Sukses

HEADLINE: Ferdy Sambo Dipecat Secara Tidak Hormat, Langkah Tepat Selamatkan Citra Polri?

Kasus Irjen Ferdy Sambo membunuh Brigadir J menjadi pukulan telak bagi Polri. Lantas mampukah Polri bisa memulihkan citra baiknya ke masyarakat?

Liputan6.com, Jakarta - Irjen Ferdy Sambo resmi dipecat secara tidak hormat dari institusi Polri. Keputusan dikeluarkan oleh Komisi Etik Profesi Polri (KEPP) pada Jumat 26 Agustus 2022 dini hari WIB. Keputusan pemecatan ini karena Ferdy Sambo dinyatakan melanggar etik dalam penanganan kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Sidang kode etik Ferdy Sambo berlangsung panjang. Persidangan dimulai sejak Kamis 25 Agustus 2022 sekira pukul 09.25 WIB hingga Jumat dini hari sekitar pukul 01.57 WIB atau sekitar 16 jam.

Ketua Sidang, Komjen Ahmad Dofiri, menyampaikan, majelis sidang kode etik memberi rekomendasi berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Irjen Ferdy Sambo.

"Pemberhentian dengan tidak hormat atau PTDH sebagai anggota Polri," kata Dofiri saat konferensi pers, Jumat 26  Agustus 2022.

Dofiri menyampaikan, perbuatan terperiksa termasuk perbuatan tercela. Karena itu, Ferdy Sambo ditempatkan dalam tempat khusus selama 4 hari dari tanggal 8 Agustus 2022 sampai 12 Agustus 2022 di Rutan Pondok Kopi.

"Dan penempatan dalam tempat khusus tersebut telah dijalani pelanggar," ujar dia.

Padahal sebelumnya mantan Kadiv Propam Polri tersebut sudah mengajukan pengunduruan diri ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Namun kala itu, Sigit menilai masih banyak hal yang perlu diperiksa dari pengunduran diri Ferdy Sambo ini.

Diduga pengajuan pengunduran diri Ferdy Sambo ini untuk tidak membuat malu dirinya. Sehingga lebih terhormat mengundurkan diri ketimbang dipecat dari institusi Polri. Namun permohonan pengunduran diri Ferdy Sambo diabaikan. Sebab Polri tetap fokus menggelar sidang kode etik, dengan hasil akhir memecat Ferdy Sambo.

Dalam persidangan kode etik terhadap Ferdy Sambo ini, sebanyak 15 orang memberikan kesaksian di hadapan majelis etik. Mereka di antaranya, mantan Karopaminal Brigjen Hendra Kurniawan, mantan Karoprovos Brigjen Benny Ali, mantan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi.

Kemudian mantan Kaden A Biro Paminal Kombes Agus Nurpatria dan mantan Kabag Gakkum Roprovost Divpropam Kombes Susanto. Lalu ada juga tersangka dalam kasus ini yang dihadirkan sebagai saksi, yakni Richard Eliezer atau Bharada E, Brigadir RR alias Ricky Rizal, dan KM alias Kuat Ma'ruf.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan Ferdy Sambo tak membantah kesaksian dari 15 orang tersebut. Menurut Dedi, Ferdy Sambo tidak membantah dirinya melakukan rekayasa dan penghilangan barang bukti di kasus terbunuhnya Brigadir J.

"Irjen FS juga tidak menolak apa yang disampaikan oleh kesaksian para saksi tersebut. Artinya perbuatan tersebut betul adanya mulai dari merekayasa kasusnya kemudian menghilangkan barang buktinya dan juga menghalang-halangi dalam proses penyidikan," ujar Dedi Jumat 26 Agustus 2022 dini hari.

Namun demikian ada satu saksi yang tidak menghadiri secara fisik melainkan lewat daring. Bharada E alias Richard Eliezer tidak dihadirkan langsung di lokasi, melainkan mengikuti persidangan secara online lewat saluran Zoom.

Pengacara Bharada E, Ronny Talapessy menjelaskan kliennya sengaja tidak dihadirkan di lokasi persidangan agar tidak bertemu langsung dengan Ferdy Sambo. Upaya ini juga telah dimohonkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyusul statusnya sebagai Justice Collaborator (JC).

