharusnya diusut menggunakan jalur pidana.

"Sangat penting bagi Polri untuk dapat memeriksa kasus ini dengan imparsial dan akuntabel, walaupun aktor-aktor yang terlibat adalah bagian dari kesatuan sendiri," kata dia.

Menurut Erasmus, selain pelanggaran Pasal 359 dan 360 KUHP, menyebabkan kematian karena kealpaan. Pasal 338 KUHP yang berkaitan dengan pembunuhan pun harus diusut oleh Polri dalam tragedi ini.

"Beberapa kronologi yang diperoleh dari pemberitaan media maupun citizen journalism menunjukkan bahwa buruknya kontrol konflik massa yang dilakukan Polri sebagai penanggung jawab pengamanan di dalam stadion ketika peristiwa tersebut terjadi, menyebabkan orang-orang menuju pintu keluar pada waktu yang sama dan menimbulkan kepadatan," kata dia.

Dia menyebut, dalam beberapa video yang beredar, terlihat adanya penggunaan gas air mata, walaupun FIFA sudah melarangnya. Gas air mata tersebut juga diarahkan ke arah tribun penonton yang diketahui bukan pihak yang menimbulkan kerusuhan.

"Kematian pun terjadi karena banyak orang terinjak-injak dan mengalami sesak napas pada saat keluar stadion karena menghindari gas air mata yang terus diberikan aparat. Bahkan, sempat beredar video yang menunjukkan supporter memohon pihak pengamanan untuk tidak melemparkan gas air mata kepada penonton," kata Erasmus.

Dari kronologi tersebut, menurut Erasmus, dapat dilihat bahwa kematian para penonton tersebut bukanlah permasalahan kode etik, melainkan sudah menjadi perbuatan pidana.

"Peristiwa ini harus menjadi titik balik Kepolisian untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena tidak seluruh kesalahan yang dilakukan personel adalah pelanggaran kode etik," ucapnya menandaskan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional, Usman Hamid mengatakan bahwa kematian ratusan orang dalam tragedi Kanjuruhan akibat kerusuhan dan gas air mata yang ditembakkan aparat keamanan. Tindakan represif itu dinilai memiliki unsur pelanggaran HAM.

Ia pun meminta pemerintah dan TGIPF yang dikepalai Menko Polhukam Mahfud Md segera menindak pihak-pihak yang bertanggung jawab.

Usman mengatakan, dalam tragedi ini, Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta patut dimintai tanggung jawab, bahkan dicopot. Pencopotan disertai alasan karena Nico memegang unsur keamanan tertinggi di wilayah Jatim, sehingga harus bertanggung jawab penuh atas keselamatan masyarakat, termasuk di Stadion Kanjuruhan.

"Kapolda Jawa Timur layak dimintai tanggung jawab termasuk dicopot, jika memang gagal atau tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan untuk mencegah kejadian tersebut, atau tidak segera menindak anggotanya yang menyebabkan banyak kematian warga," kata Usman Hamid dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa (4/10/2022).

Ia juga menyentil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memantau dan memeriksa kinerja anak buahnya di lapangan. "Bahkan Kapolri harus dimintai tanggung jawab atas banyaknya masalah kepolisian, terutama rendahnya kinerja Polri," ujar Usman.

Usman menjelaskan, kematian ratusan orang di Stadion Kanjuruhan seharusnya tak perlu terjadi jika aparat mengetahui pengamanan sesuai prosedur. Ia pun meminta Kapolda Jawa Timur dan Ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Mochamad Iriawan harus mundur sebagai dampak keteledoran mereka.

"Semua pihak yang bertanggung jawab atas kejadian itu, termasuk Ketua PSSI, seharusnya mundur. Sebab ini sudah berskala tragedi nasional bahkan tragedi dunia," katanya memungkasi.

3 dari 5 halaman

Kenapa Harus Tembakkan Gas Air Mata?

Pakar keamanan dari Amerika Serikat (AS) turut menyoroti pengendalian massa yang dilakukan aparat keamanan dalam tragedi Kanjuruhan Malang. Kerusuhan usai laga Arema melawan Persebaya itu, berpotensi menodai reputasi Indonesia di dunia internasional, termasuk sepakbolanya.

Pihak berwenang lantas disarankan berbenah agar memperbaiki prosedur keamanan. Pandangan ini diberikan oleh Paul Wertheimer, pemimpin dari Crowd Management Strategies. 

