Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar didesak mundur dari pimpinan lembaga antirasuah. Desakan dilakukan usai dewan pengawas (dewas) KPK menyatakan Lili terbukti berbohong terkait keterangannya soal komunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial.
"Dengan sudah dibenarkannya tindakan kebohongan tersebut, untuk itu ICW meminta agar LPS (Lili) segera mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Sebab, dirinya sudah tidak pantas lagi menduduki posisi sebagai pimpinan KPK," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (21/4/2022).
Pernyataan Kurnia ini menanggapi surat pemberitahuan pemberhentian pengusutan kasus dugaan pelanggaran etik pembohongan publik Lili Pintauli Siregar.
Advertisement
Dalam surat yang ditujukan kepada pihak pelapor, mantan pegawai KPK Benydictus Siumlala Martin Sumarno dan kawan-kawan ini, Dewas menyatakan tak melanjutkan kasus tersebut karena Lili sudah diberikan sanksi etik dalam komunikasi dengan Syahrial terkait penanganan perkara.
Dewas menyatakan dalam sanksi etik berat tersebut sudah mengabsorbsi (menyerap) dengan perbuatan bohong Lili. Dewas menyatakan Lili terbukti berbohong saat menyatakan tak berkomunikasi dengan Syahrial.
Kurnia mengaku tak mengerti dengan keputusan dewas KPK dalam surat yang ditandatangani anggota Dewas KPK Harjono itu.
"ICW tidak memahami bagaimana logika di balik hasil pemeriksaan dewan pengawas terkait kebohongan Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers 30 April 2021 lalu. Sebab, Dewas menyampaikan, LPS terbukti melakukan kebohongan, namun tidak dijatuhi sanksi, karena sebelumnya terlapor sudah dikenakan hukuman," kata Kurnia.
Selain ICW, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) juga menilai Lili sudah sepantasnya mengundurkan diri. Bahkan, menurut MAKI, Lili layak untuk dipecat dari lembaga antikorupsi.
Menurut Koordinator MAKI Boyamin Saiman, pemecatan Lili harus dilakukan lantaran Lili sudah terbukti bersalah melakukan komunikasi dengan Syahrial dan membohongi publik. Apalagi, kini Lili diduga menerima gratifikasi fasilitas menonton MotoGP Mandalika.
"Sebenernya Lili ini sudah layak untuk dipecat, tapi kan sampai sekarang belum dipecat," kata Boyamin Saiman dalam keterangannya, Kamis (21/4/2022).
Boyamin berpandangan Lili sudah tak layak memimpin lembaga yang memberantas korupsi. Boyamin berharap DPR turun tangan menangani skandal Lili Pintauli Siregar ini.
"Sehingga malah membebani KPK. Ini tugasnya DPR untuk memberikan pengawasan," kata Boyamin.
Kasus Etik Pembohongan Publik Lili Pintauli Dihentikan Dewas KPK
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menghentikan pengusutan kasus dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Dugaan etik yang tak dilanjutkan dewas KPK ini terkait pembohongan publik.
Hal itu diketahui melalui surat Dewas KPK Nomor: R-978/PI.02.03/03-04/04/2022 tertanggal 20 April 2022 yang ditujukan kepada pihak pelapor atas nama Benydictus Siumlala Martin Sumarno dan kawan-kawan. Benydictus merupakan mantan pegawai KPK.
"Sesuai dengan hasil pemeriksaan pendahuluan oleh Dewan Pengawas pada tanggal 29 Maret 2022 maka perbuatan Lili Pintauli Siregar yang diduga melanggar Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK tidak dilanjutkan ke persidangan etik karena sanksi etiknya sudah terabsorbsi dengan putusan sidang etik Nomor 05/DEWAS/ETIK/07/2021," demikian bunyi kesimpulan surat dikutip Liputan6.com, Kamis (21/4/2022).
Surat pemberitahuan untuk Benydictus Siumlala Martin Sumarno dan kawan-kawan ini ditandatangani Anggota Dewas KPK Harjono. Dalam surat tersebut terdapat tiga poin alasan Dewas tidak melanjutkan laporan dugaan etik Lili Pintauli ke persidangan. Pada poin pertama, Dewas menyebut pihaknya sudah melakukan kegiatan pengumpulan bahan-bahan informasi dan klarifikasi.
Dalam poin kedua disebutkan jika Lili Pintauli dinyatakan terbukti berbohong kepada publik dalam konferensi pers tanggal 30 April 2021. Pada poin ketiga yakni Dewas beralasan sudah menjatuhkan sanksi etik kepada Lili di pelanggaran etik sebelumnya.
"Salah satu alasan Dewan Pengawas menjatuhkan sanksi dalam Putusan Sidang Etik Nomor 05/DEWAS/ETIK/07/2021 adalah kebohongan yang dilakukan oleh Sdri. Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers tanggal 30 April 2021 sehingga sanksi yang diberikan telah mengabsorbsi dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku terkait kebohongan publik," demikian isi surat tersebut.
Advertisement
Sanksi Etik
Sanksi etik yang dimaksud dalam surat tersebut yakni sanksi etik berat yang sudah dijatuhkan dewas KPK terhadap Lili lantaran berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial. Dewas KPK berpandangan dugaan etik kebohongan publik Lili sudah terserap dalam sanksi berat tersebut.
Lili diketahui dijatuhkan sanksi berat berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan.
Jauh sebelum dewas KPK menjatuhkan sanksi berat, Lili lebih dahulu menggelar jumpa pers dan menyatakan dirinya tak pernah berkomunikasi dengan Syahrial terkait penanganan perkara di KPK. Namun belakangan bantahan Lili itu dipatahkan dengan sanksi berat tersebut.
Menerima surat pemberitahuan penghentian kasus dugaa etik kebohongan publik Lili Pintauli, Benydictus kesal. Dia menyesalkan sikap Dewas KPK tersebut. Padahal, menurut dia, Lili jelas berbohong dalam konferensi pers pada 30 April 2022.
"Saya pribadi menyesalkan keputusan dewas ini, karena di KPK nilai integritas adalah yang utama," kata Benydictus.
Menurut dia, integiritas di dalam tubuh KPK sudah terkikis. Semua bermula dari revisi undang-undang KPK. Dalam UU KPK yang baru menyematkan adanya Dewas KPK yang dia anggap tidak berguna di KPK.
"Kejadian ini semakin membuktikan apa yang sudah diprediksi banyak pihak sejak diubahnya UU KPK pada 2019, yaitu dewan pengawas ini hanya akan menjadi entitas yang tidak berguna. Karena terbukti sudah, dewan pengawasnya tidak bergigi," ujar Benydictus.