“Sebagai JC, kami minta klien kami tidak dipertemukan secara langsung. Ini juga merupakan program JC dari LPSK,” kata Ronny saat dihubungi, Kamis 25 Agustus 2022.

Alasan lain Bharada E tidak dihadirkan secara langsung dalam sidang etik Ferdy Sambo agar dia bisa memberikan keterangan yang jelas dan sebenar-benarnya tanpa intimidasi pihak manapun.

“Agar tidak tepengaruh mental,” ucap Ronny.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

Ferdy Sambo Bacakan Surat Penyesalan

Usai pemecatan tersebut, Ferdy Sambo juga membacakan surat ia tulis teruntuk para senior dan rekannya yang terseret dalam pusaran kasus membelitnya. Ferdy Sambo mengungkapkan rasa penyesalan dan menyampaikan permohonan maaf.

Ferdy Sambo berharap rekan-rekan di institusi Polri membukakan pintu maaf atas tindakan selama ini. Ferdy Sambo menyatakan siap menanggung setiap konsekuensi yang terjadi.

Berikut isi surat permohonan maaf Ferdy Sambo:

"Permohonan maaf kepada senior dan rekan perwira tinggi perwira menengah perwira pertama dan rekan Bintara"

"Rekan dan senior yang saya hormati dengan niat yang murni. Saya ingin menyampaikan rasa penyesalan dan permohonan maaf yang mendalam atas dampak yang muncul secara langsung pada jabatan yang senior, dan rekan-rekan jalankan dalam institusi Polri, atas perbuatan saya yang telah saya lakukan"

"Saya meminta maaf kepada para senior, dan rekan-rekan semua yang secara langsung merasakan akibatnya. Saya mohon permintaan maaf saya dapat diterima dan saya menyatakan siap untuk menjalankan setiap konsekuensi sesuai hukum yang berlaku saya, juga siap menerima tanggung jawab dan menanggung seluruh akibat hukum yang dilimpahkan kepada senior rekan-rekan yang terdampak".

"Semoga kiranya rasa penyesalan dan permohonan maaf ini dapat diterima dengan terbuka dan saya siap-siap menjalani proses hukum ini dengan baik, sehingga segera mendapatkan keputusan yang membawa rasa keadilan bagi semua pihak. Terima kasih semoga Tuhan senantiasa melindungi kita semua".

3 dari 8 halaman

Ferdy Sambo Banding Pemecatan

Namun demikian, usai dipecat tidak hormat karena menjadi dalang pembunuhan Brigadir J tersebut, Ferdy Sambo masih melakukan upaya perlawanan dengan akan mengajukan banding terhadap keputusan majelis etik.

Adapun banding yang akan dilakukan tersebut adalah jalan terakhir dari Ferdy Sambo melawan pemecatan tidak terhormat terhadap dirinya.

"Mohon izin, sesuai dengan Pasal 69 PP (Perpol) 7 (Tahun) 2022, izinkan kami mengajukan banding. Apapun keputusan banding, kami siap untuk laksanakan," kata Ferdy Sambo setelah mendengarkan hasil putusan sidang.

Sementara, pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak menduga upaya banding Ferdy Sambo tersebut hanya sebuah akal-akalan. Itu Karena Irjen Ferdy Sambo diduga ingin tetap mendapatkan gaji setelah tidak berstatus sebagai anggota Polri.

"Itu akal-akalan dia supaya dia tetap jadi anggota polisi dan tetap mendapatkan hak-hak pensiun," kata Kamaruddin di Gedung Bareskrim Polri, Jumat 26 Agustus 2022.

Kamaruddin menyebut upaya banding itu memang adalah hak dari Ferdy Sambo. Namun dia berharap Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Polri bisa mengabaikan banding tersebut.

"Tetapi saya ingatkan kepada Komisi Kode Etik supaya tidak menghiraukan," sambung Kamaruddin.

Sementara Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo memastikan keputusan banding tersebut nantinya akan bersifat final dan mengikat. Kata Dedi, tidak akan ada fasilitas Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan banding tersebut.