"Ini tentunya menodai reputasi negara tersebut dan menodai sepak bola di sana. Mereka tak bisa lari dari itu," ujar Paul Wertheimer kepada AFP, seperti dilansir France24, Senin (3/10/2022).

Indonesia lantas akan dilihat apakah akan belajar dari tragedi Kanjuruhan Malang ini atau tidak, serta menghasilkan standar yang akan membuat dunia terkesan.

Ada beberapa hal yang disorot oleh Wertheimer, salah satunya penggunaan gas air mata.

"Hal pertama yang saya pikirkan adalah: kenapa gas air mata digunakan?" ujarnya.

Selain itu, Wertheimer turut menyorot potensi kesalahan lain seperti overcrowding dan gagalnya pengendalian kerumunan.

FIFA telah melarang penggunaan gas air mata di stadion, namun pilihan itu diambil aparat setelah ribuan supporter Arema FC menyerbu masuk ke lapangan setelah tim favorit mereka kalah 3-2 melawan Persebaya.

Situasi semakin kacau dan penonton lain berlarian ketika polisi mulai menggunakan gas air mata. Banyak orang yang terinjak-injak, dan totalnya ada 125 orang meninggal dunia serta ratusan lainnya terluka. 

Tragedi di Stadion Kanjuruhan ini merupakan tragedi sepak bola paling mematikan di Asia. Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah memerintahkan adanya investigasi serta santunan untuk para korban. 

Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai ada kesalahan aparat keamanan yang menyebabkan tragedi Stadion Kanjuruhan Malang sehingga jatuh banyak korban jiwa.

Koordinator Federasi Kontras, Andi Irfan mengatakan, tragedi Stadion Kanjuruhan Malang disebabkan kelalaian panitia pelaksana dan tindakan berlebihan dari aparat keamanan. Pemerintah harus memberikan keadilan terhadap seluruh korban.

"Ada kelalaian karena jumlah penonton melebihi kapasitas, ditambah tindakan berlebihan kepolisian," kata Andi di Malang, Senin, 3 Oktober 2022.

Federasi Kontras menggali data bersama Aremania. Dari data awal, ada dugaan kelalaian Panpel terkait keamanan penonton. Pintu di gate 13 tak kunjung dibuka begitu pertandingan Arema lawan Persebaya berakhir. Akibatnya, banyak penonton terjebak di dalam stadion begitu terjadi kekacauan.

Andi menambahkan, ada kesalahan Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh aparat keamanan sebab kepolisian gegabah menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa. Hal itu melanggar aturan, tak hanya regulasi FIFA tapi juga Hak Asasi Manusia (HAM).

"Tembakan gas air mata jadi sumber utama jatuhnya banyak korban jiwa," ujar Andi.

Berdasarkan keterangan saksi suporter, lanjut dia, mereka masuk ke dalam lapangan bukan untuk melakukan kekerasan. Tapi direspons aparat berlebihan yang memicu terjadinya tragedi tersebut. Ada banyak perempuan dan anak-anak jadi korban.

"Polisi dilatih untuk mencegah jatuhnya korban, melindungi. Tapi kemarin yang terjadi malah sebaliknya," ucapnya.

Federasi Kontras mendesak Kapolri, Jenderal Listyo Sigit meminta maaf atas kejadian tersebut. Serta memecat Kapolda Jatim dan Kapolres Malang karena tragedi itu. Pernyataan pimpinan kepolisian selama ini terkesan membela diri, tak mengakui adanya kesalahan.

Lebih lanjut, Federasi Kontras meminta penggalian data korban harusnya melibatkan Aremania. Sebab banyak korban yang langsung pulang ke rumah dan datanya tak tercatat. Di luar daerah seperti Pasuruan dan Probolinggo, banyak juga korban jiwa yang tak tersentuh pemerintah.

"Jumlah korban diperkirakan jauh lebih banyak dari versi pemerintah. Libatkan Aremania di berbagai daerah," ucapnya.

Ia mendorong lembaga negara seperti Komnas HAM dan LPSK membentuk tim verifikasi. Serta terlibat sebagai tim independen penyelidikan tragedi Stadion Kanjuruhan. Itu memastikan penyelidikan berjalan secara terbuka dan independen.

"Libatkan juga komunitas Aremania untuk memverifikasi tiap informasi," kata Andi.

Peristiwa ini mengingatkan pada tragedi sepakbola paling mematikan dalam sejarah yang terjadi di Peru pada 1946 silam. Amnesty International Indonesia menyesalkan tindakan represif aparat saat mengendalikan massa dalam tragedi Arema di Stadion Kanjuruhan, Malang.

"Penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan negara untuk mengatasi atau mengendalikan massa seperti itu tidak bisa dibenarkan sama sekali," ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangannya, Minggu (2/10/2022).

"Tragedi ini mengingatkan kita pada tragedi sepak bola serupa di Peru tahun 1964 di mana saat itu lebih dari 300 orang tewas akibat tembakan gas air mata yang diarahkan polisi ke kerumunan massa lalu membuat ratusan penonton berdesak-desakan dan mengalami kekurangan oksigen," imbuhnya.

Menurut Usman, tragedi di Malang ini tidak seharusnya terjadi jika aparat keamanan memahami betul aturan penggunaan gas air mata. Kendati dia juga menyadari aparat keamanan sering menghadapi situasi yang kompleks dalam menjalankan tugasnya.

"Tapi mereka harus memastikan penghormatan penuh atas hak untuk hidup dan keamanan semua orang, termasuk orang yang dicurigai melakukan kerusuhan," kata dia.

Sekretaris Jendral PSSI Yunus Nusi mengungkap alasan aparat keamanan melepaskan tembakan gas air mata saat insiden pecah. Menurutnya, langkah itu sudah dipertimbangkan oleh pihak keamanan demi mengantisipasi serbuan suporter.

“Begitu cepat kejadiannya, sehingga pihak keamanan mengambil langkah-langkah yang tentu dari mereka sendiri telah dipikirkan dengan baik,” ujar Yunus Nusi dalam konferensi pers di Stadion Madya Senayan, Minggu (2/10/2022).

“Memang kita lihat bersama, pascapertandingan itu, dari suporter banyak yang turun ke lapangan, (kemudian) pihak keamanan mengambil langkah-langkah antisipasi,” sambungnya dalam kesempatan yang sama.

Polri sendiri telah melakukan pemeriksaan internal terhadap 18 anggota terkait penggunaan gas air mata saat tragedi Stadion Kanjuruhan. Hal itu menyusul banyaknya respons dan kritik terkait langkah pengendalian massa aparat di lapangan.

"Tim dari permeriksa Bareskrim untuk secara internal, tim dari Itsus dan Propam sudah melakukan pemeriksaan, dan ini dilanjutkan pemeriksaan, memeriksa anggota yang terlibat langsung dalam pengamanan, sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 18 orang anggota yang bertanggung jawab atau sebagai operator pemegang senjata pelontar," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Malang, Jawa Timur, Senin (3/10/2022).

Menurut Dedi, Inspektorat Khusus (Itsus) dan Propam Polri masih terus mengumpulkan keterangan dan mendalami perihal penggunaan gas air mata oleh petugas.

"Kemudian juga saat ini mendalami terkait masalah manajer pengamanan, mulai dari pangkat perwira sampai dengan Pamen, sedang didalami," kata Dedi.

4 dari 5 halaman

Usut Komando di Lapangan hingga Perubahan Jadwal Pertandingan

Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) mulai mengusut tragedi Kanjuruhan yang menelan ratusan korban jiwa. Salah satu yang diusut mengenai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya yang tetap digelar malam hari.

TGIPF juga akan menemui pihak yang bertanggung jawab dalam pertandingan itu, hingga saksi-saksi yang berada di lapangan usai pertandingan derby Jawa Timur.

"Kita harus menemui, melihat lapangan, menemui siapa yang menyaksikan, siapa yang memberi komando, jaringannya dengan siapa kok bisa apa namanya jadwal pertandingan yang diusulkan sore kok tetap di malam kan itu ada jaringan-jaringan, jaringan bisnis, ada jaringan periklanan ya nanti kita lihat," kata Menko Polhukam Mahfud Md di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/10/2022).

TGIPF yang dipimpin Mahfud itu akan menggelar rapat pada Selasa malam ini untuk memetakan dan mengidentifikasi masalah di Stadion Kanjuruhan. TGIPF juga akan melakukan pembagian tugas.

"Nanti malam pertama kali, pertama memahami tugas sesuai dengan keppres, lalu yang kedua akan memetakan dan mengidentifikasi masalah. yang ketiga bagi tugas. sesudah itu nanti kesimpulan-kesimpulan," kata Mahfud.

Dia menjelaskan, pembagian tugas TGIPF seperti menemui saksi-saksi, mendatangi tempat kejadian, hingga berbicara dengan pemangku kepentingan. Hasil ini TGIPF ditargetkan rampung kurang dari sebulan.