"Khusus untuk kasus Irjen FS (Ferdy Sambo), banding adalah keputusan final dan mengikat. Tidak berlaku itu, tidak berlaku PK. Jadi keputusan banding adalah keputusan final dan mengikat, tidak ada upaya hukum lagi," kata Dedi.

Adapun, dalam kasus Brigadir J ini, Tim Khusus Bareskrim Mabes Polri yang dibentuk oleh Kapolri telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, Brigadir RR alias Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. Mereka dikenakan dengan Pasal 340 subsider 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati.

4 dari 8 halaman

Pemecatan Ferdy Sambo Jadi Langkah Tepat Polri Pulihkan Citra?

Lantas apakah adanya pemecatan terhadap Ferdy Sambo menjadi langkah tepat untuk memulihkan citra Korps Bhayangkara tersebut?.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Nasdem Ahmad Taufik Basari mengatakan, pemecatan tak hormat Ferdy Sambo, sebagai salah satu upaya Polri mengembalikan kepercayaan masyarakat pada Polri. “Tentunya langkah-berikutnya dan kesungguhan untuk menangani kasis ini dapat terus perlahan membangkitkan kepercayaan publik," ujar pria yang akrab disapa Tobas kepada Liputan6.com, Jumat 26 Agustus 2022.

Tobas juga mengingatkan bahwa masyarakat juga menunggu pembenahan kultural seperti kultur rekayasa kasus di tubuh Polri. Sebab kasus Brigadir J ini menjadi momentum bagi Polri untuk melakukan pembenahan.

“Kita juga akan menanti langkah pembenahan yang dilakukan Kapolri, khususnya reformasi kultural, seiring dengan penuntasan kasus ini,” katanya.

Legislator Partai Nasdem ini menilai bahwa putusan Komisi Kode Etik Polri (KKEP) untuk memecat Irjen Ferdy Sambo dari institusi kepolisian sudah tepat. Namun, ia menyebut pemecatan Sambo oleh Sidang Komisi Kode Etik Polri merupakan langkah awal dari proses pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini.

“Tentu proses ini akan terus berlanjut baik pidananya, pelanggaran etiknya bahkan selanjutnya akan diikuti dengan pembenahan. Saya melihat pemecatan di awal proses ini adalah bagian dari upaya menyingkirkan hambatan dalam penanganan kasus,” ungkapnya.

Tobas menyatakan, apabila Sambo masih berstatus sebagai perwira tinggi Polri tentu dapat menjadi hambatan dalam pengungkapan kasus. Pasalnya Ferdy Sambo masih memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap orang-orang yang terlibat.

“Langkah awal berupa pemecatan ini diharapkan mampu membangung optimisme publik bahwa Kapolri bersama tim khusus sangat serius untuk menuntaskan kasus ini dan berusaha menjawab keraguan publik,” kata dia.

Sementara terpisah, Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman menilai tidak ada alasan bagi Ferdy Sambo untuk melakukan banding atas putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) di sidang etik.

Menurut Habiburokman, sekalipun melawan dengan banding. Besar kemungkinan bahwa keputusan banding tersebut tetap akan sama, yakni memecat bekas Kadiv Propam dari Polri secara tidak hormat.

"Kami juga tidak melihat alasan-alasan untuk diajukan banding meskipun itu hak yang bersangkutan. Tapi kalau telah diajukan saya rasa hasilnya pun akan sama saja," kata Habiburokhman.

Sementara itu berkaitan dengan keputusan PTDH terhadap Ferdy Sambo, legislator Partai Gerindra ini menegaskan keputusan itu sudah tepat. Sebab Ferdy Sambo telah dengan sengaja dan sadar menghilangkan nyawa manusia.

Terlebih menurut legislator Partai Gerindra ini, Ferdy Sambo terbukti melakukan perencanaan pembunuhan dan skenario pembelokan fakta-fakta dengan, melibatkan rekan-rekannya di Polri.

"Karena ini perbuatan yang bahkan menghilangkan nyawa orang. Selain itu yang lebih memberatkan lagi adalah perbuatan menghilangkan barang bukti dan menghalangi penyidikan dengan melibatkan begitu banyak anggota Polri, menyeret-nyeret orang lain," kata Habiburokhman.

 

Di tempat terpisah, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengatakan, pemecatan secara tidak terhormat terhadap Ferdy Sambo memiliki dua makna. Pertama bahwa Korps Bhayangkara 'ogah' ikut menanggung kesalahan dan dosa atas perbuatan dari mantan Kadiv Propam itu.

“Keputusan Polri yang dipimpin oleh Komjen Ahmad Dofiri tidak ingin institusi Polri tercemarkan dan ikut menanggung dosa atas perbuatan tercela Irjen Ferdy Sambo,” kata Sugeng kepada Liputan6.com.

Sementara makna kedua adalah, Kapolri Sigit ingin menjawab keraguan masyarakat atas tuntasnya kasus pembunuhan dengan melibatkan Ferdy Sambo secara transparan.

"Polri menjawab keraguan masyarakat atas isu Sambo memiliki pengaruh kuat dalam tubuh Polri, sekaligus memenuhi rasa keadilan masyarakat," tegasnya.

Sugeng menekankan kepada Kapolri Sigit untuk menggunakan momentum kasus tewasnya Brigadir J oleh Ferdy Sambo yang juga melibatkan anggota lainnya, untuk bebenah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Sebab masyarakat sudah melihat adanya oknum-oknum nakal di tubuh Polri.

"Pesimisme masyarakat pada Polri itu sudah menahun. Oleh karena itu Polri harus mawas diri dengan menggunakan momentum kasus Ferdy Sambo ini untuk membersihkan Polri dari oknum perekayasa kasus dengan putusan yang tegas dan keras," ujarnya.

Sugeng menilai sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) ke mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo sudah tepat. Sebabnya, Ferdy Sambo dianggap Sugeng sudah melakukan perbuatan tercela dengan kualifikasi yang berat.

Bukan hanya itu, Ferdy Sambo juga sudah mempengaruhi anak buahnya untuk ikut terlibat dalam rencana pembunuhan. Sebab adanya kasus ini berdampak langsung terhadap institusi Polri.

"PTDH tersebut diputus karena alasan Sambo melakukan perbuatan tercela dalam kualifikasi berat; berbohong, tidak bertanggung jawab alias tidak kesatria. Bahkan mempengaruhi bawahannya untuk melakukan tindakan tercela, merekayasa kasus, menghilangkan barang bukti, berbohong pada pimpinan Polri dan masyarakat yang pada akhirnya masyarakat tidak percaya pada institusi Polri. Kesalahan ini masuk dalam kategori kesalahan berat. Jadi sanksi pemecatan adalah sudah tepat," tuturnya.

5 dari 8 halaman

35 Polisi Terseret di Kasus Ferdy Sambo

Pada Rabu 24 Agustus 2022 di rapat kerja Komisi III DPR, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut jumlah personel Polri yang diperiksa terkait kasus pembunuhan Brigadir J mencapai 97 orang. Kemudian yang diduga melakukan pelanggaran etik sebanyak 35 orang.

"Kami telah memeriksa 97 personel, 35 orang diduga melakukan pelanggaran kode etik profesi," ujar Kapolri.

Sigit merinci, 35 personel yang melanggar kode etik berasal dari beragam pangkat, di antaranya, Irjen Pol 1 orang, Brigjen Pol 3 orang, Kombes Pol 6 orang, Kemudian AKBP 7 orang, Kompol 4 orang, AKP 5 orang, Iptu 2, Ipda 1, Bripka 1, Brigadir 1, Briptu 2, dan Bharada 2.

Sigit menjelaskan dari 35 personel itu, sebanyak 18 di antaranya ditempatkan di penempatan khusus, sementara yang lain masih berproses pemeriksaannya. Selanjutnya, dua orang di antaranya sudah ditetapkan tersangka. Sehingga tersisa 16 personel yang masih berada di penempatan khusus (patsus).

"Saat ini sudah ditetapkan sebagai TSK terkait dengan laporan polisi di Bareskrim sehingga tinggal 16 orang dipatsus. Sisanya menjadi tahanan terkait dengan kasus yang dilaporkan di Bareskrim," tuturnya.