"Bagi tugas itu bisa memanggil orang, bisa mendatangi tempat, itu kan harus dibagi, karena kan itu ada banyak pihak. Ada yang harus ke FIFA, ada yang harus ke Polri, ada yang harus ke desa, ada yang harus ke lapangan dan sebagainya, dan ada yang mempelajari peraturan UU nya. Itu kan nanti bagi-bagi tugas," tuturnya.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) terkait TGIPF Tragedi Kanjuruhan. Tim yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud Md ini dibentuk untuk mengusut kerusuhan di Stadion Kanjuruhan.

"Keppresnya akan dikeluarkan hari ini, keppres (TGIPF) sehingga kami punya dasar untuk rapat," kata Mahfud usai bertemu Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/10/2022).

Dia menjelaskan, Keppres dibutuhkan karena saat ini setiap institusi memiliki tim investigasi sendiri. Dengan adanya Keppres, kata Mahfud, tim di masing-masing akan saling berkoordinasi dengan TGIPF dalam mengusut tragedi Kanjuruhan.

"Misal, Menpora punya tim, PSSI punya tim, Irwasum punya tim, itu bagus untuk menyelidiki itu agar terang, lalu nanti dikoordinasikan dengan kami di sini di Kemenko Polhukam tim yang dibentuk oleh presiden," ujarnya.

5 dari 5 halaman

Evaluasi Semua Jajaran di Polda Jatim

Sebelumnya, Mahfud Md menyebut bahwa Presiden Jokowi memerintahkan agar Polri mengevaluasi jajaran di Polda Jawa Timur buntut tragedi tewasnya ratusan orang di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

"Polri juga diminta melakukan evaluasi terhadap semua jabatan di Polda Jawa Timur. Itu tadi keputusannya," ujar Mahfud dalam keterangannya, Senin (3/10/2022).

Evaluasi jajaran Polda Jatim harus dilakukan untuk menemukan berbagai kemungkinan terkait tragedi sepakbola ini. Menurut Mahfud, bisa saja di balik peristiwa tersebut ada dalang yang diduga menjadi otak, sehingga tragedi kelam ini terjadi.

"Kan mungkin saja, nanti ditemukan hal yang sesudah diselidiki ini ada tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang lebih besar, bukan pelaku lapangan, mungkin, ya mungkin," kata Mahfud.

Sementara itu, Polri masih melakukan pendalaman terkait tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Sejauh ini, ada 28 polisi yang diperiksa atas dugaan pelanggaran etik dalam bertugas.

"Dari hasil pemeriksaan Itsus Itwasum Polri dan Biro Paminal juga melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik anggota Polri sebanyak 28 personel Polri. Ini pun masih dalam proses pemeriksaan," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Malang, Jawa Timur, Senin (3/10/2022).

Selain upaya penegakan sanksi atau punishment, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga memberikan penghargaan alias reward kepada dua anggota Polri yang gugur dalam melaksanakan tugas.

"Dan kemarin dua anggota Polri tersebut sudah dimakamkan secara kedinasan dan sudah dinaikkan pangkat luar biasa anumerta, setingkat lebih tinggi," kata Dedi.

Kedua polisi tersebut adalah Bripka Andik anggota Polsek Sumbergempol Polres Tulungagung, dan Briptu Fajar Yoyok anggota Polsek Dongko, Polres Trenggalek.

Adapun Kapolri memberikan punishment dengan mencopot Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat buntut tragedi Stadion Kanjuruhan. Berdasarkan surat telegram nomor ST 2098/X/KEP/2022, Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat dimutasikan sebagai pamen SSDM Polri dan digantikan oleh AKBP Putu Kholis yang sebelumnya menjabat Kapolres Tanjung Priok Polda Metro Jaya. 

Sementara Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta juga melakukan penonaktifan jabatan Danyon, Danki dan Danton Brimob sebanyak sembilan orang.

"Danyon atas nama AKBP Agus Waluyo, kemudian Danki AKP Hasdarman, kemudian Danton Auptu M Solihin, Aiptu M Samsul, kemudian Aiptu Ari Dwiyanto, kemudian Danki AKP Untung, Dantot AKP Danang, Danton AKP Nanang, kemudian Danton Aiptu Budi. Semuanya masih dalam pemeriksaan oleh tim malam ini," kata Dedi soal Tragedi Kanjuruhan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.