Kapolri Sigit berkomitmen Polri akan menyelesaikan proses kode etik dan profesi dalam waktu 30 hari ke depan terhadap anggotanya tersebut guna memberikan kepastian hukum terhadap terduga pelanggar.

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso juga menanti langkah tegas Polri dalam memproses dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh 35 personel kepolisian tersebut. Menurut Sugeng tidak mmenutup kemungkinan mereka akan dipecat secara tidak hormat, jika terbukti melakukan obstruction of justice atau merintangi penyelidikan suatu kasus.

"Itu diduga melanggar dua hal, satu pelanggaran pidana obstruction of justice dan bersamaan itu juga ada pelanggaran kode etik. Kalau masuk dalam pelanggaran pidana pidana obstruction of justice dan kode etik mereka bisa dipecat oleh pemeriksaan komisi kode etik kepolisian, sanksinya dipecat karena termasuk pelanggaran berat," tegas Sugeng.

Sementara itu, Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Muhammad Mustofa mengatakan pemecatan terhadap Ferdy Sambo sebagai salah satu upaya Polri memulihkan citra lembaga tersebut yang hancur. Sebab adanya kasus tersebut berdampak langsung persepsi masyarakat terhadap Korps Bhayangkara.

"Pemecatan menyumbang pemulihan kepercayaan kepada polisi yang mulai membaik dengan dibentukntmya Timsus," ujar Mustofa kepada Liputan6.com.

Namun demikian, Mustofa berharap Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga perlu diperkuat sebagai pengawas Polri. Sebab masyarakat tidak ingin kasus serupa yang mencoreng istitusi Polri kembali terulang di kemudian hari.

"Sebagai momentum untuk bersih-bersih. Jangan lupa, perlu juga penguatan Kompolnas agar sebagai pengawas fungsional agar Polri tidak dibohongi," tuturnya.

6 dari 8 halaman

Survei Kasus Brigadir J dan Kinerja Polri

Survei Indikator Politik Indonesia juga memaparkan hasil temuannya, terhadap kesadaran masyarakat tentang kasus tewasnya Brigadir J oleh atasannya sendiri, Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga Jakarta.

Hasilnya, dari survei yang dilakukan pada 11 Agustus 2022 hingga 17 Agustus 2022 ini, sebanyak 54,7 persen responden mengaku mengetahui tentang keberadaan kasus tersebut.

“Sekitar 54,7 persen tahu tentang kasus ini dan 45,3 persen mengaku tidak tahu,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi saat pemaparan via daring, Kamis 25 Agustus 2022.

Burhanuddin lalu membedah kembali, seberapa besar kepercayaan responden yang mengetahui kasus ini bahwa Polri mampu menyelesaikannya dengan tuntas sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hasilnya, sebanyak 15,6 persen mengatakan sangat percaya dan 41,7 persen juga mengatakan cukup percaya. Menurut Burhanuddin tingginya angka tersebut dipengaruhi momentum Kapolri Jenderal Listyo Sigit saat menetapkan Irjen FS sebagai tersangka pada 9 Agustus 2022.

“Setelah Kapolri mengumumkan Irjen FS sebagai tersangka, tingkat kepercayaan terhadap polisi meningkat total ada 57,3 persen masyarakat yang percaya pihak kepolisian menyelesaikan kasus ini, setelah keterbukaan dilakukan,” yakin Burhanuddin.

Burhanuddin mengakui, tingginya angka itu adalah kabar bagus bagi Polri. Namun harus diingat, jika masih banyak responden yang tidak percaya. Sebab melihat hasil survei, terdapat 28,6 persen responden yang kurang percaya, dan 9,5 persen tidak percaya sama sekali jika Polri mampu menyelesaikan kasus tewasnya Brigadir J.

“Jadi artinya kalau polisi tidak bisa membuktikan kinerja terhadap pengusutan kematian Brigadir J, bisa jadi trust publik turun lagi,” kata Burhanuddin.

Survei Indikator Politik Indonesia memaparkan hasil temuannya, terhadap alasan kematian Josua Hutabarat alias Brigadir J. Hasilnya, dari survei yang dilakukan pada 11 Agustus 2022 hingga 17 Agustus 2022 ini, responden terbelah antara dua sudut pandang, apakah benar alasan kematiannya karena hal tertentu atau tewas karena adu tembak pasca insiden pengancaman dan pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo oleh Brigadir J.

"Hasilnya, 81,8 persen responden mengatakan Brigadir J sengaja dibunuh karena alasan tertentu dan hanya 10,0 persen responden yang mengatakan Brigadir J tewas terbunuh akibat adu tembak karena melakukan pengancaman dan pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo. Sedangkan sisanya, 8,2 persen responden mengaku tidak tahu/tidak menjawab," kata Burhanuddin Muhtadi.

Sebagai informasi, responden survei terdiri dari warga negara Indonesia berusia 17 tahun atau sudah menikah dan memiliki ponsel atau total 83 persen dari jumlah populasi nasional. Pemilihan responden dilakukan dengan metode random digit dialing (RDD) dengan total responden debanyak 1229 orang.

Margin of error diperkirakan sebesar kurang lebih 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Wawancara sendiri dilakukan dengan responden melalui telepon oleh pewawancara yang dilatih.

Sementara merujuk pada survei lain, yakni Arus Survei Indonesia (ASI), kinerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam menangani insiden penembakan Brigadir J dinilai positif oleh publik.

Dalam temuan itu, sebanyak 70,4 persen responden mengatakan puas. 70,4 persen ini gabungan antara cukup puas sebanyak 56,7 persen dan sangat puas 13,7 persen terhadap kinerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam mengurai misteri penembakan Brigadir J.

"Sedangkan yang tidak puas 25,2 persen (gabungan antara kurang puas 18,0 persen dan sangat tidak puas 7,2 persen). Adapun 4,4% mengaku tidak tahu/tidak jawab," ujar Direktur Eksekutif ASI Ali Rif’an dalam keterangan resmi, Kamis 25 Agustus 2022.

Menurut Ali Rif’an, kepuasan publik lantaran Kapolri dinilai sigap dan transparan dalam menangani kasus penembakan Brigadir J ini. Ali Rif'an mengatakan, isu ini juga tidak memengaruhi persepsi publik terhadap kinerja pemerintah.

Menurut dia, di tengah kasus insiden penembakan Brigadir J yang bergulir begitu kencang satu bulan lebih, persepsi publik terhadap kinerja pemerintah tetap positif.

"Persepsi publik terhadap kinerja pemerintah juga tidak terpengaruh. Sebanyak 73,1 persen publik mengaku puas (gabungan antara cukup puas 54,5 persen dan sangat puas 18,6 persen) dengan kinerja Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Sementara yang tidak puas diangka 24,4 persen (gabungan antara kurang puas 21,3 persen dan sangat tidak puas 4,1 persen). Adapun yang mengaku tidak tahu/tidak jawab 1,4 persen," tambah Ali Rif’an.

Sebagai informasi, survei dilaksanakan pada tanggal 18 hingga 23 Agustus 2022 di 34 provinsi di Indonesia dengan cara telesurvei, yaitu responden diwawancara melalui kontak telepon menggunakan kuesioner. Metode penarikan sampel Multistage Random Sampling. Jumlah responden 1200 responden dengan margin of error +/- 2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

7 dari 8 halaman

Motif Ferdy Sambo

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap motif Irjen Ferdy Sambo menembak mati Brigadir J. Sambo marah dan emosi mendengar laporan terkait istrinya tentang peristiwa yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah.

"Motif saudara FS melakukan perbuatan tersebut karena yang bersangkutan marah dan emosi atas setelah mendengar laporan dari ibu PC terkait dengan peristiwa terjadi di Magelang," ungkap Sigit saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 24 Agustus 2022.

Berdasarkan laporan dari istrinya, Sambo merasa apa yang dilakukan oleh Brigadir J telah merendahkan harkat dan martabat keluarga. Namun, Kapolri Sigit belum mengungkapkan detail seperti apa peristiwa di Magelang.

"Peristiwa terjadi di Magelang yang dianggap mencederai harkat martabat keluarga," ujar Sigit.

Menurut Listyo Sigit Prabowo, motif akan lebih jelas dan terang bila kasus sudah sampai di persidangan.

"Untuk lebih jelasnya akan diungkap di persidangan," kata Sigit.

Merujuk survei mayoritas masyarakat ingin Polri bisa mengungkap motif pembunuhan Ferdy Sambo terhadap Brigadir J tersebut.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan dari hasil temuannya, mayoritas responden yakin ada alasan di balik kematian Brigadir J atau ada motif yang mendasari tindakan tersebut.

Dia pun mewanti, pernyataan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto yang mengatakan motif tidak perlu dibuka untuk menjaga perasaan dan silakan dibawa ke persidangan saja.

"Kalau ditanyakan kepada publik, mereka tidak mau tahu, mereka maunya motif atau alasan pembunuhan harus diungkap kepada publik," jelasBurhanuddin.

Melalui pertanyaan lanjutannya, Burhanuddin mengungkap, 65,6 persen responden survei memilih motif atau alasan pembunuhan segera diungkap ke publik, dan hanya 29,7 persen responden yang senada dengan pernyataan Kabareskrim. Sedangkan 4,7 persen responden memilih tidak menjawab dan mengaku tidak tahu.

"Mau kontennya disebut dewasa atau menjijikan pun, publik ingin itu dibuka. Mengapa? karena sejauh ini pihak kepolisian baru menyampaikan 'motif' menurut versi Sambo dan istrinya," urai Burhanuddin.

Sebagai informasi, responden survei terdiri dari warga negara Indonesia berusia 17 tahun atau sudah menikah dan memiliki ponsel atau total 83 persen dari jumlah populasi nasional. Pemilihan responden dilakukan dengan metode random digit dialing (RDD) dengan total responden debanyak 1229 orang.

Margin of error diperkirakan sebesar kurang lebih 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Wawancara sendiri dilakukan dengan responden melalui telepon oleh pewawancara yang dilatih.

 

 

8 dari 8 halaman

Sengkarut Kasus Kematian Brigadir J

Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mahfud Md menyatakan, sudah sepatutnya sengkarut kematian Brigadir J atau Yoshua oleh atasannya Irjen Ferdy Sambo terus diramaikan publik.

Sebab menurut Mahfud, jika publik tidak berteriak maka kasus ini bisa menjadi 'dark number' atau tak dapat dibuka dalam hukum.

"Kalau perkara ini tidak diteriakin akan menjadi 2 saja kemungkinannya, satu menjadi dark number, perkara yang tidak bisa dibuka itu ada di dalam hukum. Kedua, ini soal pelecehan dan yang melecehkan sudah mati sedangkan Bharada E (membunuh Brigadir Josua) untuk membela diri lalu tutup perkara," kata Mahfud yang berbicara sebagai Ketua Kompolnas dalam rapat bersama DPR Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Senin 22 Agustus 2022.

Mahfud lalu mengaku, telah menyadari gugurnya skenario pertama sejak tanggal 13 Agustus 2022. Dia meyakini memiliki pemikiran berbeda sehingga membelokkan skenario itu pada 24 Agustus 2022 ke muka publik.

"Sejak kapan saya punya pemikiran yang berbeda? sejak 13 Agustus 2022 saya bicara dari Madinah, sesudah itu muncul, Kompolnas masuk ke skenario itu (skenario Ferdy Sambo) tapi tanggal 24 Agustus 2022 saya minta balik, belok skenarionya bukan itu, salah itu basis skenarionya," jelas dia.

Menko Polhukam itu lalu melakukan diskusi dengan Polri tentang skenario terbaliknya. Namun menurut dia, gugurnya skenario pertama sedikit terlambat karena baru dilakukan penghentian pada sepekan setelahnya.

"Skenario pertama baru di SP3 beberapa hari lalu setelah Sambo mengaku. Selama seminggu kemudian baru SP3. Harusnya setelah Sambo ngaku gugur dicabut langsung," kritik Mahfud.

Meski begitu, Mahfud bersyukur jika saat ini publik sudah satu paham bahwa yang terjadi dalam sengkarut ini bukanlah kasus pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi melainkan pembunuhan berencana.

"Kita bersyukur hari ini di DPR kita clear," Mahfud menutup.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini